Jangan Keliru, Simak Perbedaan Frugal Living dan Minimalis

Berikut perbedaan tujuan, prinsip hingga pendekatan antara frugal living dan minimalis.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 13 Des 2024, 18:31 WIB
Diterbitkan 13 Des 2024, 18:31 WIB
Jangan Keliru, Simak Perbedaan Frugal Living dan Minimalis
Meski sering dianggap serupa karena berfokus pada kesederhanaan, frugal living dan minimalisme memiliki tujuan, prinsip, dan pendekatan yang berbeda. ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Meski sering dianggap serupa karena berfokus pada kesederhanaan, frugal living dan minimalis memiliki tujuan, prinsip, dan pendekatan yang berbeda.

Dari definisi dan fokus utamanya, frugal living merupakan gaya hidup hemat yang fokus pada pengelolaan uang dengan bijak. Tujuannya adalah memaksimalkan nilai dari setiap pengeluaran, dengan cara mengurangi pemborosan dan mencari cara terbaik untuk menghemat tanpa mengorbankan kualitas hidup.

Sementara minimalis, merupakan filosofi hidup yang menekankan pada memiliki lebih sedikit barang dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting. Tujuannya adalah menciptakan kehidupan yang lebih sederhana, bebas dari kekacauan fisik, mental, atau emosional.

Kegiatan yang berorientasi pada frugal living antara lain menyimpan uang, mengurangi pengeluaran, dan mengalokasikan sumber daya untuk kebutuhan yang lebih besar, seperti melunasi utang, menabung, atau berinvestasi. Adapun minimalisme, lebih pada upaya menciptakan ketenangan dan ruang dalam hidup dengan mengurangi hal-hal yang tidak memberikan nilai atau kebahagiaan sejati.

"Minimalis itu poinnya adalah kita merasa cukup dengan apa yang sudah kita miliki. Tujuannya adalah agar kita bisa hidup dengan lebih sederhana dan berbahagia," kata Perencana Keuangan, Andy Nugroho kepada Liputan6.com, Jumat (13/12/2024).

Pendekatan terhadap Konsumsi

Orang yang menjalani frugal living cenderung mencari cara untuk mendapatkan barang atau layanan dengan harga murah, seperti membeli barang bekas, menggunakan kupon, atau berbelanja saat diskon besar. Fokusnya adalah pada efisiensi biaya.

Lain, orang yang menjalani minimalisme cenderung membeli lebih sedikit barang, bahkan jika itu berarti membayar lebih mahal untuk barang yang berkualitas tinggi dan tahan lama. Fokusnya adalah pada kualitas, bukan kuantitas.

Contoh Praktik

Ilustrasi wanita muda berbelanja di toko barang bekas, dengan hati-hati memeriksa jaket bekas. Membeli baju bekas atau sering disebut thrift bisa menjadi salah satu contoh penerapan hidup frugal Living. (Foto by AI)
Ilustrasi wanita muda berbelanja di toko barang bekas, dengan hati-hati memeriksa jaket bekas. Membeli baju bekas atau sering disebut thrift bisa menjadi salah satu contoh penerapan hidup frugal Living. (Foto by AI)... Selengkapnya

Dalam pola pengambilan keputusan frugal living didasarkan pada seberapa hemat atau murah sesuatu bisa didapatkan. Sedangkan minimalisme keputusan didasarkan pada apakah sesuatu benar-benar dibutuhkan atau membawa kebahagiaan.

Contoh Praktik

Frugal Living: Membeli pakaian bekas untuk menghemat uang. Menggunakan transportasi umum untuk mengurangi biaya perjalanan. Memanfaatkan penawaran “buy one get one” meski barang tambahan tidak terlalu dibutuhkan.

Minimalisme: Mengurangi jumlah pakaian di lemari menjadi hanya yang paling sering dipakai. Membeli satu produk berkualitas tinggi yang tahan lama, meskipun lebih mahal. Memutuskan untuk tidak membeli sesuatu jika itu tidak esensial, meski sedang diskon besar.

Menakar dampaknya pada gaya hidup, fokus utamanya frugal living adalah pada aspek finansial. Sehingga hasil akhirnya lebih terlihat pada tabungan atau anggaran yang lebih sehat. Adapun pada minimalisme, fokusnya lebih luas, mencakup ketenangan emosional, kesederhanaan hidup, dan peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan.

PPN Naik Jadi 12% Tahun Depan, Frugal Living Jadi Solusi?

Ilustrasi wanita muda berbelanja di toko barang bekas, dengan hati-hati memeriksa jaket bekas. Membeli baju bekas atau sering disebut thrift bisa menjadi salah satu contoh penerapan hidup frugal Living. (Foto by AI)
Ilustrasi wanita muda berbelanja di toko barang bekas, dengan hati-hati memeriksa jaket bekas. Membeli baju bekas atau sering disebut thrift bisa menjadi salah satu contoh penerapan hidup frugal Living. (Foto by AI)... Selengkapnya

Sebelumnya, kampanye gaya hidup menghemat atau belakangan disebut frugal living tengah jadi perhatian masyarakat menyusul rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12 persen. Langkah ini menuai berbagai pandangan dari para pengamat ekonomi.

Misalnya Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita yang menilai langkah frugal living sudah diterapkan jauh sebelum wacana kenaikan PPN. Masyarakat sudah menerapkan penghematan bahkan setelah serangan pandemi Covid-19.

"Sebelum isu (PPN Naik) muncul, frugal living ini udah dikampanyekan oleh kelas menengah sebenarnya. Karena apa? Karena tekanan biaya hidupnya sejak akhir pandemi sampai sekarang itu udah cukup besar, sehingga tidak sanggup lagi ditopang oleh pendapatan kelas menengah," kata Ronny kepada Liputan6.com, Rabu (27/11/2024).

Secara sederhana, gaya hidup frugal yakni mementingkan belanja pada kebutuhan dan mengerem keinginan konsumtif. Targetnya adalah menjadikan biaya hidup menjadi lebih rendah dari pendapatan.

Ronny menilai penghematan yang dilakukan masyarkat itu jadi kelanjutan isu menurunnya kelas menengah. Konsep serupa yang dijalankan yakni dengan menurunkan pengeluaran dari pendapatan yang dinilai stagnan.

"Karena tingkat pendapatan mereka sudah tertekan cukup dalam, sehingga mereka harus berpikir ulang terhadap pengeluaran yang mereka lakukan selama ini sebagai kelas menengah. Sehingga jalan terbaik adalah melakukan frugal living atau model gaya hidup yang tidak terlalu berlebihan, yang sesuai dengan pendapatan," jelas dia.

 

Tak Bisa Selesaikan Masalah

Frugal living (Foto: Freepik)
Frugal living (Foto: Freepik)... Selengkapnya

Sementara itu, Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda memandang gaya hidup frugal living bisa jadi tak menyelesaikan masalah dari kenaikan PPN jadi 12 persen.

"Langkah frugal living yang dijalankan oleh sebagian masyarakat itu tidak akan menyelesaikan masalah sebenarnya. Bahwa frugal living ini atau berhemat mungkin akan jadi bagus ketika barangnya barang dari impor, tapi ketika itu barangnya dalam negeri itu justru akan semakin memperburuk keadaan," ucap Huda kepada Liputan6.com.

Dia menghitung, jika penghematan yang dilakukan adalah untuk produk-produk lokal dan UMKM, dampaknya dikhawatirkan akan mengganggu ekonomi nasional. Mengingat produk-produk itu masih butuh stimulus dari konsumsi masyarakat.

"Makanya ini harus hati-hati dalam menjalankan melalui frugal living. Jangan sampai ini backfire kepada ekonomi kita, dimana tentu UMKM ini masih butuh konsumsi dari masyarkaat, produk-produk lokal masih butuh dari masyarakat konsumsinya," jelas Huda.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya