Paylater dan BNPL Solusi atau Ancaman Bagi Warga RI? Ini Kata OJK

Maraknya fenomena bunuh diri karena terjerat Paylater dan Buy Now Pay Later (BNPL) menjadi perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar semakin gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

oleh Tira Santia diperbarui 21 Jan 2025, 16:15 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2025, 16:15 WIB
Penggunaan Paylater
Seseorang menunjukkan sejumlah tagihannya di paylater salah satu di e-commerce. (Gempur M Surya/Liputan6.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Maraknya fenomena bunuh diri karena terjerat Paylater dan Buy Now Pay Later (BNPL) menjadi perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar semakin gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Ahmad Nasrullah, mengungkapkan bahwa meskipun ada kejadian-kejadian bunuh diri terkait dengan utang Paylater, hal tersebut tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan seluruh layanan Paylater, baik yang legal maupun ilegal.

Oleh karena itu, kata Ahmad, OJK berusaha mengawasi industri ini agar tidak membebani masyarakat, melainkan menjadi solusi pembiayaan yang bermanfaat.

"Banyak kejadian bunuh diri yang memakai sistem membayar Paylater ya kita asumsikan lah ya. Itu kalau banyak-banyak kejadian kan, meskipun ada yang legal juga. Sebagai regulator, OJK juga menaruh concern," kata Ahmad dama media briefing OJK, Selasa (21/1/2025).

Lebih lanjut Ahmad menjelaskan bahwa layanan seperti Paylater dan Peer-to-Peer Lending (P2P lending) sebenarnya sudah memiliki dasar hukum yang sah berdasarkan Undang-Undang P2SK, dan oleh karena itu perlu diawasi dengan ketat.

Menurutnya, walaupun industri ini banyak menimbulkan masalah, tetap dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mendapatkan akses pembiayaan, terutama untuk keperluan produktif, seperti usaha UMKM atau ojek online.

"Industri ini sudah ada payung hukumnya lah kira-kira ya, di Undang-Undang P2SK bahkan itu menempatkan pindar ini, peer lending ini sebagai salah satu industri yang harus diawasi oleh OJK," ujarnya.

 

 

Peran OJK dalam Mengawasi Industri Peer Lending

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)... Selengkapnya

Menurut Nasrullah, diskusi mengenai apakah industri ini perlu ada di Indonesia sudah tidak relevan lagi, karena sudah ada payung hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang P2SK (Peraturan Pengawasan Sektor Keuangan) yang mengatur dan mengakui P2P lending sebagai industri yang sah.

"Emang perlu ada nggak sih di Indonesia ini gitu kan? Saya rasanya diskusi itu sekarang menurut saya sudah nggak pas lagi ya. Karena industri ini sudah ada payung hukumnya lah kira-kira ya, di Undang-Undang P2SK," jelasnya.

Dalam konteks ini, OJK berperan sebagai regulator yang memiliki kewajiban untuk mengawasi jalannya industri ini. Meski beberapa pihak mungkin masih meragukan keberadaan P2P lending di Indonesia, ia menegaskan bahwa di beberapa negara seperti Cina, meskipun terdapat penutupan terhadap sejumlah platform, regulasi terhadap P2P lending sudah diterapkan dengan ketat.

Oleh karena itu, bagi OJK, yang terpenting adalah memastikan bahwa industri ini beroperasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pengawasan oleh OJK tidak hanya untuk memastikan legalitas, tetapi juga untuk melindungi konsumen dan mendorong pertumbuhan industri yang sehat.

Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan industri P2P lending dapat berkembang dengan cara yang lebih terstruktur dan dapat diandalkan, memberikan manfaat bagi perekonomian digital Indonesia tanpa menimbulkan risiko yang berlebihan bagi masyarakat.

 

Buku Merah SLIK Bikin Warga RI sulit dapat pinjaman

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Lebih lanjut, sebagai regulator, OJK juga mengingatkan bahwa ada risiko, baik bagi pemberi pinjaman maupun peminjamnya. Salah satu risikonya adalah jika peminjam tidak dapat membayar, catatan kredit mereka bisa masuk ke sistem SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan), yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengakses kredit di masa depan.

"Risiko bagi si perusahaan pembiayaan ya yang memberikan servis ini, juga risiko terhadap si peminjamnya. Karena kalau bisnis BNPL kan nanti udah masuk ke rezim SLIK gitu ya. Kalau nanti dia bermasalah, ya mungkin pinjamannya nggak besar ya, cuma puluhan atau ratusan ribu," ujarnya.

Maka, OJK mendorong edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan layanan pembiayaan ini dengan bijak, agar dapat memanfaatkan fasilitas ini dengan aman tanpa menimbulkan masalah keuangan.

Meskipun layanan Paylater dan P2P lending memiliki potensi risiko, OJK percaya bahwa dengan pengawasan yang tepat dan edukasi yang baik, layanan ini dapat menjadi alat yang berguna untuk mendukung kebutuhan pembiayaan masyarakat.

"BNPL memang nggak bisa kita hindari ya. Ini salah satu skema yang memberikan kemudahan masyarakat ya untuk mendapatkan suatu produk ya. Jadi secara nature business ini nggak bisa dihindari. Cuma di sini ada risikonya juga sebenarnya," ujarnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya