Dekan ITB Pertanyakan Kriteria Perguruan Tinggi yang Layak Kelola Tambang

Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Ridho Kresna Wattimena mempertanyakan akreditasi perguruan tinggi yang akan terlibat dalam pengelolaan tambang.

oleh Tira Santia diperbarui 23 Jan 2025, 18:00 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2025, 18:00 WIB
Ridho Kresna Wattimena
Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Ridho Kresna Wattimena dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Baleg DPRI RI terkait resivi UU Minerba, di Jakarta, Kamis (23/1/2025). (Liputan6.com/Tira)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memberikan sinyal positif bagi perguruan tinggi dan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mendapatkan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Kebijakan ini diusulkan sebagai langkah untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.

Merespons hal tersebut, Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Ridho Kresna Wattimena mempertanyakan akreditasi perguruan tinggi yang akan terlibat dalam pengelolaan tambang.

“Katanya perguruan tinggi bisa dapat mengelola tambang, pertanyaan saya akreditasinya, tingkatannya seperti apa Pak? Nah apakah prioritas ini akan diberikan oleh semua perguruan tinggi,” kata Ridho dalam RDPU bersama dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, di Jakarta, Kamis (23/1/2025).

Dalam RDPU tersebut, Ridho menyampaikan saat ini akreditasi perguruan tinggi di Indonesia dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).

Berdasarkan data, ada sekitar 3.360 perguruan tinggi dengan akreditasi "Baik", 472 perguruan tinggi terakreditasi "Amat Baik", dan 149 perguruan tinggi yang memiliki akreditasi "Unggul".

“Itu masukan kami yang pertama, apakah nanti akan ada aturan turunan ini, kalau jadi UU apakah ada turunan yang lebih detail," ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan apakah perguruan tinggi dengan akreditasi "Baik" atau "Amat Baik" sudah cukup memenuhi syarat untuk mengelola tambang atau jika ada ketentuan lebih lanjut yang perlu dipenuhi.

 

Tak Bisa Untung Cepat

FOTO: Ekspor Batu Bara Indonesia Melesat
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk pertambangan dan lainnya pada September 2021 mencapai USD 3,77 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Di sisi lain, Ridho juga mengkhawatirkan mengenai aspek teknis dari kebijakan ini, terutama terkait dengan waktu yang dibutuhkan perguruan tinggi untuk mendapatkan kembali modal yang dikeluarkan dalam usaha pertambangan.

Ia menyatakan bahwa pengelolaan tambang bukanlah usaha yang dapat memberi keuntungan dalam waktu singkat. Biasanya, bisnis tambang membutuhkan waktu panjang untuk dapat kembali modalnya, bahkan bisa mencapai 5 hingga 10 tahun, tergantung pada jenis tambang dan proses eksplorasi yang dilakukan.

"Kita semua tau bisnis tambang atau pengusahaan tambang adalah usaha yang quick building, bukan yang hari ini kita (bangun) 2-3 tahun lagi uang kita kembali. Kita harus berpikir keras untuk mengusahakan tambang ini, jadi kita perlu juga tahu yang diprioritaskan perguruan tinggi seperti apa," jelas Ridho.

 

Tantangan Pengelolaan

 

Salah satu aspek yang menjadi perhatiannya adalah jenis lahan tambang yang akan diberikan kepada perguruan tinggi. Jika lahan tersebut berupa lahan greenfield atau lahan yang belum pernah dimanfaatkan untuk pertambangan, maka perguruan tinggi akan menghadapi tantangan besar dalam hal eksplorasi dan pengolahan.

"Pengalaman teman-teman di industri penyelidikan sampai eksplorasi 5 sampai 10 tahun, apakah perguruan tinggi memang diminta untuk spend uang 5 sampai 10 tahun sebelum bisa mendapatkan uang? Itu juga sesuatu yang berat untuk perguruan tinggi," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya