Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memberikan sinyal positif bagi perguruan tinggi dan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mendapatkan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Kebijakan ini diusulkan sebagai langkah untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.
Merespons hal tersebut, Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Ridho Kresna Wattimena mempertanyakan akreditasi perguruan tinggi yang akan terlibat dalam pengelolaan tambang.
Advertisement
Baca Juga
Riwayat Pendidikan Satryo Soemantri Brodjonegoro, Simak Perjalanan Kariernya dari ITB Hingga Menjadi Mendiktisaintek
15 Mahasiswa Berprestasi dari UI, ITB, hingga IPB Raih Beasiswa dari Yayasan Daesang Peduli Indonesia
Virtual Run ITB70, Berbagi Langkah dan Harapan Dukung Anak Indonesia Melawan Kanker
“Katanya perguruan tinggi bisa dapat mengelola tambang, pertanyaan saya akreditasinya, tingkatannya seperti apa Pak? Nah apakah prioritas ini akan diberikan oleh semua perguruan tinggi,” kata Ridho dalam RDPU bersama dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Advertisement
Dalam RDPU tersebut, Ridho menyampaikan saat ini akreditasi perguruan tinggi di Indonesia dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Berdasarkan data, ada sekitar 3.360 perguruan tinggi dengan akreditasi "Baik", 472 perguruan tinggi terakreditasi "Amat Baik", dan 149 perguruan tinggi yang memiliki akreditasi "Unggul".
“Itu masukan kami yang pertama, apakah nanti akan ada aturan turunan ini, kalau jadi UU apakah ada turunan yang lebih detail," ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan apakah perguruan tinggi dengan akreditasi "Baik" atau "Amat Baik" sudah cukup memenuhi syarat untuk mengelola tambang atau jika ada ketentuan lebih lanjut yang perlu dipenuhi.
Tak Bisa Untung Cepat
Di sisi lain, Ridho juga mengkhawatirkan mengenai aspek teknis dari kebijakan ini, terutama terkait dengan waktu yang dibutuhkan perguruan tinggi untuk mendapatkan kembali modal yang dikeluarkan dalam usaha pertambangan.
Ia menyatakan bahwa pengelolaan tambang bukanlah usaha yang dapat memberi keuntungan dalam waktu singkat. Biasanya, bisnis tambang membutuhkan waktu panjang untuk dapat kembali modalnya, bahkan bisa mencapai 5 hingga 10 tahun, tergantung pada jenis tambang dan proses eksplorasi yang dilakukan.
"Kita semua tau bisnis tambang atau pengusahaan tambang adalah usaha yang quick building, bukan yang hari ini kita (bangun) 2-3 tahun lagi uang kita kembali. Kita harus berpikir keras untuk mengusahakan tambang ini, jadi kita perlu juga tahu yang diprioritaskan perguruan tinggi seperti apa," jelas Ridho.
Advertisement
Tantangan Pengelolaan
Salah satu aspek yang menjadi perhatiannya adalah jenis lahan tambang yang akan diberikan kepada perguruan tinggi. Jika lahan tersebut berupa lahan greenfield atau lahan yang belum pernah dimanfaatkan untuk pertambangan, maka perguruan tinggi akan menghadapi tantangan besar dalam hal eksplorasi dan pengolahan.
"Pengalaman teman-teman di industri penyelidikan sampai eksplorasi 5 sampai 10 tahun, apakah perguruan tinggi memang diminta untuk spend uang 5 sampai 10 tahun sebelum bisa mendapatkan uang? Itu juga sesuatu yang berat untuk perguruan tinggi," pungkasnya.