YLKI Terima 1.675 Pengaduan Konsumen Sepanjang 2024

YLKI mencatat pengaduan individu dalam 5 tahun terakhir terus meningkat.Terbanyak dari jasa keuangan.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 24 Jan 2025, 13:00 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2025, 13:00 WIB
YLKI Terima 1.675 Pengaduan Konsumen Sepanjang 2024
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan telah menerima pengaduan dari konsumen sebanyak 1.675 pengaduan sepanjang 2024.(Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan telah menerima pengaduan dari konsumen sebanyak 1.675 pengaduan sepanjang 2024.

Jika dipetakan, jumlah ini terdiri dari konsumen individu dengan jumlah 991 konsumen. Sedangkan untuk konsumen kelompok terdiri dari Konsumen Konser sebanyak 507 dan Konsumen Perumahan sebanyak 177.

Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo menuturkan, pengaduan individu dalam 5 tahun terakhir terus meningkat. Pada 2020, jumlah pengaduan individu hanya sebesar 402 menjadi 991 pada 2024. 

YLKI juga mencatat sepanjang 2024, ada 5 sektor yang mendapatkan banyak pengaduan yaitu Jasa Keuangan, E Commerce, Perumahan, Listrik, dan Telekomunikasi. 

"Dalam 5 tahun terakhir, pengaduan individu terbanyak masih terkait Jasa Keuangan. Dalam jasa keuangan terdapat beberapa komoditas yang mendapatkan banyak pengaduan yaitu Perbankan, Pinjaman Daring, Leasing, Uang Elektronik, Asuransi, dan LKNB,” kata Rio dalam konferensi pers, Jumat (24/1/2025). 

Dalam catatan sepanjang 2024, Rio menjelaskan penyelenggaraan perlindungan konsumen menghadapi berbagai kendala, baik dari pihak regulator maupun dalam implementasi kebijakan. 

"Komitmen pemerintah masih rendah, tercermin dari alokasi anggaran yang terbatas untuk urusan perlindungan konsumen,” ujar Rio. 

Amandemen UU Perlindungan Konsumen Belum Kelar

YLKI juga menyoroti soal amandemen UU Perlindungan Konsumen yang belum juga rampung untuk disahkan. Rio menyebut perlu wadah bagi konsumen dalam menyelesaikan permasalahan yang bersifat kelompok bukan individu. 

Pada kesempatan yang sama, Rio juga menilai secara sektoral, lintas batas masih menjadi tantangan penyelesaian kesejahteraan konsumen di Indonesia. Pelaku usaha juga dinilai kurang kooperatif dengan pengaduan konsumen yang mengadu ke YLKI. 

YLKI juga mengungkapkan kekecewaan terhadap pelaku usaha yang menggugat LPKSM dalam hal memperjuangkan perlindungan konsumen.

Persoalan Disebabkan Kurangnya Pemahaman

Rio menuturkan persoalan konsumen sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang produk, proses bisnis yang tidak efisien, serta infrastruktur yang tidak memadai dan sumber daya manusia yang kurang memperhatikan kebutuhan konsumen.

"Kasus kejahatan penipuan atau pembobolan tinggi, karena literasi konsumen rendah,” tutur Rio. 

Sedangkan untuk konsumen, YLKI berharap dapat meningkatkan keberdayaan di semua tahapan transaksi baik pra transaksi, transaksi dan pasca transaksi. 

 

Saran Bagi Pemerintah

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

YLKI turut memberikan sejumlah saran kepada pemerintah yaitu jasa pelaku usaha BUMN banyak yang diadukan, YLKI meminta Menteri BUMN lebih fokus melakukan pengawasan terhadap BUMN yang fokus pada BUMN Public Services

Pemerintah juga diharapkan membuat sistem pengaduan lintas sektor kementerian atau lembaga dan pelaku usaha Pengawasan di sektor keuangan masih belum berjalan efektif sehingga perlu peningkatan pengawasan dari OJK.

“Mendorong amandemen UU Perlindungan Konsumen segera disahkan untuk memberikan imunitas bagi konsumen dan lembaga konsumen,” pungkasnya.

YLKI: Tarif Cukai Minuman Berpemanis Idealnya di Atas 20%

Sebelumnya, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berencana menerapkan kebijakan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada semester II tahun 2025.

Kebijakan ini diharapkan mampu mengurangi konsumsi minuman berpemanis dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pola hidup sehat.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merekomendasikan agar pemerintah menetapkan tarif cukai lebih dari 20% untuk mencapai efektivitas yang lebih baik.

"Harapannya, dengan adanya kenaikan harga, konsumen akan lebih mempertimbangkan pembelian produk berpemanis dan beralih ke minuman rendah atau tanpa gula," kata Staf Penelitian YLKI, Rafika Zulfa, kepada Liputan6.com, Rabu (22/1/2025).

Penerapan Cukai: Dampak pada Daya Beli dan Konsumsi

Rafika menjelaskan bahwa tarif cukai yang tinggi dapat memicu perubahan perilaku konsumen. Dengan harga produk berpemanis yang lebih mahal, masyarakat diharapkan lebih selektif dalam memilih minuman yang sehat.

Namun, ia juga menggarisbawahi bahwa penerapan tarif cukai rendah mungkin tidak cukup efektif untuk mengubah perilaku konsumsi.

"Jika tarif cukai terlalu rendah, kenaikan harga tidak akan terasa signifikan sehingga masyarakat tetap mengonsumsi produk berpemanis. Sebaliknya, tarif yang lebih tinggi akan mendorong konsumen berpikir ulang sebelum membeli," jelas Rafika.

Meski belum ada penelitian yang secara langsung menunjukkan dampak kebijakan ini terhadap daya beli konsumen, Rafika optimis bahwa kebijakan cukai dapat meningkatkan produktivitas masyarakat.

"Dengan pola konsumsi yang lebih sehat, derajat kesehatan masyarakat akan meningkat, yang pada akhirnya berdampak positif pada produktivitas," ia menambahkan.

Edukasi dan Sosialisasi sebagai Kunci Implementasi

YLKI juga menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi untuk mendukung keberhasilan kebijakan ini. Berdasarkan survei YLKI pada 2023, pemahaman masyarakat terhadap isu cukai MBDK masih rendah. Namun, setelah diberikan edukasi, mayoritas responden mendukung penerapan cukai pada minuman berpemanis.

"Pemerintah perlu mengimbangi regulasi dengan edukasi yang menyeluruh. Dengan pemahaman yang baik, konsumen akan lebih sadar memilih produk sehat bahkan tanpa dorongan kebijakan," ujar Rafika.

Edukasi yang baik tidak hanya membantu konsumen memahami risiko kesehatan akibat konsumsi gula berlebih, tetapi juga mendorong mereka untuk beralih ke produk alternatif yang lebih sehat.

"Ketika konsumen memiliki kesadaran yang baik, mereka akan lebih cermat dalam memilih produk. Ini membantu kebijakan cukai berjalan lebih efektif," pungkasnya.

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya