Liputan6.com, Jakarta - Tren digital nomad semakin berkembang di Indonesia seiring dengan meningkatnya fleksibilitas kerja di berbagai perusahaan. Gaya hidup digital nomad ini memungkinkan seseorang untuk bekerja dari mana saja tanpa harus terikat di kantor fisik.
Tidak hanya pekerja lepas atau freelancer, kini banyak profesional di berbagai bidang, termasuk di perusahaan media, yang memilih meninggalkan kota besar demi hidup lebih nyaman dan hemat.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu yang menjalani gaya hidup ini adalah Praditya (35), seorang editor di media nasional ternama. Meski kantornya berada di Jakarta, ia memilih untuk bekerja secara remote dari Tegal yang berjarak sekitar 300 km. Keputusan ini tidak hanya membuatnya lebih dekat dengan keluarga, tetapi juga menekan biaya hidup dibandingkan tinggal di Jakarta.
Advertisement
Keputusan Praditya untuk bekerja dari luar Jakarta bermula dari kebijakan Work From Home (WFH) saat pandemi Covid-19. Setelah pandemi berakhir, perusahaannya menerapkan sistem hybrid, di mana karyawan hanya diwajibkan masuk kantor dua kali dalam seminggu.
“Dari sisi perusahaan, kebijakan ini menghemat biaya operasional, dan berdasarkan survei internal, karyawan terbukti lebih produktif. Sementara dari sisi personal, saya bisa lebih sering bersama keluarga dan jauh dari hiruk-pikuk ibu kota, sehingga bisa berada di lingkungan yang lebih sehat,” ungkapnya kepada Liputan6.com, Sabtu (1/2/2025).
Tantangan dan Keuntungan Kerja Jarak Jauh
Meskipun memiliki banyak keuntungan, bekerja secara remote juga menghadirkan tantangan tersendiri. Mengelola waktu antara pekerjaan dan keluarga menjadi salah satu hal yang paling menantang bagi Praditya.
“Tantangan terbesar adalah bekerja sambil mengurus anak dan keperluan rumah tangga. Namun, saya mengatasinya dengan tetap berkoordinasi aktif dengan tim serta sesekali berpindah tempat kerja, misalnya ke kafe atau tempat wisata untuk suasana yang lebih segar,” ujar Praditya.
Dari sisi finansial, bekerja remote di Tegal memberikan keuntungan besar dibandingkan tinggal di Jakarta. Praditya mengaku bisa menghemat pengeluaran untuk tempat tinggal, transportasi, dan makanan dibandingkan jika harus menetap di Jakarta.
Selain keuntungan finansial, gaya hidup digital nomad juga berdampak positif pada kehidupan sosial dan keluarga Praditya. Sebelum pandemi, ia harus menjalani LDR (long-distance relationship) dengan keluarga selama tujuh tahun, hanya bisa pulang setiap akhir pekan dan kembali ke Jakarta saat hari kerja.
“Sekarang kehidupan sosial saya lebih fleksibel dan variatif. Saya bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga dan mensyukuri perjalanan hidup yang sudah saya lalui,” kata dia.
Dengan semakin berkembangnya tren kerja remote di Indonesia, pengalaman Praditya menjadi contoh bagaimana fleksibilitas kerja dapat meningkatkan kualitas hidup, baik secara profesional maupun personal.
Advertisement
Manfaat untuk Daerah Tempat Tinggal
Dengan semakin banyaknya profesional yang meninggalkan kota besar seperti Jakarta dan memilih menetap di kota-kota kecil, perekonomian lokal ikut bergerak. Sektor kuliner, properti, dan UMKM mengalami peningkatan, terutama karena digital nomad tetap memiliki penghasilan tinggi tetapi mengeluarkan biaya hidup lebih rendah dibanding tinggal di ibu kota.
“Suatu daerah yang penduduknya makin banyak, otomatis perekonomiannya akan makin cepat berputar karena kebutuhan untuk sandang, pangan papannya makin tinggi. Dengan tren digital nomad ini, otomatis orang-orang yang bekerja secara fisik ada di kota tersebut kebutuhannya makin banyak walaupun dia pekerjaannya ataupun kantornya di kota lain. Ini pasti akan berpengaruh ke perekonomian di kota tempat mereka tinggal karena pastinya dia akan banyak melakukan konsumsi di kota-kota tersebut," kata Perencana Keuangan, Andy Nugroho
Selain berdampak pada ekonomi, tren digital nomad juga mendorong peningkatan infrastruktur digital di daerah. Kota-kota seperti Yogyakarta, Bali, dan Bandung kini berlomba menghadirkan internet cepat, coworking space, serta fasilitas pendukung lain untuk menarik lebih banyak pekerja remote.
Tangkal Urbanisasi
Di sisi lain, meningkatnya jumlah digital nomad di kota-kota kecil juga membantu mengurangi urbanisasi dan kepadatan di kota besar. Dengan semakin banyak orang yang bekerja dari daerah, beban kemacetan, polusi, dan biaya hidup di kota-kota metropolitan bisa berkurang.
Tak hanya itu, daerah yang menjadi tujuan digital nomad juga semakin dikenal sebagai destinasi ramah pekerja remote, yang secara tidak langsung turut meningkatkan daya tarik wisata dan branding kota tersebut.
Dengan tren kerja fleksibel yang terus berkembang, para ekonom memprediksi bahwa digital nomad akan menjadi salah satu kekuatan baru dalam membangun ekonomi daerah, membuka peluang kolaborasi, serta menciptakan ekosistem kerja yang lebih dinamis di Indonesia.
Advertisement