Syarat Karyawan Bisa Bebas Bayar Pajak Tahun Ini, Simak di Sini!

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025 mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk penghasilan tertentu yang ditanggung oleh pemerintah.

oleh Arthur Gideon Diperbarui 17 Feb 2025, 12:15 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2025, 12:15 WIB
Cerminkan Prinsip Keadilan dan Gotong Royong, Benarkah Kenaikan PPN Lebih Baik Daripada Kenaikan PPh?
Gambaran mengenai pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Mulai Januari 2025, karyawan di sektor alas kaki, tekstil, pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan produk kulit akan menerima insentif pajak. Langkah ini diambil oleh pemerintah sebagai bagian dari usaha untuk menjaga daya beli masyarakat.

Dalam upaya tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025 yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah (DTP) sebagai stimulus ekonomi untuk Tahun Anggaran 2025. PMK ini mulai berlaku sejak 4 Februari 2025 setelah ditetapkan.

Penerbitan PMK ini bertujuan untuk mempertahankan daya beli masyarakat serta menjaga stabilitas ekonomi nasional. Kebijakan ini juga merupakan respons terhadap peningkatan tarif PPN yang naik 1% menjadi 12% pada 1 Januari 2025.

"Penerbitan PMK ini merupakan wujud komitmen Pemerintah untuk tetap menjaga daya beli masyarakat melalui paket-paket stimulus yang diberikan", kata Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, sebagaimana dikutip dari keterangan resmi pada Senin (17/2/2025).

PMK Nomor 10 Tahun 2025 menyatakan bahwa pegawai di sektor alas kaki, tekstil, pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit akan mendapatkan insentif PPh 21 DTP mulai dari masa pajak Januari 2025, yang merupakan bulan pertama mereka bekerja di tahun tersebut.

Insentif ini diperuntukkan bagi karyawan yang memiliki penghasilan bruto tidak lebih dari Rp10.000.000 per bulan atau Rp500.000 per hari, dan pemberi kerja harus memenuhi kode klasifikasi lapangan usaha yang tercantum dalam Lampiran A yang merupakan bagian integral dari PMK ini.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10 Tahun 2025 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah dalam rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025, dokumen lengkapnya dapat diakses dan diunduh di situs pajak.go.id.

Catat Kriteria Pekerja yang Tidak Terkena Pajak Penghasilan!

Ilustrasi Pajak
Gambaran mengenai pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)... Selengkapnya

Pemerintah telah mengambil langkah untuk membebaskan pengenaan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 bagi pekerja di sektor-sektor tertentu sebagai upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025. Pajak Penghasilan Pasal 21 sendiri merupakan pajak yang dikenakan atas berbagai jenis penghasilan, termasuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta pembayaran lain yang berkaitan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan oleh wajib pajak orang pribadi di dalam negeri. Insentif bebas PPh Pasal 21 ini berlaku untuk masa pajak dari Januari 2025 hingga Desember 2025.

Daftar pekerja yang mendapatkan pembebasan dari pungutan PPh Pasal 21 mencakup pekerja di empat sektor industri, yaitu alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit. Dalam Pasal 4 ayat 2, disebutkan bahwa pekerja tetap yang berhak atas insentif pembebasan PPh Pasal 21 harus memenuhi beberapa kriteria. Kriteria tersebut meliputi: a) memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang telah terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak, b) memperoleh penghasilan tidak lebih dari Rp10.000.000 per bulan, dan c) tidak sedang menerima insentif PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah lainnya menurut peraturan perpajakan yang berlaku.

Untuk pekerja tidak tetap, terdapat kriteria khusus yang harus dipenuhi untuk mendapatkan pembebasan insentif PPh 21. Kriteria tersebut mencakup:

a) memiliki NPWP atau NIK yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak,

b) menerima upah rata-rata satu hari tidak lebih dari Rp500.000 atau tidak lebih dari Rp10.000.000 per bulan, dan

c) tidak sedang menerima insentif PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

DJP Mempermudah Pembuatan Faktur Pajak Melalui Tiga Saluran Baru, Berikut Penjelasannya.

Dapatkah PPN Multitarif Menjadi Solusi Adil untuk Mengurangi Ketimpangan Ekonomi?
Gambar mengenai pajak. (belchonock/depositphotos.com)... Selengkapnya

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) baru-baru ini mengumumkan pembaruan mengenai penerbitan faktur pajak. Tujuan dari pembaruan ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi beban administratif yang dihadapi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam proses pembuatan faktur pajak. Dalam keterangan resmi DJP yang dirilis pada Kamis (13/2/2025), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa penerbitan faktur pajak kini dapat dilakukan melalui tiga saluran utama, yaitu aplikasi Coretax DJP, aplikasi e-Faktur Client Desktop, dan aplikasi e-Faktur Host-to-Host yang disediakan oleh Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).

Ketiga saluran ini dirancang untuk memberikan fleksibilitas kepada PKP dalam memilih platform yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan mereka. Mulai tanggal 12 Februari 2025, semua PKP diharapkan sudah dapat memanfaatkan aplikasi e-Faktur Client Desktop untuk menerbitkan faktur pajak terkait penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). Ketentuan ini diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 yang dikeluarkan pada 12 Februari 2025 mengenai Penetapan Pengusaha Kena Pajak Tertentu. Namun, terdapat pengecualian dalam penggunaan aplikasi e-Faktur Client Desktop, salah satunya adalah untuk faktur pajak dengan kode transaksi 06, yang mengatur mengenai penyerahan BKP kepada turis asing yang menunjukkan paspor luar negeri kepada PKP yang terlibat dalam skema pengembalian PPN kepada turis asing.

Nota Pajak

Pertama, terdapat faktur pajak dengan kode transaksi 07, yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP). Selanjutnya, faktur pajak yang dikeluarkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjadikan cabang sebagai pusat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang juga termasuk dalam kategori ini.

Selain itu, faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP yang telah dikukuhkan setelah 1 Januari 2025 juga perlu diperhatikan. Data dari faktur pajak yang dihasilkan melalui aplikasi e-Faktur Client Desktop akan diperbarui secara berkala di Coretax DJP. "Data faktur pajak yang dibuat dari saluran aplikasi e-Faktur Client Desktop akan tersedia secara periodik di Coretax DJP paling lambat H+2 setelah penerbitan faktur pajak," ujar Dwi. Dengan cara ini, informasi mengenai pajak akan selalu terjaga dan dapat diakses dengan mudah oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya