Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan buka suara mengenai pekembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Menurutnya, kurang lebih 10 hingga 15 perusahaan besar di industri TPT akan melakukan relokasi pabrik dari Vietnam ke Indonesia.
"Mereka akan masuk ke daerah-daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur," jelas dia usai forum Retreat Kepala Daerah yang berlangsung di Magelang, Kamis (27/2/2025).
Baca Juga
Dengan relokasi ini, lapangan kerja yang dibuka dalam satu setengah tahun ke depan mencapai 1,5 juta lapangan kerja.
Advertisement
Namun sebelum perusahaan TPT ini melakukan relokasi, mereka meminta agar Pemerintah Indonesia mempercepat proses perizinan seperti Izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Menurut Luhut, permintaan dari industri TPT ini sudah dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam pelaporan tersebut, Prabowo ingin bertemu langsung dengan para investor agar bisa mendengar secara langsung keluhan dan permintaan perusahaan yang akan merelokasi pabrik tersebut.
Selain itu, Luhut melanjutkan, dalam pertemuan DEN dengan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) dan perwakilan global apparel seperti Adidas dan Nike beberapa waktu Lalu, terungkap bahwa salah satu merek global akan meningkatkan ordernya di Indonesia hingga tiga kali lipat dalam tiga tahun ke depan, yang berpotensi menciptakan tambahan 100.000 lapangan kerja.
Meski demikian, Luhut mengakui bahwa masih terdapat berbagai tantangan yang dihadapi investor di sektor ini, seperti masalah pembebasan lahan, perizinan amdal, dan kebijakan upah. Namun, ia optimistis bahwa dengan koordinasi yang baik, kendala-kendala tersebut dapat diselesaikan.
Di sisi lain, kata Luhut, perlindungan pasar dalam negeri dari impor ilegal juga menjadi perhatian utama.
Wamenaker: Perusahaan Tekstil Indonesia Diambang Bangkrut
Sebelumnya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, mengungkapkan bahwa industri tekstil Indonesia tengah menghadapi tantangan berat. Banyak perusahaan di sektor ini, termasuk PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), dilaporkan berada di ambang kebangkrutan atau pailit.
"Banyak sekali perusahaan tekstil yang mengalami kesulitan. Lebih dari tiga berarti banyak, dan jumlahnya memang cukup signifikan," ujar Immanuel saat ditemui media di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Menurut Immanuel, persoalan ini tidak hanya menimpa Sritex, tetapi juga berbagai perusahaan tekstil lainnya, terutama di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
"Di Jawa Barat dan Jawa Tengah ada beberapa perusahaan tekstil yang menghadapi situasi sulit. Masalah ini harus segera ditangani dengan langkah strategis," tambah Wamenaker.
Ia menegaskan bahwa kasus Sritex hanyalah puncak gunung es, dan fenomena ini mencerminkan kondisi serius di industri tekstil nasional.
"Bukan hanya Sritex, masih banyak perusahaan tekstil lainnya yang menghadapi nasib serupa. Ini persoalan besar yang harus kita atasi bersama," tegas Immanuel.
Advertisement
Dampak Regulasi dan Banjir Impor Tekstil
Selain persoalan internal perusahaan, Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita, menyebutkan bahwa 11 ribu tenaga kerja di industri tekstil telah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal ini, menurut Reni, merupakan dampak dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Regulasi ini memudahkan masuknya beberapa komoditas tekstil impor ke Indonesia, sehingga pasar domestik dibanjiri oleh pakaian jadi dengan harga murah.
"Impor produk tekstil melalui marketplace dan media sosial semakin tidak terkendali. Sebelumnya saja sudah banjir, apalagi sekarang barang impor dijadikan bebas. Ini sangat berdampak pada produksi dalam negeri," jelas Reni.
Ia menilai kebijakan impor Kemendag kurang memperhatikan keseimbangan antara harga, supply, dan demand, sehingga memberikan tekanan besar pada industri tekstil nasional.
Solusi Strategis Diperlukan untuk Menyelamatkan Industri Tekstil
Wamenaker Immanuel menyerukan perlunya langkah strategis untuk menyelamatkan industri tekstil dari keterpurukan. Kolaborasi lintas kementerian dan evaluasi kebijakan impor menjadi salah satu kunci untuk mengatasi persoalan ini.
Dengan adanya sinergi yang baik antara pemerintah, pelaku usaha, dan pekerja, diharapkan industri tekstil Indonesia dapat pulih dan kembali bersaing di pasar domestik maupun internasional.Â
Advertisement
