Momen Ramadan dan Lebaran Bakal Sulit Angkat Ekonomi Indonesia, Ini Penyebabnya

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menilai momentum Ramadan dan Idul Fitri tidak cukup kuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat.

oleh Natasha Khairunisa Amani Diperbarui 27 Feb 2025, 17:00 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2025, 17:00 WIB
Momen Ramadan dan Lebaran Bakal Sulit Angkat Pertumbuhan Ekonomi, Ini Penyebabnya
Ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan tahunan (YoY) sebesar 5,02% pada kuartal IV 2024, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS). (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan tahunan (YoY) sebesar 5,02% pada kuartal IV 2024, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS).  Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2024 juga tercatat positif jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Q-to-Q), yakni tumbuh sebesar 0,53%.

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menilai momentum Ramadan dan Idul Fitri tidak cukup kuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat.

Salah satu faktornya, adalah efisiensi belanja pemerintah yang berdampak terhadap pendapatan masyarakat dan pelaku usaha di sektor akomodasi perhotelan, restoran, catering, serta sewa kendaraan.

"Jadi efeknya juga akan memperlambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada waktu Ramadan dan Lebaran,” kata Bhima kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (27/2/2025).

"Artinya pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2025 diperkirakan akan rendah. Meskipun ada Ramadan dan Lebaran tetapi sulit berada di angka 5 persen," ia menambahkan.

Bhima menyoroti adanya insentif diskon listrik yang berakhir pada Februari 2025. "Jadi ini juga akan membuat masyarakat lebih banyak menahan diri untuk berbelanja, lebih banyak saving," katanya.

Adapun tingginya angka Pemutusan Kerja (PHK) di sektor padat karya hingga sektor hilirisasi.

"(Kondisi) itu bisa berdampak juga pada pendapatan masyarakat terutama di daerah Sulawesi," papar Bhima.

Perang Dagang Beri Risiko pada Kinerja Ekspor

Selain itu, pelemahan ekonomi juga disebabkan oleh situasi eksternal dari segi kinerja ekspor. "Ada perang dagang, jadi menengah ke atasnya cenderung untuk lebih banyak saving daripada berbelanja. Jadi inflasi yang rendah juga menjelang Ramadan ini jadi pertanda bahwa sisi permintaan belum membaik," bebernya.

Sementara itu, dalam keterangan terpisah, ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda melihat bahwa pendukung pertumbuhan ekonomi di kuartal I tahun 2025 bisa datang dari momen momen Ramadan dan Lebaran

Hal ini dengan adanya kenaikan permintaan konsumen. "Saat momen lebaran pasti ada THR yang masuk. THR yang masuk bagi masyarakat kemudian mereka berbelanja sehingga konsumsi rumah tangga akan meningkat," paparnya.

 

Tak Lepas dari Hambatan

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Namun, Huda menambahkan, juga ada juga faktor-faktor yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi karena melemahnya konsumsi, seperti kenaikan harga-harga pangan atau energi yang di atur oleh pemerintah.

"Kita memang di 2 bulan ini bisa dibilang inflasi masih terjaga. Karena kemarin juga ada kebijakan berupa subsidi untuk ataupun diskon tarif listrik,” imbuhnya.

 

Indonesia Butuh Rp 13.032 Triliun Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Demi mencapai itu diperlukan investasi dalam jumlah besar untuk mendorong produktivitas ekonomi. 

Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Dedi Latip mengungkapkan berdasarkan perhitungan Bappenas, Indonesia membutuhkan investasi sebesar Rp13.032 triliun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.

“Dalam mencapai target tersebut perhitungan Bappenas diperlukan investasi PMDN dan PMA 13.032 triliun, ini cukup fantastis. Untuk 5 tahun ke depan dari periode 2025-2029 nilai tersebut naik 143 persen dari capaian realisasi investasi 10 tahun terakhir,” kata Dedi dalam keynote speech pada acara SMBC Indonesia Economic Outlook 2025, Selasa (18/2/2025).

Peluang dan Insentif

Dedi menambahkan, untuk menarik investasi besar, pemerintah menawarkan peluang di sektor hilirisasi sumber daya alam, energi baru dan terbarukan, ekonomi digital, hingga industri manufaktur berorientasi ekspor. 

Selain itu, untuk mendorong investasi, pemerintah juga memberikan insentif seperti super tax deduction hingga 300 persen untuk riset dan pengembangan (R&D) serta 200 persen untuk pelatihan vokasi disiapkan untuk mendorong produktivitas industri.

Dedi menuturkan, di sisi regulasi, pemerintah terus memperbaiki kemudahan berusaha  dan memperbaiki kebijakan turunan UU Ciptakerja.

Pemerintah memperkuat kepastian hukum melalui penetapan Service Level Agreement (SLA) dan prinsip fiktif positif melalui revisi PP No 5 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko

“Pemerintah juga menyempurnakan sistem perizinan Online Single Submission (OSS) dan merevisi aturan terkait kepastian hukum bagi investor,” ujar Dedi.

 

Peluang Perkuat Posisi Rantai Pasok Global

FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Sebagai negara dengan kekuatan besar, Dedi menyebut Indonesia memiliki peluang untuk semakin memperkuat posisi dalam rantai pasok global dan berkontribusi mengatasi berbagai tantangan dunia, seperti deglobalisasi, perubahan iklim, dan ketimpangan dalam pembangunan. 

“Tentu kita harus selalu optimis dan melakukan kolaborasi untuk mengambil peluang dan mengatasi tantangan yang muncul,” pungkasnya. 

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya