30 Juta Penduduk Dunia Masih Jadi Budak.

30 juta orang di dunia masih jadi budak, di Asia yang terbanyak

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 17 Okt 2013, 22:29 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2013, 22:29 WIB
budak-131017b.jpg

Laporan terbaru dari Global Slavery Index mengungkapkan sekitar 30 juta orang di seluruh dunia masih hidup di bawah tekanan dengan mengalami perbudakan modern. Data indeks tersebut dihimpun organisasi global dengan misi mengakhiri perbudakan modern, Walk Free Foundation (WFF) dari 162 negara.

WFF mendefinisikan perbudakan modern sebagai aktivitas melipatgandakan utang, perceraian paksa, penjualan atau eksploitasi anak, penjualan manusia dan penyiksaan terhadap buruh.

Dikutip dari Business Insider, Kamis (17/10/2013), perbudakan modern paling lazim terjadi di Mauritania, Afrika dengan jumlah 4% dari populasinya masih berstatus sebagai budak. Meski demikian, jumlah terbesar untuk aksi perbudakan terjadi di India.

Sementara itu, negara-negara dengan jumlah budak modern tertinggi dipegang Mauritania, Haiti, Pakistan, India, Nepal, Moldova, Benin, Pantai Gading, Gambia dan Gabon. Moldova merupakan satu-satunya negara Eropa yang masuk ke dalam deretan 10 besar negra dengan jumlah kasus perbudakan tertinggi.

Laporan tersebut juga menunjukkan, Mauritania merupakan negara dengan budaya perbudakan yang parah. Di sana orang-orang diperjualbelikan, disewa bahkan diberikan sebagai hadiah.

CEO WFF Nick Grono mengatakan, temuan ini sangat mengejutkan. "Di sana, bayi-bayi lahir untuk menjadi budak," katanya.

Dari 162 negara yang diteliti WFF dalam kasus perbudakan, Rusia berada di posisi ke-49, China ke-84, Amerika Serikat ke-134, Perancis ke-139. Dalam daftar kali ini, Inggris yang berada di posisi 160 dianggap menjalankan paling minim dalam menjalankan praktik perbudakan modern.

Dari segi jumlah budak modern, India tercatat memimpin daftar teratas dengan jumlah 13,95 juta budak, China 2,95 juta budak, dan Pakistan menyumbang 2,1 juta budak. Laporan tersebut juga mengungkapkan, sekitar 72% budak modern berasal dari kawasan Asia.

WFF berharap laporan tahunan tersebut dapat membantu pemerintah negara di seluruh dunia untuk mengawasi dan mengatasi kejahatan tersembunyi tersebut. "Banyak pemerintah yang tak mau menggubris laporan kami," ujar Grono.

Selama ini, WFF mengungkapkan negara yang ingin bekerjasama akan sangat terbuka dan ikut mencari cara mengatasi perbudakan yang masih terus terjadi hingga saat ini. "Banyak orang yang terkejut saat mengetahui perbudakan masih ada hingga kini," ungkap Grono yang menjelaskan masih banyak masyarakat yang berpikir perdagangan budak telah berakhir sejak 1800-an.

Menurutnya, banyak orang yang masih dikontrol dengan kekerasan. Budak-budak tersebut dipaksa bekerja dan tenaganya dieksploitasi begitu saja. Semua pekerjaan dilakukannya tanpa gaji dan tidak memiliki kebesan untuk hidup.

Sekadar informasi, lembaga yang berdiri sejak Mei tahun lalu itu didirikan dermawan kaya bernama Andrew Forrest. Perusahaan milik CEO Fortescue Metals Group ini berbasis di Perth, Australia.(Sis/Shd)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya