Radius Suhendra Super Yakin Ladang Uangnya di Usaha Tambang

Direktur Utama PT Indoferro, Radius Suhendra menerima tantangan pemerintah untuk membangun smelter di tengah penolakan pengusaha tambang.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Okt 2013, 19:34 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2013, 19:34 WIB
boss-131020b.jpg
Nekat, itulah kesan pertama saat mendengar cerita Radius Suhendra, Direktur Utama PT Indoferro, perusahaan pengolahan pemurnian bijih besi dan nikel. Ia mantap menjadikan bisnis tambang ini sebagai ladang uangnya.

Di saat penolakan pengusaha tambang untuk membangun smelter, dia justru menerima tantangan pemerintah melaksanakan Undang-undang (UU) Minerba Tahun 2009.

Generasi kedua dari Chairman Growth Steel Group, perusahaan baja, Fajar Suhendra ini memilih karir sebagai pengusaha pertambangan mengikuti jejak sang ayah dengan mendirikan Indoferro pada 2008.

Radius mengaku, Indoferro terbentuk dari hasil patungan bersama perusahaan asal Hongkong dengan suntikan modal puluhan juta dolar Amerika Serikat (AS).

"Pendanaan awal yang dialokasikan untuk mendirikan perusahaan ini sebesar US$ 80 juta. Saat itu pendanaan kami terbatas, dan muncul perbankan ekspor milik pemerintah memberikan pinjaman kepada kami," terang dia saat berbincang dengan Liputan6.com di kantornya, Cilegon, seperti ditulis Minggu (20/10/2013).

Modal besar rupanya tak menciutkan nyali Pria berkacamata ini untuk serius melakoni bisnis menjanjikan tersebut. Alasannya, demi kontribusi anak bangsa terhadap negaranya dengan menjalankan amanah pemerintah untuk membangun smelter.

"Saya melihat potensi bisnis hilirisasi punya potensi besar di tahun-tahun mendatang karena arahnya sudah mulai ke sana. Apalagi pemerintah mewajibkan perusahaan tambang dirikan smelter, jadi saya menerima tantangan itu," kata Radius.

Saat itu, Radius menggambarkan kondisi sulitnya memperoleh pendanaan dari perbankan. Bank-bank umum masih menutup pintu untuk membiayai proyek smelter. "Ada risiko bagi perbankan karena belum banyak bermain di sektor ini. Tapi saya mau menjalaninya biarpun risiko dan modalnya besar," ujar dia.

Dalam hatinya, dia berkeyakinan besar, setiap bisnis pasti menguntungkan asalkan ada niat untuk serius menggarap maupun mengembangkan usaha tersebut.

"Juga berbekal dukungan masyarakat dan pemerintah. Jadi jalanin saja karena kebutuhan produk mineral olahan sangat besar ke depan, sehingga saya merasa tidak ada persaingan meski banyak perusahaan ikut bangun smelter," tutur Radius.

Contohnya saja pembangunan smelter besi dan nikel di Cilegon, Indoferro merogoh investasi hingga US$ 130 juta. Radius bilang, ini untuk menggenjot penjualan besi dan nikel olahan pada tahun-tahun mendatang dengan proyeksi sebesar US$ 70 juta pada akhir 2013.

"Ambisi lainnya adalah menguasai pasar ekspor di seluruh kawasan Asia mengingat pasar di Eropa sudah mulai jenuh. Serta membawa Indoferro untuk segera melantai di bursa (IPO) pada 2015," ujarnya.

Dia juga mengaku, berencana mengakuisisi lahan pertambangan yang sudah berproduksi (brown field). Kini, Indoferro telah menyerap sebanyak 1.100 karyawan yang berasal dari daerah sekitar pabrik, wilayah Bandung dan lainnya.

"Awalnya tim proyek kami cuma 300 orang dan sekarang sudah mencapai 1.100 karyawan. Dulu juga kami merelokasi 150 kepala keluarga (KK) dari tiga kampung ke radius 5 kilometer dari pabrik saat mendirikan Indoferro," kata  Radius. (Fik/Ahm)     

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya