Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyatakan mayoritas kasus pelanggaran perpajakan adalah penerbitan faktur pajak yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena Pajak.
Direktur Intelejen dan Penyelidikan Ditjen Pajak, Yuli Kristiyono mengatakan, penerbitan faktur pajak yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak merupakan tindak pidana. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 39A, Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Pidana pajak dengan menggunakan modus faktur pajak," kata Yuli, di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (16/1/2013).
Menurut Yuli, pelanggaran faktur pajak merupakan pelanggaran yang populasinya terbesar, di antara kasus pajak lainnya yang ada.
"Yang paling banyak segi populasi, modus faktur ini banyak, kedua memungut tidak menyetor kebanyak bendahara yang bertransaksi dengan bendahara. Ketiga menyampaikan SPT isinya tidak benar banyak," ungkapnya.
Yuli menambahkan, modus faktur pajak tersebut tidak sendirian, ada yang berperan sebagai penerbit faktur, perantara, dan pengguna.
"Perantara tidak cukup satu. Dan kami coba ungkap semuanya," tutur Yuli.
Dirinya mengungkapkan, pihaknya akan terus melakukan penyelidikan dan penegakan hukum untuk menangani tindak pidana tersebut. Pasalnya selalu saja ada permintaan dari konsumen terhadap faktur pajak tersebut.
"Dengan hanya menyidik penerbitnya tidak menangani para perantara, selalu saja ada permintaan terhadap faktur pajak ini. Kita akan tangani penerbit, pengguna, perantara, agen sales atau orang suruhan. Kita juga akan kembangkan ke modal lain degnan memanfaatkan kekuatan kami," pungkasnya. (Pew/Ahm)
Baca juga:
Dirjen Pajak Malu dengan Manajemen Perpajakan RI
Dirjen Pajak Geram Usulan Tambah Pegawai Tak Jua Dipenuhi
RI Rela Duit Melayang daripada Bijih Mineral Diekspor Gila-gilaan
Direktur Intelejen dan Penyelidikan Ditjen Pajak, Yuli Kristiyono mengatakan, penerbitan faktur pajak yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak merupakan tindak pidana. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 39A, Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Pidana pajak dengan menggunakan modus faktur pajak," kata Yuli, di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (16/1/2013).
Menurut Yuli, pelanggaran faktur pajak merupakan pelanggaran yang populasinya terbesar, di antara kasus pajak lainnya yang ada.
"Yang paling banyak segi populasi, modus faktur ini banyak, kedua memungut tidak menyetor kebanyak bendahara yang bertransaksi dengan bendahara. Ketiga menyampaikan SPT isinya tidak benar banyak," ungkapnya.
Yuli menambahkan, modus faktur pajak tersebut tidak sendirian, ada yang berperan sebagai penerbit faktur, perantara, dan pengguna.
"Perantara tidak cukup satu. Dan kami coba ungkap semuanya," tutur Yuli.
Dirinya mengungkapkan, pihaknya akan terus melakukan penyelidikan dan penegakan hukum untuk menangani tindak pidana tersebut. Pasalnya selalu saja ada permintaan dari konsumen terhadap faktur pajak tersebut.
"Dengan hanya menyidik penerbitnya tidak menangani para perantara, selalu saja ada permintaan terhadap faktur pajak ini. Kita akan tangani penerbit, pengguna, perantara, agen sales atau orang suruhan. Kita juga akan kembangkan ke modal lain degnan memanfaatkan kekuatan kami," pungkasnya. (Pew/Ahm)
Baca juga:
Dirjen Pajak Malu dengan Manajemen Perpajakan RI
Dirjen Pajak Geram Usulan Tambah Pegawai Tak Jua Dipenuhi
RI Rela Duit Melayang daripada Bijih Mineral Diekspor Gila-gilaan