3 Syarat Utang yang Diperbolehkan dalam Islam, Pahami agar Tidak Menjadi Beban

Tiga syarat utama utang yang diperbolehkan dalam Islam. Ketentuan ini bertujuan untuk menghindari praktik yang merugikan baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

oleh Putry Damayanty diperbarui 29 Jan 2025, 16:30 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2025, 16:30 WIB
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Utang menjadi hal yang dianggap lumrah bagi sebagian besar masyarakat saat ini. Utang dilakukan Baik dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk transaksi ekonomi yang lebih besar.

Tidak ada larangan untuk berutang, namun bukan berarti boleh dilakukan secara sembarangan. Islam sangat memerhatikan aspek moral, etika, dan keadilan dalam semua jenis transaksi, termasuk perihal utang piutang.

Dalam konteks ekonomi, utang bisa menjadi solusi yang membantu seseorang memenuhi kebutuhan atau tujuan tertentu, seperti membeli rumah, membayar biaya pendidikan, atau memenuhi kebutuhan hidup lainnya.

Dalam hal ini Islam memberikan pedoman yang jelas mengenai bagaimana utang seharusnya dilakukan agar tidak merugikan salah satu pihak, baik itu pihak yang memberi utang maupun yang berutang.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi agar utang yang dilakukan tetap sesuai dengan prinsip syariat. Berikut ulasannya dikutip dari cahayaislam.id.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Dalil tentang Utang Piutang dalam Islam

Utang konsumtif
Beli Tiket Konser Coldplay sebagai Self Reward, Awas Kebablasan Jadi Utang Konsumtif. Ilustrasi uang. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.... Selengkapnya

Pinjam-meminjam harta menjadi salah satu muamalah yang kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memutuskan berutang umumnya terdesak karena kebutuhan. Oleh karena itu, memberikan utang atau kepada yang membutuhkan termasuk perbuatan baik.

Di sisi lain, utang termasuk hal yang mendatangkan tanggung jawab besar karena kewajiban melunasinya, sekecil apapun nilainya. Utang yang tidak dilunasi akan tercatat sebagai dosa dan menghalangi masuk surga. Ayat dan hadis tentang utang piutang terdapat dalam ayat Al Qur’an berikut ini:

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al Maidah: 2)

Orang yang memberi bantuan kepada orang yang berutang pahalanya sama halnya dengan sedekah.

3 Syarat Diperbolehkan Berutang

Dompet Kontinental
Ilustrasi Dompet Kontinental. (Shutterstock/Inna Vlasova)... Selengkapnya

Allah memerintahkan kepada setiap hamba-Nya agar membantu sesama dan selalu berbuat baik, salah satunya memberi pinjaman. Berikut ini di antara syarat yang diperbolehkan untuk berutang dalam Islam:

1. Tidak Mendatangkan Keuntungan

Hukum utang barang dalam Islam bisa dilihat dari hukum asal berutang yaitu boleh, sesuai dengan surah Al-Baqarah ayat 282. Namun, hukum berhutang bisa berubah sesuai dengan niat atau tujuan seseorang. Berhutang menjadi haram jika seseorang dengan sengaja berniat menangguhkan pembayaran.

Ketentuan lainnya tentang hukum berhutang menjadi makruh jika seorang tidak mampu membayarnya sesuai kesepakatan, sebab dalam keadaan terdesak. Menurut Wahbah az Zuhaili terdapat, syarat akad utang piutang yaitu tidak mendatangkan keuntungan.

Jika kesepakatan hutang piutang mendatangkan keuntungan bagi si pemberi pinjaman, maka ulama sepakat bahwa hal tersebut tidak boleh. Ketika penerima pinjaman mendapatkan keuntungan, maka diperbolehkan. Namun, ketika dari sisi pemberi dan penerima pinjaman memperoleh keuntungan maka akad tersebut tidak diperbolehkan.

2. Tidak Berbarengan dengan Transaksi Lainnya

Jenis-jenis utang yang diperbolehkan selanjutnya yaitu tidak disertai dengan transaksi lainnya. Oleh karena itu, harus ada pemisahan antara transaksi jual beli dengan utang piutang.

3. Keadaan yang Mendesak

Islam memperbolehkan umatnya berutang dalam beberapa kondisi salah satunya dalam keadaan terpaksa seperti untuk memenuhi kebutuhan pokok. Jenis-jenis utang yang dibolehkan ini harus juga didasari pemikiran sebagaimana hadist berikut ini:

“Sesungguhnya seseorang apabila sedang berutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya.” (HR. Bukhari no 2222)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya