Liputan6.com, Jakarta - Sepak bola Indonesia terus berbenah sejak larangan penggunaan anggaran daerah (APBD) untuk membiayai operasional klub pada musim 2007/2008. Jelang kompetisi ISC (Indonesia Soccer Championship), Direktur Utama PT Gelora Trisula Semesta, Joko Diyono, menerangkan soal terobosan pembatasan anggaran belanja pemain sebuah klub di ISC.
Pembatasan anggaran belanja pemain, atau yang dikenal dengan budjeting cap dijelaskan Joko Driyono sebagai langkah memproteksi klub peserta Indonesia Soccer Championship (ISC). Hal ini disampaikannya pada acara diskusi Free Kick PSSI Pers di Pintu 1 Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (10/3/2016).
Baca Juga
- Borussia Dortmund Vs Tottenham: Uji Konsistensi
- Legenda MotoGP Desak Rossi-Marquez Baikan
- Terungkap, Pemain Arsenal Adakan Rapat Rahasia Tanpa Wenger
Dalam manager meeting 11 peserta ISC pada 26 Ferbuari lalu, PT GTS selaku operator kompetisi mengeluarkan regulasi soal budgeting cap. Sebuah klub tidak bisa belanja pemain lebih dari Rp 10 miliar rupiah dan batas bawah pengeluaran dalam belanja adalah Rp 5 miliar.
"Cap 10 miliar, floor 5 miliar. Kalau ada yang belanja di bawah 5 miliar kompetisi jadi tidak kompetitif," tutur pria yang akrab disapa Jokdri ini kepada wartawan.
Dia tak menampik jika sebuah klub tetap beresiko kesulitan keuangan. "Salary dan budgeting cap gunanya memproteksi gaji pemain. Regulasi ini membuat pemain merasa aman soal kepastian cairnya gaji mereka," tutur Jokdri lagi.
PT Liga Indonesia yang dikelolanya musim lalu, telah mencatat angka lebih dari Rp 190 miliar untuk belanja pemain 22 klub profesional. Bila dirata-rata, satu klub hanya mengeluarkan Rp 8,9 miliar.
"Uangnya tidak berubah. Kalau pemain bicara kontrak mereka turun, itu tidak relevan. Karena yang kita bicarakan bukan pembatasan gaji, tapi anggaran belanja pemain," jelas dia.
Advertisement