Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan kamera mata elang atau hawk eye telah memasuki tahun ketiga sampai Indonesia Open 2016 kemarin. Dua kamera ultra slow-motion tersebut membantu pemain yang ingin menggugat keputusan wasit, terutama perdebatan bola masuk atau keluar.
Baca Juga
- 6 Kali Juara, Lee Chong Wei Janji Kembali ke Indonesia
- Final Indonesia Open: Yong Dae/Yeon Seong Gugup Diteriaki Fans
- Tunggal Putri Muda Taiwan Tak Menyangka Juara Indonesia Open
Permintaan atlet menggunakan hawk eye ini biasa disebut dengan Challenge. Namun, Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) baru mampu memasang kamera mata elang ini untuk satu lapangan. Hal tersebut dikatakan oleh Thomas Lund, Sekretaris Umum BWF dalam konferensi pers penutupan BCA Indonesia Open, Minggu (5/6/2016) malam.
"Sebetulnya di semua turnamen memang tidak pernah dipasang lebih dari satu lapangan. Banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya teknologi ini tergolong mahal," tutur Lund kepada wartawan.
Teknologi baru dalam dunia bulu tangkis tersebut mulai digunakan pada Super Series Finals, Desember 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia. 'Raja Badminton' Lee Chong Wei menjadi pemain pertama yang menggunakan mata elang ini, saat mengalahkan pemain Tiongkok Wang Zhengming.
Sistem mata elang biasa dipakai dalam empat ajang besar tenis Grand Slam. Inovasi penggunaan kamera dengan animasi komputer tersebut juga merupakan upaya oleh BWF untuk menarik lebih banyak pemain top dunia.
"Kami memulai untuk memasangnya di satu lapangan, ingin sebetulnya menerapkannya pada seluruh lapangan tapi lagi-lagi masalah finansial. Mari kita sama-sama menunggu, dalam beberapa tahun ke depan teknologi ini akan menjadi lebih murah," ujar Lund.
Secara keseluruhan, penyelenggaraan Indonesia Open menurutnya sudah berjalan sesuai yang dia rencanakan.
"Saya di Jakarta seminggu penuh. Turnamen ini sejujurnya buat saya sudah berjalan mulus dan baik. Apa yang saya lihat dan rasakan, benar-benar luar biasa."
"Saya kagum dengan suporternya, walau kita tahu tidak ada pemain Indonesia di final. Saya datang ke Istora, atmosfer masyarakatnya mencintai bulu tangkis," ujar Lund.
Advertisement