KOLOM: Ronaldo Memang Luar Biasa

Simak ulasan Asep Ginanjar soal prestasi Portugal di Piala Eropa dan fenomena Cristiano Ronaldo.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Jul 2016, 08:10 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2016, 08:10 WIB
  Asep Ginanjar
Kolom Bola Asep Ginanjar (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Hampir sepekan Piala Eropa berlalu. Seperti prediksi kolom ini pada pekan pertama gelaran akbar se-Eropa tersebut, kejutan tersaji. Portugal muncul sebagai juara baru. Mereka menapaki jejak Denmark, 24 tahun silam, dan Yunani, 12 tahun yang lalu. Sebuah siklus 12 tahunan? Mungkin begitu.

Kejutan Portugal juga bisa dikatakan fenomenal. Sepanjang turnamen, tim arahan Fernando Santos, seorang insinyur listrik dan telekomunikasi, hanya sekali menang dalam regular time, 90 menit. Itu dibukukan pada semifinal menghadapi Wales.

Sisanya, mereka tiga kali draw di fase grup, dua kali menang lewat perpanjangan waktu, dan sekali lolos ke babak berikutnya berkat menang adu penalti. Juara yang beruntung? Undeserved champion (juara yang tak pantas)? Entahlah.

Akan tetapi, seperti juga diprediksi kolom ini sepekan sebelum Piala Eropa digulirkan, kita menyaksikan partai final yang membosankan. Mungkin inilah final paling menjemukan sepanjang sejarah Piala Eropa yang dihelat sejak 1960. Prancis dan Portugal tak menyuguhkan pertarungan sengit dan berbalas gol. Kedua tim seperti antiklimaks setelah tampil hebat pada semifinal.

Hal yang menjadi highlight dan membekas di ingatan hanyalah cedera lutut yang memaksa Cristiano Ronaldo meninggalkan lapangan tepat pada pertengahan babak pertama.

Ini mengingatkan momen serupa di final Piala Dunia 1998 yang juga dihelat di tempat yang sama, Stade de France di Saint-Denis. Kala itu, Ronaldo lain, Ronaldo Luiz Nazario de Lima, juga tak berdaya, menjadi anonim dalam 90 menit. Kutukan Ronaldo? Ah, sudahlah...

Cristiano Ronaldo menciumi Piala Eropa 2016 usai memenangkan laga melawan Prancis di Stade de France, Senin (11/7). Portugal menang dengan skor tipis 1-0. (REUTERS)

Momen lainnya tentu saja saat Ronaldo bertingkah bak pelatih di pinggir lapangan begitu kembali setelah mendapatkan perawatan. Bukan hanya berteriak-teriak memotivasi rekan-rekannya, dia juga melontarkan instruksi-instruksi kepada mereka. Tangannya berkali-kali menunjuk ke sana ke mari.

Overacting, ingin tetap menjadi sorotan, narsisme khas Ronaldo. Cibiran-cibiran itulah yang berhamburan ketika video tingkah eks penggawa Sporting Clube dan Manchester United itu beredar di dunia maya. Begitulah, segala sesuatu tentang Ronaldo, mungkin karena tampang dan gaya mainnya di lapangan, selalu menimbulkan interpretasi negatif.

Jika memang ingin tetap dipandang sebagai orang yang paling berjasa, lewat tingkahnya itu, Ronaldo bisa dikatakan berhasil. Dia sukses memalingkan wajah publik sepak bola dari Eder, sang pahlawan kemenangan Seleccao das Quinas.

Di pelbagai media, tak terkecuali media sosial, lebih banyak bahasan tentang Ronaldo ketimbang penyerang milik Swansea City yang pada awal tahun dipinjamkan ke OSC Lille tersebut.

Padahal, apa bedanya Eder dengan Oliver Bierhoff, pahlawan kemenangan Jerman di final Piala Eropa 1996? Kala itu, Bierhoff bukanlah nama besar, hanya seorang penggawa klub semenjana bernama Udinese.

Cristiano Ronaldo dan tim kesebelasan menyapa pendukung mereka di atas bus terbuka saat kembali ke Lisbon, Portugal, Senin (11/7). Portugal menjadi juara Piala Eropa 2016 usai mengalahkan Prancis di final. (REUTERS / Rafael Marchante)

Pemimpin Sejati

Akan tetapi, bila dipikir secara jernih, sebenarnya sangat wajar bila Ronaldo tetap ingin memberikan kontribusi besar. Bagaimanapun, dialah lokomotif yang menarik gerbong-gerbong harapan rakyat Portugal untuk berjaya di kancah sepak bola.

Selepas kegagalan generasi emas Luis Figo cs., CR7 adalah harapan utama. Posisinya persis Lionel Messi bagi Argentina dan Neymar bagi Brasil pada saat ini.

Sebagai pemimpin, Ronaldo merasa perlu untuk tetap menunjukkan ketegaran dan kepeduliannya kepada tim. Para pemain Portugal pun tak terganggu oleh tingkah sang kapten. Sebaliknya, mereka nyata-nyata mengakui energi positif dari totalitas sang kapten.

Seperti dikatakan bek kanan Cedric Soares, kata-kata Ronaldo di ruang ganti saat jeda pertandingan adalah sumber kekuatan bagi timnya. Sementara itu, Eder mengaku diyakinkan Ronaldo untuk mencetak gol. Padahal, seumur-umur, dia hanya mencetak gol dalam uji tanding bagi Seleccao das Quinas. Itu pun hanya tiga kali.

Ronaldo sukses menunjukkan diri sebagai pemimpin sejati. Dengan kata-katanya, dia meyakinkan semua penggawa Seleccao das Quinas bahwa tanpa dirinya pun mereka akan bisa juara.

Eder, pahlawan kemenangan Portugal saat menjuarai Piala Eropa 2016. (AFP/Miguel Medina)

Dia menyingkirkan kegamangan rekan-rekannya dengan mengingatkan bahwa kekuatan terbesar sebuah tim adalah kebersamaan dan kesatuan. Lalu, lewat bahasa tubuhnya di pinggir lapangan, Ronaldo menunjukkan bahwa dirinya tetap ada bagi mereka.

Seperti dikatakan Bernard Law "Monty" Montgomery, seorang jenderal Inggris yang berjibaku di Perang Dunia I dan Perang Dunia II, kepemimpinan pada dasarnya adalah kapasitas dan kesanggupan menggerakkan orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan, menuju tujuan yang sama dan karakter yang membangkitkan kepercayaan diri. Itulah yang ditunjukkan Ronaldo di Stade de France.

Quaresma menyanjung tinggi-tinggi kualitas istimewa Ronaldo yang satu ini. Menurut dia, hal tersebut menjadi pembeda yang sangat nyata. Dia tak ragu menyebut penggawa Real Madrid itu sebagai kapten yang hebat dan satu-satunya pemain yang dikaguminya di kancah sepak bola.

Kontribusi Besar

Kepemimpinan itulah yang menjadi pembeda Portugal dari Prancis. Di lapangan, Les Blues memang memiliki banyak pemain brilian. Tapi, tak ada sosok seperti Ronaldo. Kapten Lloris, Patrice Evra yang dituakan, dan Blaise Matuidi yang jadi pilar sekaligus salah satu figur di tim bukan sosok karismatik. Demikian pula dengan sang bintang muda, Paul Pogba dan Antoine Griezmann.

Sulit dimungkiri, Ronaldo adalah salah satu bintang utama di Piala Eropa kali ini. Bukan hanya oleh kepemimpinannya bagi Portugal sepanjang turnamen, melainkan juga performanya di lapangan. Dia memang tak semenonjol Gareth Bale di Wales atau setajam Griezmann bagi Prancis, tapi kontribusinya sangat besar bagi Portugal.

Jika hanya melihat angka, tiga gol dan tiga assist bukanlah statistik aduhai bagi sosok yang dipandang sebagai salah satu bintang utama di pentas dunia saat ini. Meski demikian, bila dicermati, gol-gol CR7 memiliki makna mahabesar bagi Seleccao das Quinas.

Dua gol CR7 saat menghadapi Hungaria memastikan Portugal meraih satu poin dan melangkah ke fase gugur sebagai salah satu peringkat ketiga terbaik. Gol pertama menyamakan kedudukan menjadi 2-2, sedangkan gol keduanya menjadikan kedudukan 3-3. Lalu, golnya ke gawang Wales pada semifinal adalah kunci yang membuka pintu kemenangan 2-0.

Striker Portugal, Cristiano Ronaldo (kanan), merayakan gol ke gawang Hungaria pada laga Grup F Piala Eropa 2016 di Stade de Lyon, Lyon, Rabu (22/6/2016). (AFP/Philippe Desmazes)

Kontribusi CR7 tak terbatas gol dan assist. Pada babak 16-besar menghadapi Kroasia, gol tunggal yang dicetak Quaresma berasal dari tembakannya yang dimentahkan kiper Danijel Subasic.

Lalu, pada babak berikutnya, dia menjadi eksekutor pertama dalam adu penalti melawan Polandia. Saat penentuan eksekutor, dia jugalah yang mendorong rekan-rekannya agar berani mengajukan diri untuk mengambil penalti.

Menilik kontribusi yang demikian besar itu, terlalu naif atau bahkan mengada-ada ketika ada yang menyebutkan CR7 tak pantas berada di best XI Piala Eropa kali ini. Bagaimanapun, tanpa Ronaldo, kejayaan di pentas sepak bola sepertinya akan tetap jadi angan-angan belaka bagi Portugal.

Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale usai menjalani laga Semi Final Piala Eropa 2016 di Parc Olympique Lyonnais, Perancis, Kamis (7/7). Portugal menang atas Wales dengan skor akhir 2-0. (REUTERS)

Boleh-boleh saja orang tak suka kepada Ronaldo karena segudang alasan. Tapi, rasanya siapa pun tak bisa memungkiri, dia menunjukkan hal yang luar biasa di Piala Eropa lalu, terlebih saat final di Stade de France.

Gelar juara Piala Eropa merupakan prestasi tertinggi dalam sejarah sepak bola Portugal. Meski negara ini menciptakan banyak pemain sepak bola hebat mulai dari Eusebio, Rui Costa, Luis Figo sampai Ronaldo, gelar juara tak kunjung datang hingga 11 Juli 2016 lalu. Maka itu, pantaslah disebut Ronaldo memang bintang terhebat di sejarah sepak bola Portugal.

*Penulis adalah jurnalis, pengamat sepakbola dan komentator. Tanggapi kolom ini @seppginz.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya