Liputan6.com, Jakarta - Operator kompetisi menciptakan berbagai ajang untuk menghibur pecinta sepak bola di seluruh penjuru dunia. Kebanyakan bagus, tapi tidak sedikit pula yang berantakan. Tulisan ini menceritakan salah satu turnamen paling unik sepanjang sejarah: Anglo-Italian Cup.
Tidak banyak orang memiliki kenangan positif terhadap Anglo-Italian Cup. Maka wajar jika publik melupakannya.
Baca Juga
Turnamen ini bermula dari final Piala Liga Inggris 1969. Swindon Town membuat kejutan dengan mengalahkan Arsenal memaksimalkan kesalahan Ian Ure.
Advertisement
Sebagai pemenang, The Robins seharusnya mendapat tiket Piala Fairs (juga dikenal dengan nama Inter-Cities Fairs Cup), yang kemudian menjadi Piala UEFA dan Liga Europa. Namun, Swindon Town akhirnya dilarang karena saat itu berstatus klub Divisi III. Ada batas kasta bagi peserta kompetisi Eropa. Swindon Town bernasib sama seperti Queens Park Rangers (QPR) yang merasakan hal serupa dua tahun sebelumnya.
Football League selaku operator kompetisi sepak bola Inggris sudah menjadi sasaran amarah publik menyusul nestapa QPR. Enggan peristiwa sama terulang, mereka pun menggelar turnamen internasional.
Luigi Peronace kemudian memainkan peran. Warga Italia berdomisili London ini menggunakan koneksinya untuk membantu Football League. Saat masih remaja, dia mengatur pertandingan antara tentara Inggris yang berada di Italia selama Perang Dunia sebelum belajar teknik di Turin.
Di sana Juventus menawarkan posisi sebagai penerjemah bagi William Chalmers, pelatih asal Skotlandia yang baru ditunjuk. Peronace lalu hengkang ke Lazio untuk mengurus transfer. Reputasinya terus berkembang. Dia menjadi agen ketika posisi itu belum dikenal seperti sekarang. Peronace kemudian menjadi perantara transfer Jimmy Greaves (Chelsea ke AC Milan), John Charles (Leeds United ke Juventus), dan Denis Law (Manchester City ke Torino).
Solusi yang ditawarkan bagi Football League adalah duel antara juara kompetisi turnamen di Inggris (Piala Liga atau Piala FA) melawan juara Coppa Italia. Swindon Town kemudian bertemu AS Roma dalam format home and away. Tanpa dugaan, The Robins meraih kemenangan agregat 5-2 atas lawan yang memiliki reputasi lebih besar.
Â
Saksikan Video Bola Berikut Ini
Format Unik dan Inovasi
Kompetisi itu menggunakan nama resmi Anglo-Italian League Cup. Ajang bergulir pada 1970, 1971, 1975, dan 1976. Bologna, Tottenham Hotspur, Fiorentina, dan Napoli mengikuti jejak Swindon Town sebagai pemenang.
Namun, pada waktu hampir bersamaan, muncul kompetisi baru dengan semangat sama bernama Anglo-Italian Cup. Turnamen ini mulai bergulir pada 1970 dan melibatkan 12 tim.
Peserta dibagi menjadi tiga grup berisi masing-masing dua wakil Inggris dan Italia. Tim kemudian diadu menggunakan sistem kompetisi penuh. Dari hasil itu, tim terbaik Inggris dan Italia dipilih untuk bertemu di final.
Format unik ini hanya salah satu inovasi Anglo-Italian Cup. Perbedaan lain berupa peraturan offside yang baru berlaku di kotak penalti. Tim boleh melakukan lima pergantian serta pemain mengenakan nomor permanen dalam skuat, sesuatu yang belum dikenal pada saat itu.
Panitia juga menghargai tim dengan strategi menyerang. Kala itu pemenang dihargai dua angka. Kini tim bakal mendapat tambahan poin setiap gol yang mereka ciptakan terlepas hasil pertandingan.
Advertisement
Panggung Tim Kecil Inggris
Pada edisi pertama, wakil Italia jauh difavoritkan. Sebab, para raksasa Serie A hanya perlu meladeni nama-nama seperti Swindon Town, West Bromwich Albion, dan Wolverhampton Wanderers.
Namun, hasil laga menunjukkan hal berbeda. Tim Italia diketahui kurang serius mengikuti kompetisi. Di sisi lain, tim Inggris mengusung semangat tinggi demi membangun reputasi di pentas internasional.
Kombinasi itu berbuah kesuksesan Swindon Town menghajar Juventus dengan agregat 5-0. Sheffield Wednesday membungkam Napoli 4-3 dan West Brom mencukur Roma 4-0.
Di final, Swindon Town menghadapi Napoli. The Robins sudah unggul 3-0 atas lawan yang kehilangan sejumlah pemain kunci karena menjalani tugas internasional pada menit ke-62.
Sayang kekerasan suporter meledak. Pertandingan dihentikan di menit ke-79 dan Swindon Town ditetapkan sebagai pemenang. Sebanyak 40 polisi dan 60 penonton terluka, dengan lusinan suporter ditangkap. Napoli pun dihukum tampil di kompetisi Eropa selama dua tahun.
Menurunnya Minat
Anglo-Italian Cup terus bergulir. Namun, berkurangnya jumlah penonton dan rendahnya minat membuat Football League menarik diri usai 1973.
Meski begitu, Anglo-Italian Cup nyatanya hidup kembali tiga tahun kemudian. Kali ini kompetisi melibatkan tim semi amatir. Namun, terjadi penurunan peserta seiring berjalannya waktu.
Hal tersebut berujung perubahan format kompetisi. Anglo-Italian Cup juga mengalami empat perubahan identitas karena masalah sponsor. Dengan berbagai masalah, turnamen berlangsung hingga 1986 sebelum kembali vakum.
Popularitas sepak bola di Inggris kembali meningkat pada awal 1990-an menyusul terbentuknya Premier League dan Liga Champions. Upaya menghidupkan kembali Anglo-Italian Cup mencuat dan ajang kembali bergulir pada 1992.
Sayang problema tetap muncul. Salah satunya format rumit pada kualifikasi yang melibatkan tim Divisi I Inggris dan Serie B.
Terjadi pula keributan di lapangan pada laga Ancona vs Birmingham City. Seluruh pemain adu jotos, dengan pelatih Ancona ikut berjibaku.
Â
Advertisement
Kenangan Manis Suporter
Pada akhirnya usia Anglo-Italian Cup tidak bertahan lama. Kompetisi tidak mampu bersaing dengan Premier League dan Liga Champions. Edisi 1996 jadi ajang terakhir.
Meski begitu, ajang ini tidak melulu meninggalkan kesan negatif. Suporter Swindon Town memiliki kenangan menaklukkan Juventus. Begitu pula Carlisle United yang menaklukkan AS Roma di Olimpico.