`Class of 92` MU Ternyata Saling Benci

Paul Scholes, Nicky Butt, Ryan Giggs, Gary dan Phil Neville, serta Ryan Giggs, berbagi cerita pertemuan pertama mereka. Mereka saling benci.

oleh Liputan6 diperbarui 04 Des 2013, 19:17 WIB
Diterbitkan 04 Des 2013, 19:17 WIB
mu-kelas-92-131204b.jpg

Siapa yang menduga apabila enam orang pemain MU yang dianggap sebagai generasi emas di masa kepemimpinan Sir Alex Ferguson ternyata saling benci satu sama lain. Generasi emas itu kini dikenal dengan nama 'Class of 92'. 'Class of 92' merupakan sebutan untuk enam pemain lulusan akademi MU, yakni Paul Scholes, Nicky Butt, Ryan Giggs, Gary dan Phil Neville, serta Ryan Giggs yang memulai karier seniornya sejak 1992.

Dalam sebuah wawancara yang dilakukan BBC.co.uk, 2 Desember lalu, diketahui apabila pertemuan mereka tidaklah berawal dengan baik. Dari keenam pemain tersebut beberapa dari mereka saling benci satu sama lain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan kerasnya bimbingan Sir Alex, keenamnya berhasil bersatu dan memberi sukses kepada MU.

"Ketika kami bertemu untuk pertama kalinya, kami tidaklah menyukai satu sama lain seperti saat ini. Saya pikir pemain (Manchester) United adalah pemain yang sombong. Nicky Butt mencoba untuk menjegal gary Neville di Liga Sunday. Kami tidaklah membenci satu sama lain, hanya belum memiliki hubungan seperti saat ini. Ketika saya melihat ke masa lalui, itu semua terasa spesial," ujar Beckham.

Beckham pun memberikan pujian kepada Scholes. Beckham menjabarkan sosok Scholes sebagai seorang yang sangat berbakat, pendiam, tapi juga bisa bermain kotor. Beckham mengungkapkan tekel Scholes bisa saja membunuh seseorang ketika pemain berjuluk 'Ginger Prince' itu melakukan tekel yang buruk.

Sementara itu, Butt mengatakan apabila dirinya sangat membenci Gary Neville. Pasalnya Butt dan Neville pernah menjadi rival sebelum bergabung dengan MU.

"Saya membenci Gary Neville ketika pertama kali bertemu dengannya. Ketika bertemu untuk kali pertama, saya bermain melawannya, ketika skuat muda MU melawan Bury junior. Saya tahu betul dia adalah pemain yang hebat, tapi dia tidak pernah berhenti berbicara sepanjang pertandingan. Dan dia masih melakukan hingga sekarang, dia tidak pernah menutup mulutnya," kata Butt.

"Saya tidak tahan dengan sikapnya, saya tidak menyukainya. Saya ingin menjatuhkannya, saya ingin menunjukan seberapa hebat saya saat melawannya. Ketika kami bertemu di tempat latihan, dan ketika kami telah akrab, dia pun menjadi rekan terbaik saya. Dan dia pun masih menjadi rekan terbaik saya hingga saat ini," terang Butt.

Berbeda dengan dua rekannya, Phil Neville tampaknya tidak memiliki masalah dengan lima pemain di Class of 92. Neville memilih untuk mencari sosok panutan, pemain itu adalah pemain tertua MU saat ini, Giggs.

"Saya lebih banyak memperhatikan Ryan Giggs. Saya melihatnya saat berlatih. Dia masih kurus saat itu, tapi saya belum pernah melihat permainan seperti yang dia miliki. Hal itu membuat saya berpikir untuk mengikuti langkahnya," Neville menjelaskan.

"Dia hanya melakukan pekerjaannya, memberi umpan matang, menjegal seseorang, mencetak gol. Lalu dia kembali ke tengah lapangan, dan berkata 'berikan saya bola'. Hal itu yang membuat saya kagum," imbuh Neville.

Berbeda dengan seperti yang diungkapkan Butt, dalam wawancara ini Gary Neville tidak terlalu banyak berbicara. Namun dibalik ucapannya tersebut, tergambar apabila Neville tidak memedulikan rekannya yang lain.

"Saya tidak pernah memperhatikan mereka. Saya berpikir apabila mereka hanyalah sekumpulan pemain dan sekumpulan pemain yang hebat, Saya hanya memperhatikan diri saya sendiri," ungkap Neville tegas.

Giggs, Beckham, Scholes, Butt, dan due Neville mungkin menganggap awal pertemuan mereka merupakan sebuah persaingan. Akan tetapi, persaingan tersebut berhasil diolah Ferguson menjadi satu dan menciptakan generasi emas bernama Class of 92.(Def)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya