Bagaimana Cara BMKG Mampu Modifikasi Cuaca? Awan Dipecah Agar Tidak Bergerombol

BMKG sukses modifikasi cuaca di Jakarta, turunkan intensitas hujan hingga 67%, cegah banjir dengan teknologi canggih!

oleh Nurul Diva Diperbarui 05 Mar 2025, 09:51 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2025, 09:51 WIB
Ilustrasi hujan ringan hingga sedang (Istimewa)
Ilustrasi hujan ringan hingga sedang (Istimewa)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Intensitas hujan yang tinggi kerap menjadi pemicu banjir di berbagai wilayah Indonesia, terutama di daerah dengan daya dukung rendah terhadap curah hujan berlebihan. Dalam menghadapi fenomena ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimplementasikan strategi modifikasi cuaca guna mengurangi potensi bencana dengan cara mengendalikan pergerakan awan sebelum hujan turun di kawasan rawan.

Konsep yang diterapkan BMKG adalah dengan mengintervensi awan-awan sebelum mencapai wilayah rentan. Awan yang berpotensi membawa curah hujan tinggi dipecah atau dijatuhkan terlebih dahulu di lokasi yang lebih aman, seperti di laut atau waduk. Dengan metode ini, risiko terjadinya akumulasi awan yang dapat memicu hujan ekstrem bisa dikurangi secara signifikan.

Modifikasi cuaca ini menjadi langkah penting dalam mitigasi bencana hidrometeorologi, terutama saat musim hujan yang berpotensi membawa dampak luas, seperti banjir di Jakarta dan sekitarnya. Bagaimana sebenarnya teknik ini dilakukan? Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai cara kerja modifikasi cuaca oleh BMKG, dirangkum Liputan6, Rabu (5/3)

Promosi 1

Prinsip Modifikasi Cuaca: Mengendalikan Hujan Sebelum Turun

Modifikasi cuaca merupakan teknik yang digunakan untuk mempengaruhi kondisi atmosfer dengan tujuan tertentu, seperti meningkatkan atau mengurangi curah hujan, mencegah badai, atau mengatasi kekeringan, yang dilakukan dengan menyemaikan bahan tertentu ke dalam awan agar hujan turun lebih cepat di lokasi yang diinginkan sebelum mencapai daerah berisiko.

Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof. Dwikorita Karnawati, BMKG menggunakan konsep ini dengan cara menaburkan zat tertentu ke dalam awan yang mengandung uap air dalam jumlah besar sehingga mempercepat proses kondensasi dan mempercepat turunnya hujan di wilayah yang aman, seperti perairan lepas pantai atau waduk, agar tidak sampai membanjiri daerah padat penduduk atau rentan banjir.

Selain itu, teknik ini juga memungkinkan pencegahan terbentuknya awan hujan besar yang dapat menyebabkan curah hujan ekstrem, sehingga dampaknya terhadap wilayah rawan banjir bisa diminimalisir sebelum terjadi bencana yang lebih besar.

“Kami, BMKG akan melakukan modifikasi cuaca. Konsepnya adalah menghalangi awan-awan yang harusnya bergerak, bertiup ke area rawan itu dijatuhkan sebelum masuk ke area rawan. Jadi, dijatuhkan misalnya di laut, tidak dijatuhkan di darat,” kata Dwikorita, dikutip dari ANTARA.

Bagaimana BMKG Memecah Awan Agar Tidak Bergerombol?

Salah satu metode utama dalam modifikasi cuaca adalah pemecahan awan, di mana BMKG menggunakan zat pemicu hujan seperti natrium klorida (garam) atau perak iodida yang disebarkan melalui pesawat ke awan yang berpotensi tumbuh besar dan menimbulkan hujan lebat.

Saat zat tersebut masuk ke dalam awan, partikel air di dalam awan akan lebih cepat berkondensasi dan jatuh sebagai hujan di lokasi yang lebih aman, sehingga tidak sempat bergerombol dan menyebabkan hujan deras di daerah rawan banjir, seperti Jakarta, Bekasi, atau daerah Puncak yang merupakan sumber aliran air ke wilayah hilir.

Dengan teknologi ini, BMKG dapat mengontrol curah hujan dengan cara mendistribusikan air lebih merata, sehingga mengurangi kemungkinan air hujan terkonsentrasi di satu titik dan memicu banjir besar yang berbahaya bagi masyarakat.

“Kalau tidak diturunkan, maka awan-awan itu akan menggerombol, mengumpul, seperti yang kemarin terjadi itu kumpulan awan, kalau kita lihat dari satelit awan itu luasnya hampir seluas wilayah Provinsi Jawa Barat. Jadi, Provinsi Jawa Barat, dari satelit, sudah tertutup awan. Bahkan, sampai ke Lampung dan Palembang,” terangnya

Jawa Barat Jadi Daerah Prioritas Target Modifikasi Cuaca

BMKG memprioritaskan wilayah dengan kondisi geografis yang rawan mengalami bencana hidrometeorologi, seperti daerah pegunungan yang menjadi hulu sungai serta kota-kota besar yang sering mengalami banjir akibat intensitas hujan tinggi.

Salah satu fokus utama dari operasi ini adalah Jawa Barat, khususnya di kawasan Puncak, karena daerah ini menjadi sumber aliran air bagi wilayah di bawahnya, seperti Jakarta dan Bekasi, yang sering mengalami banjir saat curah hujan tinggi terjadi di hulu sungai.

Selain itu, BMKG juga menerapkan strategi ini di beberapa daerah lain yang memiliki potensi bencana tinggi akibat hujan lebat, termasuk kawasan pesisir dan wilayah dengan daya dukung drainase yang rendah, untuk memastikan air hujan tidak menggenang secara berlebihan di daerah perkotaan.

"Prioritas di Jawa Barat, karena memang yang paling rentang di Jawa Barat, terutama di daerah pegunungan, di Puncak, awannya dari situ. Nanti, bisa jadi sumber banjir untuk ke hilir. Tidak hanya kena Jawa Barat, tetapi juga bisa mengalir ke arah utara, ke DKI (Jakarta) juga banjir, dikhawatirkan bisa begitu. Sungai-sungainya kan juga mengalir ke utara,” tambahnya

Teknologi dan Peralatan yang Digunakan BMKG

Untuk menjalankan modifikasi cuaca, BMKG menggunakan kombinasi antara teknologi satelit, radar cuaca, serta pesawat khusus yang bertugas menyemai awan dengan zat kimia pemicu hujan.

Radar cuaca digunakan untuk mendeteksi keberadaan awan dengan kandungan uap air tinggi yang berpotensi menyebabkan hujan deras, sementara satelit membantu memantau pergerakan awan dan memperkirakan pola hujan dalam beberapa hari ke depan agar modifikasi cuaca dapat dilakukan secara efektif dan tepat sasaran.

Setelah awan yang berpotensi menimbulkan hujan ekstrem terdeteksi, pesawat akan diterbangkan untuk menaburkan zat pemicu hujan, sehingga proses turunnya hujan bisa dikendalikan sebelum awan mencapai wilayah yang berisiko terkena dampak buruk akibat curah hujan tinggi.

Sejarah Modifikasi Cuaca

Meskipun teknologi modifikasi cuaca telah terbukti membantu dalam mengurangi risiko banjir dan mengatur distribusi curah hujan, tetap ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, seperti ketepatan dalam menentukan lokasi penyemaian awan serta efektivitas bahan yang digunakan dalam kondisi atmosfer tertentu.

Selain itu, ada pula kekhawatiran mengenai dampak jangka panjang dari modifikasi cuaca, seperti kemungkinan perubahan pola hujan alami yang bisa mempengaruhi ekosistem dan sumber daya air di suatu wilayah dalam jangka waktu yang lebih panjang.

Namun, dengan perkembangan teknologi dan pemantauan yang lebih canggih, BMKG terus meningkatkan efektivitas metode modifikasi cuaca ini sebagai bagian dari strategi mitigasi bencana yang lebih luas, terutama dalam menghadapi ancaman perubahan iklim yang dapat menyebabkan fenomena cuaca ekstrem semakin sering terjadi.

Sebelumnya, tren modifikasi cuaca sudah dilakukan sejak akhir abad ke-19. Saat itu digunakan bubuk mesiu oleh Departemen Perang Amerika Serikat untuk diledakkan di Texas. Harapannya, panas dari ledakan tersebut dapat memicu uap air. Namun eksperimen ini dinyatakan gagal, sebab hujan tidak turun. Bergeser ke tahun 1954 di mana pada saat itu Kerajaan Thailand berupaya memancing hujan mengingat daerah itu tengah dilanda kekeringan.

Saat itu proyek ini diprakarsai oleh Raja Bhumibol Adulyadej, dengan menaburkan es kering di atas Taman Nasional Khao Yai. Tak berapa lama kabarnya hujan turun dan proyek ini dinyatakan berhasil. Selanjutnya, pada 1971, pemerintah Thailand mulai mendirikan Proyek Penelitian dan Pengembangan Pembuatan Hujan Buatan di Kementerian Pertanian dan Koperasi Thailand.

Pertanyaan dan Jawaban Seputar Modifikasi Cuaca (People Also Ask Google)

1. Apakah modifikasi cuaca bisa menghentikan hujan secara total?

Tidak, modifikasi cuaca hanya dapat mengatur intensitas dan lokasi turunnya hujan, bukan menghentikan hujan sepenuhnya.

2. Apa bahan yang digunakan dalam modifikasi cuaca?

BMKG menggunakan bahan seperti natrium klorida (garam) dan perak iodida untuk memicu kondensasi awan dan mempercepat turunnya hujan.

3. Apakah ada dampak negatif dari modifikasi cuaca?

Meskipun dapat membantu mengurangi banjir, modifikasi cuaca perlu dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari perubahan pola hujan alami yang bisa mempengaruhi lingkungan.

4. Apakah semua negara menggunakan teknologi modifikasi cuaca?

Beberapa negara seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab juga menggunakan teknik ini untuk mengendalikan cuaca dan mengatasi kekeringan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya