Liputan6.com, Jakarta - Tim Cek Fakta Liputan6.com menemukan pembahasan yang menyebut pemerintah Republik Indonesia pimpinan Joko Widodo (Jokowi) menggunakan buzzer untuk menyampaikan sistem kerja mereka.
Adalah pemilik akun Twitter @HukumDan yang berkicau soal pemerintah era Jokowi mempekerjakan buzzer di media sosial. Berikut ini narasi yang diunggahnya di Twitter.
Baca Juga
Instagram Nadia Raysa Diserbu Netizen Usai Marselino Cetak 2 Gol, Padahal Status Sudah Mantan Pacar
Mengeluh Gara-gara Penerbangannya ke Australia Dibatalkan Imbas Erupsi Gunung Lewotobi, Influencer Dikecam Nirempati
4Â Influencer Perempuan Pakistan Promosikan Wisata Aman dan Seru di Indonesia untuk Perempuan
"Zaman pak Harto. Satu orang Harmoko saja semua pesan pemerintah sampai ke pelosok negeri tak perlu buang buang duit rakyat.
Advertisement
Zaman Jokowi. Menkoinfo gak bisa kerja harus ditambah dengan Buzzer dan Influencer itupun harus keluar duit.
Kalian bangga gitu."
Kicauan itu mendapat banyak atensi dari warganet. Tercatat, unggahan pada 1 September 2020 itu dibagikan 1,1 ribu kali dan mendapat 3,8 ribu like.
Lalu, benarkah pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi mempekerjakan buzzer? Simak penelusurannya di halaman berikut.
Â
Penelusuran Fakta
Tim Cek Fakta Liputan6.com menelusuri kebenaran informasi tersemut. Tim menggunakan mesin pencari, Google Search dengan kata kunci: 'pemerintah pakai buzzer'.
Penelusuran mengarahkan ke artikel yang dipublikasikan Antara pada 3 September 2020. Artikel itu diberi judul: 'KSP bantah gunakan "buzzer".'
Artikel tersebut membahas tentang Kantor Staf Presiden (KSP) yang membantah isu menggunakan pendengung (buzzer) untuk menyampaikan program-program Presiden Jokowi. Deputi V Kantor Staf Presiden Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM Jaleswari Pramodhawardani mengatakan kepada anggota Komisi II DPR RI bahwa yang digunakan KSP adalah narasumber yang berpengaruh (influencer).
"Kami sama sekali tidak menggunakan buzzer," ujar Jaleswari dalam rapat kerja Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta.
Kendati tidak memakai buzzer, Jaleswari membenarkan kalau pemerintah bekerja sama dengan influencer sebagai narasumber diskusi. Influencer yang digunakan adalah tokoh yang memiliki latar belakang pengetahuan, yang mungkin saja dalam konteks media sosial, memiliki pengikut (followers) jutaan atau ratus ribuan orang.
Menurut Jaleswari, influencer berbeda dari pendengung. Pendengung atau dikenal dengan sebutan buzzer lebih anonim karena bisa siapa saja, serta ikut-ikutan mendengungkan isu yang sudah ada, bukan isu baru, berdasarkan pesanan.
"Bukan siapa-siapa, dan anonim, dan dia bergerak berdasarkan pesanan," ucap Jaleswari.
Sementara influencer, kata Jaleswari, merupakan person yang memiliki kecakapan untuk berdiskusi dengan KSP dan membicarakan isu-isu strategis. Misalnya, akademisi.
"Influencer ini, sesekali KSP menggunakan. Misalnya, kami mendiskusikan tentang isu-isu strategis. Misalnya, akademisi seperti bapak Faisal Basri, saya rasa di media sosial, dia adalah influencer untuk memberi masukan terkait ekonomi," ujar Jaleswari.
Tim Cek Fakta Liputan6.com juga menemukan artikel dengan judul: "Jubir Presiden Sebut Influencer Berperan Penting di Komunikasi Kebijakan Publik". Artikel itu berada di kanal News Liputan6.com sejak 31 Agustus 2020.
Artikel itu mengambil penjelasan dari Juru Bicara Presiden Republik Indonesia Fadjroel Rachman yang angkat suara soal peranan influencer sebagai salah satu aktor digital. Menurut Fadjroel, kehadiran mereka saat ini adalah key opinion leaders.
"Mereka merupakan aktor penting dalam masyarakat berjaringan sebagai perkembangan era transformasi dan demokrasi digital," kata Fadjroel dalam keterangan resminya, Senin (31/8/2020).
Menurut Fadjroel, pada konteks pemerintahan demokrasi, kelas menengah adalah kelompok sosial yang sangat aktif di dunia digital. Karenanya, dibutuhkanlah jembatan komunikasi kebijakan pemerintah dengan seluruh warga melalui peranan aktor digital.
"Dalam era masyarakat digital, para aktor digital sangat aktif mengambil peran penting dalam komunikasi kebijakan publik di banyak negara demokrasi," kata dia.
Oleh sebab itu, lanjut dia, keberadaan influencer sebagai salah satu aktor digital saat ini merupakan keniscayaan dari transformasi digital.
"Aktor digital akan terus berkembang dalam peran-peran penting membangun jaringan informasi yang berpengaruh terhadap aktivitas produktif sosial ekonomi dan politik," jelas Fadjroel.
Â
Advertisement
Kesimpulan
Informasi yang menyebut pemerintah mempekerjakan buzzer adalah hoaks jenis false. Faktanya, pemerintah bekerja sama dengan influencer untuk menyampaikan program kerja mereka melalui media sosial. Influencer yang digunakan adalah tokoh yang memiliki latar belakang pengetahuan, yang mungkin saja dalam konteks media sosial, memiliki pengikut (followers) jutaan atau ratus ribuan orang.
Tentang Cek Fakta
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.Â
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.Â
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Advertisement