Cek Fakta: Hoaks Orang Afrika Dijadikan Kelinci Percobaan Vaksin Virus Corona Covid-19 Ini

Cek Fakta Liputan6.com menemukan dua akun Facebook yang membicarakan soal orang Afrika dijadikan kelinci percobaan vaksin virus corona.

oleh Cakrayuri Nuralam diperbarui 01 Okt 2020, 14:14 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2020, 13:00 WIB
Hoaks orang Afrika dijadikan kelinci percobaan vaksin virus corona.
Hoaks orang Afrika dijadikan kelinci percobaan vaksin virus corona covid-19. (Facebook/Asukile Mitchell)

Liputan6.com, Jakarta - Media sosial Facebook dihebohkan dengan postingan yang menyebut orang Afrika dijadikan kelinci percobaan vaksin virus corona covid-19. Netizen ramai-ramai membicarakan vaksin virus corona covid-19 tersebut.

Cek Fakta Liputan6.com menemukan dua akun Facebook yang membicarakan soal orang Afrika dijadikan kelinci percobaan vaksin virus corona covid-19. Mereka adalah Odeh HolyOracle Barry dan Asukile Mitchell.

Keduanya mengunggah foto vaksin virus corona covid-19, yakni Covifor dan Jubi-R. Begini narasi yang mereka buat:

"Bangunlah Afrika, ini bukan obat tapi jebakan untuk membunuh Anda atau menggunakan Anda sebagai 'tikus laboratorium'."

Dalam dua obat yang mereka sangka vaksin virus corona covid-19 itu ada tulisan tidak didistribusikan di Amerika Serikat, Kanada dan Uni Eropa.

Lalu, benarkah orang Afrika dijadikan kelinci percobaan vaksin virus corona covid-19 ini?

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Penelusuran Fakta

CEK FAKTA Liputan6
CEK FAKTA Liputan6 (Liputan6.com/Abdillah)

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri kebenaran informasi tersebut menggunakan mesin pencari Google dengan kata kunci: "Covid-19 vaccine in Afrika". Hasil penelurusan mengarahkan ke artikel di situs AFP dengan judul: "These drugs are COVID-19 treatments, not vaccines, and they are available in Western countries".

Disebutkan dalam artikel tersebut, Jubi-R dan Covifor adalah obat generik yang dibuat dengan molekul yang ditemukan di remdesivir. Ini merupakan obat antivirus yang dikembangkan dan dipatenkan oleh laboratorium Amerika Gilead Sciences.

AFP juga menyebut dalam artikel tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum merestui vaksin dengan merek apapun untuk menghadapi virus corona covid-19.

Hasil penelusuran juga mengarahkan ke artikel di situs The Observers dengan judul: "Debunked: This drug is not a Covid-19 vaccine being tested in Africa". Di artikel tersebut ada penjelasan kenapa obat yang ramai dibicarakan tersebut tidak didistribusikan di Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa.

Dijelaskan dalam artikel tersebut, Covifor merupakan obat yang diproduksi oleh perusahaan farmasi India, Hetero Drugs. Dalam situs resmi perusahaan disebutkan kalau:

"Covifor adalah merek Remdesivir generik pertama yang diindikasikan untuk pengobatan pasien covid-19 pada orang dewasa dan anak-anak, dirawat di rumah sakit dengan gejala penyakit yang parah. Obat ini tersedia dalam botol 100 mg (suntik). Obat ini perlu diberikan secara intravena di rumah sakit, pengaturan perawatan kritis, dan di bawah pengawasan seorang praktisi medis terdaftar."

Obat ini sudah dijual di India sejak Juni dengan harga 5 ribu dan 6 ribu rupe untuk 100 mg. Obat ini memang tidak didistribusikan di Amerika Serika, Kanada, dan Uni Eropa karena pada Mei lalu, Hetero Drugs menandatangani perjanjian lisensi dengan Gilead Science Inc.

Perjanjian tersebut memberi wewenang kepada Hetero Drugs untuk mendistribusikan obat generik tersebut di 127 negara. Label "Tidak untuk distribusi di Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa" sengaja dicantumkan untuk mencegah obat tersebut dijual secara ilegal di pasar gelap.

Daftar negara yang tercakup dalam perjanjian Gilead, yakni Kanada, Amerika Serikat, atau negara anggota Uni Eropa mana pun. Itu termasuk beberapa negara Eropa seperti Georgia, Armenia dan Belarusia.

"Perjanjian lisensi Gilead memungkinkan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah untuk memiliki akses ke perawatan kesehatan," menurut situs web perusahaan. Singkatnya, perjanjian tersebut dimaksudkan untuk menjaga agar harga obat tetap terjangkau di negara-negara termiskin dan juga memastikan obat tersebut dapat diproduksi secepat mungkin," ucap perwakilan Hetero Drugs.

Disebutkan juga oleh The Observers, postingan foto covifor dengan label "Tidak untuk distribusi di Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa" pertama kali ditemukan di media sosial rakyat Afrika. Label itu membuat orang Afrika mengira dijadkan kelinci percobaan.

 

Kesimpulan

banner Hoax
banner Hoax (Liputan6.com/Abdillah)

Informasi yang menyebut orang Afrika dijadikan kelinci percobaan vaksin virus corona covid-19 karena ada tulisan: "Tidak untuk distribusi di Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa" adalah hoaks.

Faktanya, label "Tidak untuk distribusi di Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa" sengaja dicantumkan di obat tersebut untuk mencegah obat tersebut dijual secara ilegal di pasar gelap.

Tentang Cek Fakta

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya