Liputan6.com, Jakarta - Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) adalah dokumen resmi yang digunakan untuk melaporkan harta kekayaan yang dimiliki oleh penyelenggara negara. Tujuan utama LHKPN adalah untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pejabat publik dalam rangka mencegah dan memberantas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
LHKPN dikelola oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI sebagai bagian dari upaya pengawasan terhadap kekayaan pejabat negara.
Advertisement
Baca Juga
Setiap tahunnya, penyelenggara negara baik dari unsur yudikatif, legislatif, eksekutif, dan BUMN/BUMD diwajibkan membuat LHKPN untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi.
LHKPN merupakan laporan yang memuat informasi rinci mengenai harta kekayaan seseorang, termasuk aset berupa tanah, bangunan, kendaraan, tabungan, investasi, hingga utang.
Dalam LHKPN, penyelenggara negara diwajibkan mengungkapkan secara jujur dan terbuka seluruh harta kekayaan yang dimiliki baik atas nama pribadi maupun keluarganya (istri/suami dan anak yang menjadi tanggungannya).
Manfaat LHKPN sebagai instrumen pengelolaan SDM seperti mengangkat atau mempromosikan PN/WL berdasarkan kepatuhan LHKPN-nya, sebagai instrumen untuk mengawasi harta kekayaan PN/WL, dan sebagai instrumen akuntabilitas bagi PN/WL dalam mempertanggungjawabkan kepemilikan harta kekayaannya.
Adapun tujuan LHKP antara lain:
- Mencegah Korupsi: Dengan adanya LHKPN, perubahan kekayaan pejabat negara dapat dipantau, sehingga praktik penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi dapat diminimalisir.
- Meningkatkan Kepercayaan Publik: Transparansi kekayaan pejabat dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap integritas penyelenggara negara.
- Mematuhi Peraturan Perundang-undangan: LHKPN merupakan salah satu bentuk kepatuhan terhadap undang-undang yang berlaku, khususnya terkait dengan pemberantasan korupsi.
Siapa Saja yang Wajib Mengisi LHKPN?
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta peraturan KPK, beberapa kategori penyelenggara negara yang wajib mengisi dan melaporkan LHKPN meliputi:
- Pejabat Tinggi Negara: Presiden dan Wakil Presiden, para Menteri dan pejabat setingkat menteri, anggota DPR, DPD, dan DPRD, hakim, termasuk hakim agung dan hakim konstitusi, kepala perwakilan Indonesia di luar negeri (duta besar).
- Pejabat Tinggi Lembaga Pemerintah dan BUMN/BUMD: Pimpinan lembaga negara dan lembaga pemerintah non-kementerian, pejabat eselon I dan II di lingkungan pemerintahan, direksi, komisaris, dan pejabat struktural di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
- Pejabat Lain yang Berpotensi Korupsi: Pejabat yang mengelola anggaran dalam jumlah besar, pejabat di sektor pengadaan barang dan jasa, dan pejabat lain yang ditentukan oleh instansi masing-masing.
Advertisement
Sanksi Jika Tidak Mengisi LHKPN
Pejabat yang tidak melaporkan atau memberikan data yang tidak akurat dalam LHKPN dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, ketidakpatuhan terhadap kewajiban ini juga dapat menurunkan kredibilitas dan integritas pejabat tersebut.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement