Sepi yang Kita Pelajari Dari Menyepi

21 Maret ini bertepatan dengan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1937, apa yang kita pelajari dari Nyepi?

oleh Rina Nurjanah diperbarui 21 Mar 2015, 16:30 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2015, 16:30 WIB
Mengintip Prosesi Upacara Tawur Agung di Banten
Sejumlah umat Hindu terlihat khidmat saat mengikuti prosesi upacara Tawur Agung di Serang, Banten, Jumat (20/3/2015). Upacara tersebut dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1937. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta Setiap perayaan tahun baru nampaknya memiliki ciri khas dan cara perayaannya tersendiri. Jika pada umumnya tahun baru dirayakan dalam keramaian, pesta dan ramainya pernak-pernik serta gelaran acara, Tahun Baru Saka diperingati dengan menyepi. Tahun baru yang dirayakan oleh seluruh umat Hindu dengan Nyepi ini bukan tanpa alasan. 

Agama yang berkembang dari India dengan Kitab Suci Wedanya ini merayakan tahun baru saka dengan diam dan tidak melakukan apa-apa, semua kegiatan dihentikan. Dahulu kala, India sering di landa konflik dan krisis, pertikaian antar suku silih berganti hingga pada akhirnya Suku Saka menang. Kemenangan Suku Saka di bawah Raja Kanishka ini menjadi pertanda awal Tahun Baru Saka yang terjadi di bulan Maret tahun 78 Masehi.

Tahun Baru Saka menjadi hari keberhasilan seorang pemimpin yang menyatukan perbedaan antar umat, pertikaian dan perselisihan dalam kedamaian dan kerukunan. Hal tersebut tersebar keseluruh umat Hindu di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Perayaan dilakukan dengan menyepi, menghentikan semua kegiatan keduniawian terutama di Bali, kecuali kegiatan di rumah sakit. Dengan menyepi, semuanya kembali merenungi banyak hal yang bisa kita pelajari dari sejarah manusia. Dengan menyepi, terkadang kita menemukan diri kita sendiri. Selamat Hari Raya Nyepi!

 **Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya