Tips Membangun Komunikasi Positif dengan Remaja

Berikut tips yang bisa dilakukan orangtua untuk membangun komunikasi yang positif dengan anak remajanya.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Agu 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2019, 14:00 WIB
Liputan 6 default 2
Ilustraasi foto Liputan6

Liputan6.com, Jakarta - Pada umumnya remaja memiliki keingintahuan yang besar, namun belum mampu untuk memilih antara keinginan dan kebutuhan, dan ketika pilihan yang mereka tentukan tidak mendapat dukungan dari orangtua atau orang di sekitarnya.

Mereka merasa dunia seolah menentang dan tidak mengerti dengan kemauannya, apalagi saat mereka juga menghadapi berbagai tuntutan dari orangtua dan lingkungan sosialnya.

Kondisi ini dapat membuat mereka cepat merasa jenuh, frustasi, stres, dan bisa mempengaruhi perilakunya seperti, masuk ke dalam pergaulan yang kurang baik atau dorongan untuk melakukan tindakan kekerasan, merokok, mengonsumsi alkohol, narkoba dan seks bebas.

Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., Psikolog mengatakan, bahwa orangtua memiliki andil besar ketika anak-anak mulai memasuki masa remaja agar anak tidak mudah terjerumus ke hal atau tindakan yang tidak diinginkan.

Hal ini disampaikannya dalam acara sharing session yang diselenggarakan EF English First bertajuk Kiat Sukses Berkomunikasi dengan Remaja, di SOS Childrens Villages.

Pada kesempatan yang sama, Cinthya, Marketing Manager EF English First mengatakan kegiatan ini merupakan komitmen EF untuk memberikan lebih banyak manfaat kepada masyarakat melalui pendidikan, dan acara tersebut merupakan rangkaian dari program EF Mobile yang telah diluncurkan pada 11 Juli 2019, di SOS Childrens Villages Cibubur Jakarta.

“Topik dan materi yang diberikan, disusun berdasarkan kebutuhan orangtua asuh di SOS yang disampaikannya melalui tanya jawab kami dengan ibu-ibu asuh di sini. Sebagai orangtua, mereka ingin tahu bagaimana cara untuk menghadapi anak-anak mereka, terutama yang sudah menginjak masa remaja. Selain itu, mereka juga ingin membekali diri dengan lebih banyak lagi pengetahuan seputar pola asuh, untuk dapat memberikan yang terbaik bagi anak dan menjadikan mereka anak-anak yang mandiri," jelas Cinthya.

 

Proses Tumbuh Kembang Anak Saat Memasuki Usia Remaja

Hal utama yang perlu dipahami orangtua adalah bagaimana proses tumbuh kembang anak saat memasuki usia remaja. Ada perbedaan antara otak remaja (teen brain) dengan otak.

Orang dewasa (adult brain), terutama pada perkembangan prefrontal cortex atau otak bagian depan yang berfungsi dalam pengambilan keputusan, menimbang baik dan buruk serta memilah tindakan yang tepat.

Prefrontal cortex pada orang dewasa telah berfungsi optimal sehingga mampu menentukan mana yang baik dan benar atau melakukan pertimbangan yang matang sebelum bertindak.

Pada remaja, bagian otak ini masih dalam proses perkembangan sehingga belum berfungsi dengan maksimal. Proses ini akan berlangsung hingga individu mencapai usia 20-25 tahun. Selama bagian ini belum berfungsi ideal, perilaku remaja akan lebih banyak dipengaruhi oleh emosi.

 

Ini Tipsnya

Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan orangtua untuk membangun komunikasi yang positif dengan anak remajanya, terutama dalam situasi dan kondisi ketika anak berperilaku tidak menyenangkan atau tidak diharapkan oleh orangtua.

1. Mendengar aktif

Cara ini bisa dilakukan dengan duduk berdekatan dan sejajar dengan anak, tatap mata atau wajahnya, dengarkan tanpa menyela, tahan nasehat, dan tangkap emosi yang terlihat atau terdengar dari anak.

Lalu tunjukkan bahwa kita memahami emosi yang anak rasakan. Dengan demikian anak akan merasa diterima dan dihargai emosinya. Anak yang merasa dihargai akan lebih mudah didekati dan diarahkan nantinya.

2. I message atau Pesan Saya

Saat menghadapi perilaku anak yang membuat kesal atau emosi, hindari “You message” atau kalimat dengan subjek Kamu,” diikuti dengan kata-kata yang menggeneralisasi misalnya, Kamu tuh ya, enggak pernah mau dengar kata Ibu!” atau Kamu selalu saja mengulangi kesalahan!” Kata-kata seperti ini, bisa membuat anak merasa diserang dan tidak diberikan kesempatan untuk menunjukkan perubahan, yang pada akhirnya membuat mereka jadi malas untuk berubah.

Cobalah untuk menggunakan “I message yang diawali dengan “Saya (orangtua) + Perasaan Saya (utarakan perasaan Anda) + Perilaku Anak,” misalnya, Ibu sedih, kamu tidak mau mendengarkan kata-kata Ibu! atau Ayah kecewa kamu mengulangi lagi kesalahan yang sama!”

Nah, cara ini bisa diterima lebih baik oleh anak karena membuat mereka jadi tahu apa yang dirasakan oleh orangtuanya atau orang lain, sehingga mereka lebih terbuka, mudah untuk diajak bicara, diskusi, dan bekerjasama.

3. Self Care

Ketika berada dalam situasi atau kondisi yang memicu emosi, orangtua juga perlu melakukan beberapa cara sederhana seperti pernafasan kotak (tarik dan buang nafas perlahan sambil membayangkan membuat bentuk kotak), orientasi panca indera (fokus pada apa yang Anda lihat atau dengar saat ini dan seterusnya), atau coba pertemukan ujung jari tangan kanan dengan kiri lalu rasakan denyutan di setiap ujung jari.

Lakukan berulang, hingga emosi atau rasa tidak nyaman dalam diri terus berkurang dan hilang.

Dengan cara ini, kita dapat menenangkan emosi kita sendiri, sehingga kita dapat berpikir lebih jernih, dan bisa melakukan pendekatan yang lebih baik kepada anak.

“Kami berharap pengetahuan dan tips-tips yang diberikan oleh psikolog di sesi ini, dapat menjadi semangat baru bagi orangtua di SOS Childrens Villages dalam mengasuh dan menghadapi anak-anaknya, karena pastinya tidak mudah mengasuh mereka yang memiliki latar belakang yang berbeda. Kami pun ingin, kerjasama ini tidak terhenti sampai di sini, sehingga kami terus dapat memberikan dukungan melalui kegiatan atau program lain yang mereka butuhkan," tutup Cinthya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya