Mengenal Oversharing, Kebiasaan Terlalu Berlebihan dalam Berbagi Kisah Hidup

oversharing menjadi perilaku yang harus diamati sebab akan menjadi kebiasaan buruk

oleh Hani Safanja diperbarui 19 Okt 2022, 19:02 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2022, 19:02 WIB
Ilustrasi Konsultasi Kesehatan Mental
Ilustrasi konsultasi kesehatan mental. (dok. Unsplash.com/Priscilla Du Preez)

Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah kamu merasa berbagi mengenai dirimu secara berlebihan? Seringkali ketika kita menemui orang baru, kita terdorong untuk berbagi momen pribadi yang penting dan tak seharusnya perlu diketahui oleh publik.

Mengutip Oxford, oversharing memiliki arti pengungkapan jumlah detail yang tidak pantas tentang kehidupan pribadi seseorang. Kehidupan pribadi seseorang ini dapat merujuk kepada orang lain, maupun diri sendiri.

Bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia, oversharing dapat diartikan sebagai berbagi berlebihan atau terlalu banyak berbagi. Adapun perilaku ini dapat terjadi di sosial media maupun di dunia nyata ketika bertemu secara langsung dengan orang lain.

Melansir Harley Therapy, Rabu (19/10), perilaku oversharing awalnya terasa senang dan membuat seseorang antusias, tetapi setelah seseorang berbagi terlalu banyak, ia akan mulai merasa resah dan menyesal karena merasa ia berbagi terlalu banyak informasi.

Perilaku oversharing seringkali didorong oleh perasaan agar dapat diterima dan perlu membuktikan diri bahwa dengan berbagi sesuatu secara gamblang akan menunjukkan bahwa seseorang “autentik”.  

Oversharing juga kerap menjadi pertanda bahwa seseorang menginginkan koneksi dengan orang lain yang tidak disadari.

Namun, oversharing juga dapat terjadi di tengah percakapan dan tiba-tiba merasa bahwa diri mereka rentan dan terlalu terbuka karena berbagi informasi yang terlalu banyak. Adapun oversharing di sosial media terjadi dengan cara memposting informasi yang terlalu bersifat pribadi, menceritakan pekerjaan, hingga mengumbar masalah keluarga.

Oversharing Dari Sisi Psikologis

Berhubungan dengan Gangguan Mental
Ilustrasi Stres dan Kelelahan Credit: pexels.com/pixabay

Ketika berbicara mengenai koneksi yang dilakukan oleh manusia, psikologi menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Oversharing seringkali terjadi ketika seseorang berusaha untuk membangun percakapan dan hubungan dengan orang lain. Hal inilah mengapa oversharing perlu diperhatikan.

Melansir Medium, manusia mengembangkan coping mechanism sebagai cara untuk memproses dan mengelola tekanan dalam kehidupan sehari-hari.

Coping mechanism, atau mekanisme koping, bisa dilakukan melalui beragam cara. Oversharing diyakini sebagai coping mechanism yang terkadang membantu untuk melepaskan stress, mengkomunikasikan pergumulan atau kegembiraan internal kita dengan orang lain, dan untuk menjangkau seseorang pada saat dibutuhkan.

Tentu berbagi perasaan dan emosi dengan orang lain dapat membantu kita untuk memproses emosi dan perasaan yang kompleks. Bahkan, Dr Kirren, psikolog yang mengedukasi kesehatan mental melalui TikTok, mengatalan bahwa oversharing menjadi pertanda bahwa seseorang memiliki kesulitan dalam mengatur batasan dan rasa cemas yang berujung pada anxiety attack.

@drkirren Are you tired of over sharing? But can’t stop? #oversharing #oversharingasusual #oversharingagain #oversharer ♬ Epic Emotional - AShamaluevMusic

“Your anxiety makes you talk uncontrollably [and] the more you share the more anxious you get but you can’t stop, (kecemasan Anda membuat Anda berbicara tak terkendali [dan] semakin banyak Anda berbagi, semakin cemas Anda, tetapi Anda tidak bisa berhenti)” ujarnya.

Bahaya Oversharing

Kesehatan mental anak muda
Kesehatan mental anak muda. (Foto: DanaTentis from Pixabay )

Tidak hanya berkaitan dengan sisi psikologis, oversharing juga berbahaya bagi keamanan data pribadi pengguna media sosial. Media sosial sebagai lahan berbagi dapat membuat pengguna secara bebas memberikan gambaran hidup dengan teman atau keluarga.

Mengutip dari Microsoft Support, mengunggah detail yang terlalu pribadi dapat mempermudah pihak lain untuk mempelajari informasi penting mengenai akun pengguna.

Contoh sederhana nya, bila seseorang berbagi foto rumah atau hobi bisa secara tidak sengaja mengungkapkan bahwa ia memiliki barang-barang berharga seperti perhiasan, barang elektronik, atau koleksi yang diinginkan kepada orang-orang yang mungkin ingin mencurinya.

Selain itu, foto atau informasi tentang anggota keluarga juga dapat mengekspos identitas, lokasi, atau berpotensi menjadikan mereka target.

Cara Menghentikan Kebiasaan Oversharing

Seputar Mental Illness dan Gejalanya
Ilustrasi Mental Illness Credit: pexels.com/pixabay

Apabila kita tidak dapat membatasi diri terhadap apa yang dibagikan kepada orang lain, oversharing tentu berisiko mengancam keselamatan serta ketentraman diri sendiri maupun orang lain. Untuk menghadapinya, tentu terdapat cara-cara yang dapat dilakukan.

Mengutip Bright Side,pertama seseorang perlu mengenali masalahnya. Praktik mindfulness atau kesadaran penuh dapat dilakukan untuk membantu seseorang sampai ke akar masalah oversharing.

Kedua, ketahui trigger dari perilaku oversharing. Mengutip dari Science of People, setelah mengetahui mengapa seseorang dapat terlalu sering melakukan oversharing, mereka lebih cenderung dapat mengatasi dan menghindari berbagi terlalu banyak informasi.

Ketiga, cari media lain untuk berbagi. Menurut laporan Life Hacker, menulis jurnal, meditasi, menulis, atau membuat karya dapat membantu seseorang untuk memproses masalahnya dan emosi perasaan kalut yang sedang dihadapi.

Apabila seseorang mengalami momen penyesalan sesaat setelah mengatakan sesuatu, kuncinya adalah untuk mengatasi dan melanjutkan hidup. Meringankan suasana hati dan hadapi persoalan secara logis dapat membantu seseorang untuk menghindari masalah oversharing lebih lanjut.

Infografis Ciri-Ciri Orang Miliki Gangguan Kesehatan Mental
Infografis Ciri-Ciri Orang Miliki Gangguan Kesehatan Mental. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya