Liputan6.com, Jakarta Akhir-akhir ini berita tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) kembali marak terjadi. Biasanya hal ini ditandai dengan perilaku kasar yang terjadi di dalam sebuah hubungan keluarga yang bisa terlihat dalam beberapa bentuk, seperti pelecehan fisik, emosional, dan seksual.
Sayangnya, tidak semua peristiwa itu bisa diselesaikan secara tuntas dan adil. Sebab, korban akan memaafkan pelaku KDRT dan kembali rujuk.
Baca Juga
Biasanya hal inilah yang menimbulkan cycle of abuse. Dilansir dari Minority Voices, Kamis (15/8/2024), memahami cycle of abuse sangatlah penting untuk mengenali dan melepaskan diri dari toxic relationship yang menghantui. Siklus ini sering kali mengikuti suatu pola yaitu tension building (ketegangan yang meningkat), incident (insiden), reconciliation (rekonsiliasi), dan calm (ketenangan).Â
Advertisement
Setiap tahap berperan dalam membuat korban terperangkap dalam hubungan tersebut. Hal ini juga bisa dapat mempengaruhi kesehatan mental korban.
Dengan mempelajari tahap-tahap ini, Anda dapat mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi diri sendiri atau membantu seseorang yang membutuhkan.
Memahami Cycle of Abuse
Cycle of abuse adalah pola perilaku kasar yang berulang yang dapat terjadi dalam hubungan apa pun. Baik itu hubungan romantis, keluarga, atau bahkan profesional. Siklus ini ditandai dengan periode ketenangan dan kasih sayang yang tampak, diikuti oleh peningkatan ketegangan dan insiden kekerasan.
Memahami siklus ini sangat penting untuk mengenali tanda-tanda kekerasan dan mengambil langkah-langkah untuk campur tangan atau mencari bantuan.
Tahapan dari Cycle of Abuse
Cycle of abuse terdiri dari empat tahap utama yang berulang dari waktu ke waktu. Setiap tahap berfungsi untuk memperkuat kendali pelaku kekerasan dan ketergantungan korban.
1. Tension Building PhaseÂ
Pada tahap tension building, stres dan tekanan mulai menumpuk dalam hubungan. Pelaku kekerasan mungkin menjadi semakin mudah tersinggung, marah, atau cemas, sering kali karena masalah-masalah kecil.
Korban, yang merasakan meningkatnya ketegangan, mungkin mencoba menenangkan pelaku kekerasan untuk mencegah ledakan amarah. Tahap ini ditandai dengan meningkatnya rasa tidak nyaman dan takut, karena korban menjadi sangat sadar akan suasana hati dan perilaku pelaku kekerasan.
Tanda-tanda umum selama tahap ini meliputi:
- Pertengkaran yang semakin sering atau silent treatment
- Pelaku kekerasan menunjukkan kecemburuan atau sikap posesif
- Korban merasa seperti berjalan di atas eggshell
Advertisement
2. Incident Phase
Incident phase adalah saat perilaku kasar terjadi. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk kekerasan fisik, kekerasan emosional, serangan verbal, atau pemaksaan seksual. Tindakan pelaku kekerasan selama fase ini sering kali meledak-ledak dan tidak terduga, yang menyebabkan kerugian dan ketakutan yang signifikan pada korban.
Jenis-jenis kekerasan yang mungkin terjadi meliputi:
- Kekerasan fisik (memukul, menampar, mencekik)
- Kekerasan emosional (menghina, mempermalukan, mengancam)
- Kekerasan verbal (berteriak, mencaci maki)
- Kekerasan seksual (pemaksaan, penyerangan)
3. Reconciliation Phase
Setelah kejadian pelecehan, fase rekonsiliasi, yang juga dikenal sebagai "honeymoon phase" dimulai. Pelaku pelecehan mungkin meminta maaf, membuat alasan, atau berjanji bahwa pelecehan tidak akan pernah terjadi lagi.
Mereka mungkin menghujani korban dengan kasih sayang, hadiah, atau tindakan kebaikan untuk mendapatkan kembali kepercayaan dan kasih sayang mereka. Korban, yang berharap bahwa pelecehan telah berakhir, mungkin memaafkan pelaku dan percaya bahwa keadaan akan membaik.
Perilaku dalam fase ini meliputi:
- Permintaan maaf dan janji untuk berubah
- Hadiah dan kasih sayang sebagai tindakan penyesalan
- Korban merasa penuh harapan dan lega
4. Calm Phase
Terakhir ada calm phase atau fase tenang. Hal ini biasanya ditandai dengan kembalinya stabilitas dan kenormalan sementara. Hubungan tampak membaik, dan tidak ada tanda-tanda kekerasan langsung.
Fase ini dapat berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi, dari beberapa hari hingga beberapa bulan, tetapi masalah yang mendasarinya tetap belum terselesaikan. Pelaku kekerasan dapat menggunakan periode ini untuk memperkuat kendali mereka atas korban.
Sementara dari pihak korban dapat menggunakan waktu ini untuk pulih dan mendapatkan kembali rasa normal.
Selama fase tenang biasanya terjadi:
- Hubungan mungkin tampak stabil dan damai
- Korban mungkin merasa lega dan penuh harapan
- Pelaku kekerasan dapat menggunakan periode ini untuk menegaskan kembali kendali secara halus
Advertisement
Mengenali Tanda Korban Cycle of Abuse
Mengenali tanda-tanda cycle of abuse sangat penting untuk intervensi dan dukungan. Berikut ini beberapa indikator umum yang menunjukkan seseorang mungkin terjebak dalam siklus ini:
Perubahan perilaku
- Menarik diri dari aktivitas sosial dan mengisolasi diri dari teman dan keluarga
- Perubahan kepribadian, seperti meningkatnya kecemasan, ketakutan, atau depresi
- Perubahan mendadak dalam penampilan atau kebiasaan, yang mungkin merupakan upaya untuk menenangkan pelaku kekerasan
Tanda-tanda fisik
- Cedera yang tidak dapat dijelaskan atau sering mengunjungi ruang gawat darurat
- Mengenakan baju lengan panjang atau kacamata hitam di dalam ruangan untuk menyembunyikan memar atau cedera lainnya
- Terlihat gugup atau takut di sekitar pasangannya
Tanda-tanda emosional
- Menunjukkan harga diri dan harga diri yang rendah
- Mengungkapkan perasaan putus asa atau tidak berdaya
- Membuat alasan untuk perilaku pasangannya atau meremehkan tingkat keparahan insiden
Tanda bahaya komunikasi
- Menghindari percakapan tentang hubungan mereka atau mengubah topik pembicaraan saat hal itu muncul
- Terlalu tunduk pada pasangannya dalam percakapan atau keputusan
- Menunjukkan tanda-tanda ketakutan saat pasangannya disebutkan atau ada di sekitar
Cara Memutuskan Cycle of Abuse
Memutus cycle of abuse memerlukan keberanian, dukungan, dan perencanaan strategis. Berikut ini beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan, yang masing-masing diuraikan untuk memberikan lebih banyak panduan dan kejelasan:
1. Akui kekerasan
Langkah pertama adalah mengenali dan mengakui bahwa hubungan tersebut penuh kekerasan. Ini bisa menjadi kenyataan yang sulit karena pelaku kekerasan sering memanipulasi korbannya agar percaya bahwa kekerasan tersebut adalah kesalahan mereka atau bahwa kekerasan tersebut tidak parah.
Memahami dan mengakui bahwa Anda berada dalam situasi tersebut sangatlah penting. Hal ini memungkinkan Anda untuk mulai melihat hubungan dari perspektif baru dan menyadari bahwa perilaku yang Anda alami tidak normal atau tidak dapat diterima.
2. Cari dukungan
Menjangkau teman, keluarga, atau kelompok pendukung yang tepercaya dapat memberikan dukungan emosional dan saran praktis yang dibutuhkan untuk meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan. Orang-orang ini dapat menawarkan perspektif yang berbeda dan mengingatkan Anda bahwa Anda layak diperlakukan dengan hormat.
Konselor dan terapis profesional juga dapat menawarkan bimbingan, membantu membangun harga diri Anda, dan memberikan strategi untuk mengatasi dampak emosional dari kekerasan.
Mereka dapat membantu membuat rencana untuk meninggalkan hubungan dengan aman dan mendukung Anda melalui proses tersebut.
Advertisement
3. Buat rencana keamanan
Rencana keamanan sangat penting bagi mereka yang berencana meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan. Rencana ini harus mencakup:
- Tempat yang aman untuk dituju
Tentukan tempat yang aman untuk dituju dalam keadaan darurat, seperti rumah teman, rumah anggota keluarga, atau tempat penampungan.
- Dokumen penting dan barang penting
Kemas dan simpan dokumen penting (misalnya, identitas, akta kelahiran, catatan keuangan) dan kebutuhan pokok (misalnya, pakaian, obat-obatan).
- Rencana tentang cara meninggalkan dengan aman
Tentukan waktu terbaik untuk pergi saat pelaku kekerasan tidak ada, dan buat pengaturan untuk transportasi. Rencana ini juga harus mempertimbangkan keselamatan anak-anak atau hewan peliharaan yang terlibat.
Membuat rencana keamanan yang terperinci membantu memastikan bahwa Anda dapat pergi dengan cepat dan aman saat waktunya tiba. Rencana ini juga memberi Anda rasa kendali dan kesiapan.
4. Manfaatkan sumber daya
Banyak organisasi menawarkan sumber daya untuk korban pelecehan, termasuk hotline, tempat penampungan, dan layanan konseling. Sumber daya ini dapat memberikan dukungan dan panduan penting selama dan setelah meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan.
Hotline menawarkan saran segera dan intervensi krisis, sementara tempat penampungan menyediakan tempat yang aman untuk tinggal. Layanan konseling dapat membantu Anda memproses pengalaman Anda, menyembuhkan diri secara emosional, dan membangun kembali hidup Anda.
Selain itu, banyak komunitas memiliki kelompok pendukung tempat Anda dapat terhubung dengan orang lain yang telah mengalami situasi serupa, memberikan rasa solidaritas dan dorongan.
5. Gunakan perlindungan hukum
Mencari opsi hukum seperti perintah penahanan dapat memberikan perlindungan dari pelaku kekerasan. Tindakan hukum ini dapat menciptakan penghalang fisik antara Anda dan pelaku kekerasan dan memberikan ketenangan pikiran.
Konsultasikan dengan profesional hukum atau advokat kekerasan dalam rumah tangga untuk memahami hak-hak Anda dan langkah-langkah hukum yang dapat Anda ambil. Mereka dapat membantu mengajukan perintah penahanan, mengajukan tuntutan jika perlu, dan menavigasi sistem hukum.
Perlindungan hukum juga dapat mencakup pengaturan hak asuh untuk anak-anak dan mendapatkan dukungan finansial.
Advertisement