Komputasi Tepi, AI, dan Keamanan Siber: Tiga Pilar Teknologi 2025

Dengan mendekatkan daya komputasi ke lokasi pengguna, teknologi ini mampu mengurangi latensi secara signifikan, memungkinkan aplikasi AI bekerja lebih cepat dan efisien.

oleh Sulung Lahitani diperbarui 18 Des 2024, 21:05 WIB
Diterbitkan 18 Des 2024, 21:05 WIB
Ilustrasi Machine Learning, Deep Learning, Artificial Intelligence, Kecerdasan Buatan
Ilustrasi Machine Learning, Deep Learning, Artificial Intelligence, Kecerdasan Buatan. Kredit: Pixabay/Mohamed Hassan

Liputan6.com, Jakarta Memasuki tahun 2025, teknologi mengalami lonjakan transformasi besar dengan meningkatnya integrasi antara komputasi tepi (edge computing) dan kecerdasan buatan (AI). Menurut John Engates, Chief Technology Officer Cloudflare, perkembangan ini tidak hanya akan mengubah cara teknologi digunakan, tetapi juga membawa dampak mendalam pada keamanan siber.

Komputasi tepi diprediksi menjadi fondasi revolusi AI. Dengan mendekatkan daya komputasi ke lokasi pengguna, teknologi ini mampu mengurangi latensi secara signifikan, memungkinkan aplikasi AI bekerja lebih cepat dan efisien.

John Engates menggambarkan masa depan ini: "Bayangkan kendaraan otonom yang dapat membuat keputusan dalam sepersekian detik, permainan interaktif tanpa jeda, atau pemrosesan video real-time yang segera merespons. Semua ini hanya mungkin dengan memanfaatkan sumber daya komputasi yang dekat dengan titik pengguna."

Namun, kemajuan ini bukan tanpa risiko. Dalam keamanan siber, AI bertindak seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, AI memperkuat sistem pertahanan melalui deteksi ancaman yang lebih canggih dan respons otomatis. Di sisi lain, para penjahat siber juga memanfaatkan AI untuk mengembangkan eksploitasi yang lebih adaptif.

"Kita berada di era di mana sistem AI akan saling berhadapan, dengan manusia mengatur strategi untuk mengungguli ancaman digital," jelas Engates.

 

Metode pengamanan dengan bantuan AI

Sebagai respons terhadap meningkatnya kompleksitas ancaman siber, model keamanan Zero Trust kini menjadi kebutuhan utama. Pendekatan ini mengharuskan setiap interaksi digital untuk melalui proses verifikasi terus-menerus. Engates menyamakan metode ini dengan pemeriksaan keamanan di bandara: "Zero Trust beroperasi dengan prinsip bahwa tidak ada yang bisa dipercaya begitu saja. Segala hal harus diverifikasi secara berulang."

Tantangan baru juga muncul dari meningkatnya jumlah perangkat Internet of Things (IoT) dan jaringan berbasis satelit. Infrastruktur jaringan masa depan perlu dirancang dengan keamanan, keandalan, dan kinerja yang terintegrasi sejak awal. Selain itu, AI semakin mendefinisikan ulang pengalaman pengguna.

"Bayangkan alat edukasi yang dapat menyesuaikan gaya belajar Anda secara real-time atau platform retail yang memahami kebutuhan Anda sebelum Anda menyadarinya," tambah Engates.

 

Menciptakan pengalaman pengguna

Seiring berkembangnya teknologi, komputasi tepi menjadi elemen kunci untuk menciptakan pengalaman pengguna yang lebih responsif dan personal. Langkah ini tidak hanya membuka peluang baru bagi AI, tetapi juga membantu menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks.

“Teknologi di tahun 2025 tidak hanya tentang inovasi, tetapi juga tentang kemampuan untuk beradaptasi dengan tantangan yang terus berubah,” pungkas Engates.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya