Citizen6, Jakarta: Mindfulness adalah salah satu kemampuan dasar dan tertua yang kita, manusia, miliki. Tapi sekarang ini, seringkali kita sudah lupa kalau kita telah mempunyai kemampuan tersebut. Atau mungkin kita juga sudah lupa kalau kita ini manusia ?
Inti dari mindfulness sebenarnya sederhana, sesederhana menemukan kembali nikmatnya kesegaran air atau indahnya langit. Kita malah sekarang sudah ahli bahkan semakin ahli untuk meniadakan kenikmatan dan keindahan dari hal-hal yang sederhana. Memegang keyakinan dengan teguh bahwa kenikmatan, keindahan dan kebahagiaan hanya bisa diraih dari segala yang mewah.
Mindfulness adalah belajar atau belajar kembali mengenai bagaimana mengkondisikan diri agar dapat hadir utuh hanya di saat ini, di sini, sekarang. Belajar kembali karena sebenarnya kita sudah mempunyai kemampuan ini, mungkin lupa, jadi hanya perlu diingatkan.
Mindfulness itu seperti keluar dari layar dua dimensi, hitam putih, dan masuk ke dunia tiga dimensi, yang lebih nyata dan berwarna. Itu juga berarti kita menyadari apa yang terjadi di saat ini, di sini, bukan melayang ke masa lalu atau ke masa depan. Masa lalu sudah berlalu, masa depan masih misteri. Yang kita punya ya hanya masa kini.
Kita kemudian jadi lebih dapat menghargai hidup ini, sekarang, saat ini. Bukan malah selalu berusaha ingin berada di suatu tempat atau di waktu yang lain. Bukan pula menjalani kehidupan dengan serba terburu-buru dan tergesa-gesa yang berisiko terpeleset. Hati-hati.
Terpeleset terbukti secara sah dapat membuat kita sakit. Ya meskipun nggak sakit, tapi malunya itu. Sebaiknya cari pegangan, nggak melulu cari pasangan.
Menjadi sadar secara penuh juga dapat membantu kita untuk mengendalikan kekuatan, perilaku, kebiasaan perilaku, dan emosi kita sendiri. Hanya diri kita sendiri yang mempunyai kendali penuh atas hal-hal tersebut. Bukan orang lain, apalagi tukang bubur yang setiap pagi lewat depan rumah. Ah kalau dia mah yang mengendalikan hutang kita. Itu pun akan terjadi kalau kita beberapa kali belum bayar bubur-bubur yang sudah kita lumat dengan nikmat. Bukan kenikmatan lagi jika nasi sudah menjadi bubur, tapi penyesalan.
Kebiasaan pikiran dan emosi dapat muncul menjadi stres, depresi, pikiran negatif, cemas, marah, dan tidak pede. Ingat kesehatan jiwa kita yah kalo kawan-kawan gimana?
Gimana caranya untuk menjaga kesehatan jiwa sehingga tidak stres, depresi, cemas, marah, dan tidak pede? (Adjie Silarus/kw)
*) Adjie Silarus adalah pewarta warga yang bisa dihubungi untuk berkonsultasi, bertanya, atau sekedar menyapa lewat akun Twitter: @AdjieSilarus, Facebook: Adjie Silarus.
Inti dari mindfulness sebenarnya sederhana, sesederhana menemukan kembali nikmatnya kesegaran air atau indahnya langit. Kita malah sekarang sudah ahli bahkan semakin ahli untuk meniadakan kenikmatan dan keindahan dari hal-hal yang sederhana. Memegang keyakinan dengan teguh bahwa kenikmatan, keindahan dan kebahagiaan hanya bisa diraih dari segala yang mewah.
Mindfulness adalah belajar atau belajar kembali mengenai bagaimana mengkondisikan diri agar dapat hadir utuh hanya di saat ini, di sini, sekarang. Belajar kembali karena sebenarnya kita sudah mempunyai kemampuan ini, mungkin lupa, jadi hanya perlu diingatkan.
Mindfulness itu seperti keluar dari layar dua dimensi, hitam putih, dan masuk ke dunia tiga dimensi, yang lebih nyata dan berwarna. Itu juga berarti kita menyadari apa yang terjadi di saat ini, di sini, bukan melayang ke masa lalu atau ke masa depan. Masa lalu sudah berlalu, masa depan masih misteri. Yang kita punya ya hanya masa kini.
Kita kemudian jadi lebih dapat menghargai hidup ini, sekarang, saat ini. Bukan malah selalu berusaha ingin berada di suatu tempat atau di waktu yang lain. Bukan pula menjalani kehidupan dengan serba terburu-buru dan tergesa-gesa yang berisiko terpeleset. Hati-hati.
Terpeleset terbukti secara sah dapat membuat kita sakit. Ya meskipun nggak sakit, tapi malunya itu. Sebaiknya cari pegangan, nggak melulu cari pasangan.
Menjadi sadar secara penuh juga dapat membantu kita untuk mengendalikan kekuatan, perilaku, kebiasaan perilaku, dan emosi kita sendiri. Hanya diri kita sendiri yang mempunyai kendali penuh atas hal-hal tersebut. Bukan orang lain, apalagi tukang bubur yang setiap pagi lewat depan rumah. Ah kalau dia mah yang mengendalikan hutang kita. Itu pun akan terjadi kalau kita beberapa kali belum bayar bubur-bubur yang sudah kita lumat dengan nikmat. Bukan kenikmatan lagi jika nasi sudah menjadi bubur, tapi penyesalan.
Kebiasaan pikiran dan emosi dapat muncul menjadi stres, depresi, pikiran negatif, cemas, marah, dan tidak pede. Ingat kesehatan jiwa kita yah kalo kawan-kawan gimana?
Gimana caranya untuk menjaga kesehatan jiwa sehingga tidak stres, depresi, cemas, marah, dan tidak pede? (Adjie Silarus/kw)
*) Adjie Silarus adalah pewarta warga yang bisa dihubungi untuk berkonsultasi, bertanya, atau sekedar menyapa lewat akun Twitter: @AdjieSilarus, Facebook: Adjie Silarus.
Mulai 30 September-11 Oktober ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Oleh-oleh Khas Kotaku". Ada merchandise
eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.