Citizen6, Jakarta: Indonesia terkenal kaya dengan banyaknya pegunungan yang indah. Salah satunya adalah Gunung Papandayan yang berada di Garut, Jawa Barat.
Bagi Anda yang suka dengan kegiatan hiking, mungkin sudah tidak asing lagi mendengar kata Papandayan, salah satu pegunungan yang berada di ketinggian 2665 mdpl. Bagi yang belum pernah hiking pun, gunung Papandayan sangat disarankan untuk pendaki pemula.
Dengan berbekal tas ransel dan perlengkapannya, sendal gunung, dan semangat pantang menyerah, Ani Setiowati menceritakan perjalanannya ke Gunung Papandayan di Garut.
"Bersama dengan pendaki lain, saya mengambil rute dari Kampung Rambutan-Garut dengan ongkos Rp 42 ribu saja. Sampai di Garut, kemudian saya naik mobil pick up bersama pendaki lain sampai ke camp David. Sebagai informasi, jalan menuju ke sana sangat tidak mulus. Tapi saya menikmati perjalanan itu sampai akhirnya kami tiba di camp David," ujar Ani yang bekerja di bilangan Jakarta Selatan ini.
Ani kembali menuturkan kisah perjalanannya."Dari camp David untuk mencapai ke Pondok Saladah, tempat di mana saya akan bertenda, kira-kira dibutuhkan 1 jam setengah. Sepanjang perjalanan, saya ingat dengan lagu tema film Ninja Hattori, ..mendaki gunung, melewati lembah..," sembari menyanyikannya.
Sepanjang perjalanan, melalui jalan berbatu, Ani melihat asap belerang mengepul. Bau belerang itu begitu menyengat sehingga harus menggunakan masker. Pendakian ke camp David, dirasakan Ani agak menguras tenaga. Setiap berapa menit sekali ia bahkan harus berhenti untuk istirahat dengan pendaki lain.
"Meski akhirnya bisa dengan susah payah saya bisa mencapainya. Tapi pengorbanan itu terbayar dengan apa yang saya lihat dan dapatkan. Di sana, saya melihat ladang Edelweiss yang paling indah tumbuh dengan subur. Hamparan Edelweiss membentang luas. Indahnya alam Mu ya Tuhan," ucapnya.
Â
Puas menikmati pemandangan Edelweiss, Ani dan rombongan kembali disuguhi oleh pemandangan menakjubkan di hutan mati. Kenapa dinamakan hutan mati? Karena dulunya hutan ini adalah hutan yang terkena letusan Gunung Papandayan, menjadi kering dan mati. Hanya ranting-ranting kering yang ditinggalkan sampai saat ini. Bagaimana, tertarikkah Anda ke Papandayan? (Ani Setiowati/mar)
Ani Setiowati adalah pewarta warga.
Mulai 16 Oktober-1 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "6 Alasan Aku Cinta Indonesia". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Bagi Anda yang suka dengan kegiatan hiking, mungkin sudah tidak asing lagi mendengar kata Papandayan, salah satu pegunungan yang berada di ketinggian 2665 mdpl. Bagi yang belum pernah hiking pun, gunung Papandayan sangat disarankan untuk pendaki pemula.
Dengan berbekal tas ransel dan perlengkapannya, sendal gunung, dan semangat pantang menyerah, Ani Setiowati menceritakan perjalanannya ke Gunung Papandayan di Garut.
"Bersama dengan pendaki lain, saya mengambil rute dari Kampung Rambutan-Garut dengan ongkos Rp 42 ribu saja. Sampai di Garut, kemudian saya naik mobil pick up bersama pendaki lain sampai ke camp David. Sebagai informasi, jalan menuju ke sana sangat tidak mulus. Tapi saya menikmati perjalanan itu sampai akhirnya kami tiba di camp David," ujar Ani yang bekerja di bilangan Jakarta Selatan ini.
Ani kembali menuturkan kisah perjalanannya."Dari camp David untuk mencapai ke Pondok Saladah, tempat di mana saya akan bertenda, kira-kira dibutuhkan 1 jam setengah. Sepanjang perjalanan, saya ingat dengan lagu tema film Ninja Hattori, ..mendaki gunung, melewati lembah..," sembari menyanyikannya.
Sepanjang perjalanan, melalui jalan berbatu, Ani melihat asap belerang mengepul. Bau belerang itu begitu menyengat sehingga harus menggunakan masker. Pendakian ke camp David, dirasakan Ani agak menguras tenaga. Setiap berapa menit sekali ia bahkan harus berhenti untuk istirahat dengan pendaki lain.
"Meski akhirnya bisa dengan susah payah saya bisa mencapainya. Tapi pengorbanan itu terbayar dengan apa yang saya lihat dan dapatkan. Di sana, saya melihat ladang Edelweiss yang paling indah tumbuh dengan subur. Hamparan Edelweiss membentang luas. Indahnya alam Mu ya Tuhan," ucapnya.
Â
Puas menikmati pemandangan Edelweiss, Ani dan rombongan kembali disuguhi oleh pemandangan menakjubkan di hutan mati. Kenapa dinamakan hutan mati? Karena dulunya hutan ini adalah hutan yang terkena letusan Gunung Papandayan, menjadi kering dan mati. Hanya ranting-ranting kering yang ditinggalkan sampai saat ini. Bagaimana, tertarikkah Anda ke Papandayan? (Ani Setiowati/mar)
Ani Setiowati adalah pewarta warga.
Mulai 16 Oktober-1 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "6 Alasan Aku Cinta Indonesia". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.