Bayi Lahir di Banyuwangi Langsung Dapat Akta Kelahiran

Selama ini, untuk mengurus akta kelahiran terkadang masih membutuhkan waktu yang cukup lama

oleh Liputan6 diperbarui 18 Nov 2013, 13:20 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2013, 13:20 WIB
18112013-aktalahir.jpg
Citizen6, Jakarta - Selama ini, untuk mengurus akta kelahiran terkadang masih membutuhkan waktu yang cukup lama, bahkan ada yang sampai berbulan-bulan. Tetapi tidak di Banyuwangi, Jawa Timur. Hari ini, Sabtu (16/11/2013), Pemkab Banyuwangi meluncurkan program "Bayi Lahir Langsung Pulang Bawa Akta", yang berarti setiap bayi yang lahir di Banyuwangi saat itu juga langsung keluar akta kelahirannya.

"Singkatnya, keluar dari rahim sang ibu, nangis pertama bisa langsung terbit akta kelahirannya," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat peluncuran program tersebut, Sabtu (16/10/2013).

Peluncuran program inovatif pelayanan publik itu dilakukan oleh Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamen PAN-RB) Prof Dr Eko Prasojo.

Anas mengatakan, program ini adalah penerbitan akta kelahiran yang langsung dilaksanakan di tempat ibu melahirkan. Begitu sang bayi lahir, hari itu juga akta kelahirannya terbit. “Program ini adalah implementasi dari reformasi birokrasi. Akta ini akan diberikan secara gratis,” tutur Anas yang pernah menempuh studi singkat tentang ilmu kepemerintahan di Harvard Kennedy School of Government, Amerika Serikat.

Tempat persalinan yang akan melayani program ini adalah seluruh Puskesmas di Banyuwangi (45 buah), rumah sakit pemerintah dan RS swasta yang telah bekerja sama dengan Pemkab Banyuwangi. Terdapat lima rumah sakit swasta di Banyuwangi yang terlibat kerja sama penerbitan akta kelahiran super-kilat adalah RS PKNU Rogojampi, RS Islam Fatimah, RS Islam Banyuwangi, RS Islam Al-Huda Genteng, RS Bhakti Husada, Glenmore.

"Ke depan akan kami teruskan sampai ke bidan-bidan dengan sistem teknologi informasi dalam kerangka Banyuwangi Digital Society. Jadi, begitu lahir di tempat bidan, hari itu juga bisa dapat akta kelahiran," tuturnya.

Syarat yang dibutuhkan untuk kepengurusan akta lahir super-kilat ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP) orangtua, Kartu Keluarga (KK) dan nama calon bayi. “Nama sudah harus disiapkan, sehingga saat bayi lahir bisa langsung diproses akta kelahirannya. Nama bayi ini wajib karena akan tercantum di akta kelahiran," kata Anas. Seiring dengan keluarnya akta kelahiran tersebut, secara otomatis juga akan terbit Kartu Keluarga (KK) baru karena telah ada anggota keluarga anyar.

Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamen PAN-RB) Prof Dr Eko Prasojo mengapresiasi program tersebut. Dia menyebutnya sebagai program "two in one" karena dalam satu program bisa langsung mempermudah dua pelayanan publik, yaitu penerbitan akta kelahiran dan kartu keluarga (KK). "Saya akan mendorong program inovatif ini agar jadi program di kabupaten/kota lainnya karena memang akta kelahiran adalah dokumen yang sangat vital. Akta kelahiran ini kewajiban negara untuk melayani, jadi memang harus proaktif. Inisiatif pemerintah daerah seperti yang dilakukan Banyuwangi ini patut diperluas," jelas Eko.

Anas menuturkan, akta kelahiran telah menjadi isu global yang mendapat perhatian banyak pihak. Secara internasional, akta kelahiran sudah diatur dalam Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang disetujui oleh Majelis Umum PBB pada 20 November 1989. Indonesia menandatangani Konvensi tersebut pada 26 Januari 1990, dan meratifikasinya melalui Keppres 36/1990 pada 25 September 1990. Persoalan hak anak ini juga telah diatur di UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Anas mengatakan, akta kelahiran adalah dokumen utama yang akan menggaransi tumbuh-kembangnya anak dalam menggapai masa depannya. Anak yang tak punya akta kelahiran tidak mempunyai posisi hukum, dan dalam skema kebijakan nasional tidak diakui hak dasarnya.

"Jika anak tidak terdaftar, konsekuensinya banyak. Tanpa akta kelahiran, hak untuk mendapatkan pendidikan, jaminan layanan kesehatan, akses ekonomi, dan hak-hak lain sulit didapatkan. Ketiadaan data anak juga bisa menjadi celah untuk tindak kejahatan perdagangan anak," ujar Anas.

Dari sisi kebijakan publik, keberadaan akta kelahiran adalah bagian penting dari pengelolaan sistem informasi manajemen, terutama dalam hal pengolahan data kepemerintahan. "Data menjadi basis terpenting program pembangunan. Jika data salah, program juga pasti salah. Nah, akta kelahiran berperan sebagai basis untuk penyusunan kebijakan pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Ini penting agar data pemerintah daerah bisa presisi untuk menghasilkan program yang tepat guna," kata Anas.

Di dunia, berdasarkan data Komisi Ekonomi dan Sosial PBB, setidaknya masih ada 220 juta anak balita di seluruh dunia yang tidak punya akta kelahiran. Untuk kawasan Asia Pasifik, hanya 40 persen anak yang punya dokumen kelahiran lengkap.

Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS (2011), di Indonesia ada sekitar 35 juta anak yang belum memiliki akta kelahiran. (Rully Anwar/kw)

Rully Anwar adalah pewarta warga

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya