Mencegah Korupsi, Melahirkan Pemerintahan Bersih

Peringatan Hari Antikorupsi Internasional 9 Desember 2013 ini mengingatkan 68 tahun sudah kita merdeka secara fisik.

oleh Liputan6 diperbarui 09 Des 2013, 11:11 WIB
Diterbitkan 09 Des 2013, 11:11 WIB
131209akorupsi.jpg
Citizen6, Jakarta: Peringatan Hari Antikorupsi Internasional 9 Desember 2013 ini mengingatkan 68 tahun sudah kita merdeka secara fisik. Namun sayangnya Indonesia belum bisa melepaskan diri dari penyakit korupsi yang sudah terlalu lama hinggap dan menyerang seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi sudah menjadi penyakit yang sepertinya sulit sembuh. Semakin lama penyakit ini bukan hilang, malah sebaliknya, menunjukan tanda-tanda semakin parah.

Sebenarnya pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono memberikan harapan besar akan upaya pemberantasan korupsi secara lebih sistematis. Dalam visi-misinya, Presiden yang telah dua kali dipilih langsung oleh rakyat ini merancang lima Agenda Utama Pembangunan Nasional 2009-2014 yang di antaranya adalah perbaikan tata kelola pemerintahan serta penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi.

Perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik menjadi isu yang penting dalam konteks nasional dan internasional. Sebagai contoh, krisis ekonomi yang lalu tidak terlepas dari buruknya tatakelola pemerintahan, baik di sektor pemerintahan maupun swasta. Krisis keuangan global, juga tidak terlepas dari masalah ini. Karenanya, Indonesia harus menempatkan perbaikan tatakelola pemerintahan menjadi salah satu agenda perbaikan untuk mencegah krisis berulang. Wujud dari perbaikan tata kelola pemerintahan ini antara lain dapat dilihat dari penurunan tingkat korupsi dan perbaikan pelayanan publik.

Di sisi lain, Indeks persepsi korupsi harus terus membaik secara signifikan. Jika hal ini terjadi, maka akan memberikan indikasi bahwa upaya keras pemerintah dalam memperbaiki tatakelola pemerintahan beberapa tahun terakhir, telah berada dalam arah yang benar.


Corruption as Usual


Hari ini pemberantasan korupsi begitu sangat membahana dengan segala kegemuruhannya, tetapi pada sisi lain korupsi jalan terus: corruption as usual. Sama seperti pemerintahan otoriter rezim sebelumnya, pemerintahan demokratis di era Orde Reformasi pun melahirkan elite-elite penguasa yang korup dalam skala yang jauh lebih masif. Sistem politik demokrasi tak menjamin dapat menciptkan pemerintahan bersih dan terbebas dari praktik korupsi.

Sebenarnya berbagai upaya pemberantasan penyakit ini sudah dilakukan jauh-jauh hari bahkan sejak zaman Orde Lama, ketika istilah korupsi mulai dikenal. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961, yang menjadi payung hukum pertama pemberantasan korupsi di Indonesia. Akan tetapi usaha pemberantasan korupsi dalam masa ini tidak sukses oleh karena pada masa itu penguasaan bisnis oleh militer dan kolusi yang dilakukan pejabat negara.

Pada masa Orde Baru, upaya pemberantasan korupsi semakin ditegaskan dengan hadirnya sejumlah langkah kebijakan, seperti pembentukan Tim Pemberantas Korupsi (TPK) melalui Keputusan Presiden No. 228 Tahun 1967. Empat tahun kemudian DPR merilis UU No. 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta sejumlah peraturan dan perundangan lain.

Korupsi Liang Kubur Kekuasaan

Peraturan tinggallah peraturan. Praktek korupsi nyatanya semakin merajalela diperparah dengan kolusi antara penguasa, penguasaha bahkan kini secara terang-terangan sudah melibatkan anggota dewan. Kini predikat korupsi yang semula identik dengan rezim Orla maupun Orba lambat laun juga disandang oleh rezim reformasi. Ini artinya kiamat moral semakin besar, liang kubur kekuasaan di depan mata.

Mungkin kita semua lupa penyakit korupsi inilah yang mengantarkan kekuasaan Orde Baru ke liang kubur, pada 1998, melalui gerakan Reformasi. Orde Reformasi yang semula hadir dengan semangat memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya kini menghadapi jalan buntu. Pemerintahan yang datang silih berganti dalam masa yang pendek (empat presidensejak 1998), belum secara signifikan menekan angka kebocoran anggaran di sana-sini. Justru, yang diingat orang mengenai korupsi pasca Reformasi adalah: "kalau pada masa Orde Lama korupsi terjadi di bawah meja, sedangkan pada masa Orde Baru transaksi korup terjadi diatas meja, maka pada era Reformasi mejanya pun ikut dikorup".

Oleh karena itu para Pemimpin negeri ini harusmemberikan contoh dan menunjukan keseriusan untuk memberantas Korupsi dimulai dari lingkaran terdekat. Sejumlah kasus korupsi yg terkait dengan akses kekuasaan harus diusut dan diungkap serta diproses secara hukum dan jangan digantung.


Melahirkan Pemerintahan Bersih

Jika kita merujuk pada agenda reformasi 1998 ada beberapa tuntutan yang yang harus dilaksanakan, di antaranya adalah penegakan supremasi hukum; pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Ternyata setelah 15 tahun, mayoritas publik masih belum terpenuhi.
Ini adalah tantangan bagi agenda dalam bidang penegakan aturan hukum. Jika hal ini berhasil dilaksanakan, akan sangat membantu kita di dalam upaya konsolidasi pemerintahan yang bersih dan transparan setelah 2014, diperlukan terobosan-terobosan agar dapat dipastikan tindak korupsi mengalami penurunan yang signifikan terutama dalam keberhasilan pencegahannya. Selamat Hari Anti Korupsi Sedunia. (Dharma Yudha/mar)

Dharma Yudha* ( Penulis Alumnus KSI UI dan Peneliti pada Lembaga Kajian Nusantara Bersatu) dan pewata warga.

Disclaimer

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Mulai 3 Desember sampai 13 desember 2013 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan "Terima Kasihku untuk 2013". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya