Pemerintah Kenakan Pajak untuk Kripto Mulai Mei 2022

Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 05 Apr 2022, 22:01 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2022, 18:54 WIB
Aset Kripto
Perkembangan pasar aset kripto di Indonesia. foto: istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menerbitkan peraturan yang mengatur pajak kripto di Indonesia. Peraturan pajak kripto itu mulai berlaku pada Mei 2022. 

Peraturan soal pajak kripto tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. 

Dalam aturan tersebut dijelaskan penghasilan dari perdagangan kripto di Indonesia adalah tambahan kemampuan ekonomis dan merupakan objek pajak berdasarkan UU pajak Penghasilan. 

"Bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas perdagangan aset kripto, perlu mengatur ketentuan mengenai pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas transaksi perdagangan aset kripto,” isi aturan tersebut, seperti dikutip Selasa (5/4/2022). 

Pengenaan PPN berlaku atas penyerahan aset kripto oleh penjual, jasa penyediaan sarana elektronik untuk transaksi perdagangan aset kripto, serta jasa verifikasi transaksi aset kripto atau jasa kelompok penambang aset kripto (mining pool). 

Adapun besaran PPN yang tertuang dalam (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 adalah:

"1 persen dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto,” penjelasan aturan tersebut.

“Atau 2 persen dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikali dengan nilai transaksi aset kripto dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik bukan merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto,” lanjut isi penjelasan aturan tersebut.

Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik merupakan penyelenggara yang melakukan kegiatan pelayanan untuk memfasilitasi transaksi aset kripto berupa jual beli aset kripto, tukar menukar aset kripto, dan dompet elektronik.

Selanjutnya penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang akan dipungut dan disetor adalah sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen yang dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima oleh penambang.

Sedangkan untuk PPh bagi para penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang aset kripto. Penghasilan yang diterima atas transaksi aset kripto merupakan objek PPh sebesar 0,1 persen. 

Adapun jika penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang akan dipungut sebesar 0,2 persen.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Aspakrindo Sambut Baik Rencana Pajak Kripto di Indonesia

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Sebelumnya, Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) menyambut baik penerapan pajak terhadap transaksi aset kripto di Indonesia. Pemberlakuan pajak terhadap aset kripto sangat memungkinkan dan memberi dampak positif pada industri yang sudah berjalan baik saat ini. 

Terutama, agar industri ini dipandang memiliki legitimasi yang kuat, seperti layaknya industri lainnya yang berkembang di Indonesia.

Ketua Umum Aspakrindo sekaligus COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan dengan adanya pajak kripto, ekosistem industri aset kripto dapat berkontribusi terhadap pemasukan negara. 

Namun, pemberlakuan pajak tersebut masih perlu pembahasan yang lebih fokus dengan unsur kehati-hatian dan mendalam. Pemerintah perlu mencari angka yang lebih seimbang dan juga memikirkan cara untuk meretensi investor kripto dalam negeri.

“Tentu akan positif. pengaturan pajak bisa menguntungkan semua pihak dari pemerintah hingga investor. Sebagaimana yang telah kita ketahui perdagangan aset kripto dalam negeri saat ini tumbuh begitu pesat dalam 2 tahun terakhir,” kata pria yang akrab disapa Manda itu, dalam keterangan tertulis, Selasa, 5 April 2022.

Manda menjelaskan industri aset kripto diestimasikan menghasilkan transaksi perdagangan bernilai setidaknya Rp 2,35 triliun per hari, atau Rp 859,4 triliun per tahun pada 2021. Hal ini menimbulkan potensi ekonomi, dan tentu saja, potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan yang cukup signifikan.

“Bagi investor dalam negeri tentu dengan membayar pajak transaksi aset kripto bisa berkontribusi dalam pembangunan negara. Pajak memiliki manfaat untuk membiayai pengeluaran reproduktif yang berdampak langsung pada masyarakat,” ujar Manda.

Namun, di sisi lain, jika penerapan pajak yang terlalu tinggi dan membebani investor dapat menyebabkan potensi terhambatnya perkembangan industri aset kripto sendiri.

"Salah satu yang menjadi perhatian kami adalah pertimbangan tarif PPN final. Banyak negara, seperti Singapura, Malaysia dan sejumlah negara di Eropa tidak memungut PPN atas transaksi aset kripto. Meski, tarif PPN final yang dikenakan di Indonesia hanya 0,1 persen dari total transaksi,” ujar Manda.

Aset kripto termasuk komoditi di Indonesia, sehingga aturan pengenaan tarif PPN perlu dikaji ulang. Kemudian, perdagangan aset kripto di Indonesia terbilang masih baru. 

Jika tarif PPh Final atas aset kripto 0,1 persen, maka akan membebankan investor dalam negeri. Padahal dengan keringanan perpajakan akan menjadi alasan kuat investor untuk bertahan di exchange lokal.

Sempat Ajukan Skema PPh Final 0,05 Persen

Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)
Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)

Sebelumnya, Aspakrindo telah mengajukan skema PPh Final sebesar 0,05 persen. Jika dihitung transaksi aset kripto 2021 lalu di Indonesia mencapai Rp 859,4 triliun. 

Maka, apabila menggunakan skema PPh Final sebesar 0,05 persen, kontribusi aset kripto terhadap penerimaan negara ditaksir mencapai sekitar Rp 429,7 miliar. Dalam 2-3 tahun ke depan, transaksi kripto diprediksi berpotensi menyumbang pajak hingga triliunan rupiah.

Pajak yang terlalu tinggi akan membuat investor merasa rugi dan tidak adil. Sebab di saat untung mereka dipungut pajak, tetapi ketika rugi tidak dapat pengurangan pajak. Padahal yang namanya investasi di instrumen berisiko tinggi akan penuh dengan ketidakpastian.

Maka dari itu dengan ini, Aspakrindo siap berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk berdiskusi dalam pengambilan keputusan terkait penerapan pajak atas aktivitas terkait aset kripto.

"Kami berharap semua keputusan yang terbaik bagi semua pihak untuk mewujudkan industri aset kripto yang sehat dan berkualitas," pungkas Manda.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya