IMF Minta Pakistan Tarik Pajak Keuntungan Modal Investasi Kripto

Dewan Pendapatan Federal (FBR) memperluas cakupan Pajak Keuntungan Modal (CGT) dengan memasukan mata uang kripto ke dalam jaring pajak.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 19 Mar 2024, 13:48 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2024, 13:48 WIB
Kripto. Dok: Traxer/Unsplash
Jika Pakistan menyetujui persyaratan ini, IMF diperkirakan akan mengucurkan sekitar USD 1,1 miliar atau setara Rp 17,3 triliun sebagai tahap terakhir dari paket penyelamatan. Kripto. Dok: Traxer/Unsplash

Liputan6.com, Jakarta - Dalam upaya untuk menstabilkan perekonomian Pakistan yang sedang kesulitan dan mendapatkan paket dana pinjaman penting sebesar USD 3 miliar atau setara Rp 47,2 triliun (asumsi kurs Rp 15.735 per dolar AS) dari Dana Moneter Internasional (IMF), negara tersebut didesak untuk menerapkan langkah-langkah perpajakan yang lebih ketat.

Dilansir dari Coinmarketcap, Selasa (19/3/2024), salah satunya pajak atas keuntungan modal dari investasi mata uang kripto dan transaksi real estat. 

Selama pembicaraan peninjauan yang sedang berlangsung antara IMF dan otoritas Pakistan mengenai pengaturan siaga (SBA) senilai USD 3 miliar, pemberi pinjaman global telah merekomendasikan agar Dewan Pendapatan Federal (FBR) memperluas cakupan Pajak Keuntungan Modal (CGT) dengan memasukan mata uang kripto ke dalam jaring pajak. 

IMF juga menyerukan peninjauan kembali pajak atas real estat dan surat berharga untuk memastikan semua keuntungan akan dikenakan pajak, terlepas dari periode kepemilikannya.

Sebagai bagian dari langkah-langkah yang diusulkan, pengembang properti di Pakistan mungkin diminta untuk melacak dan melaporkan semua pengalihan kepentingan atas properti nyata sebelum penyelesaian dan pendaftaran hak milik properti. 

Kegagalan untuk mematuhi peraturan baru ini dapat mengakibatkan denda, termasuk tanggung jawab sekunder atas pajak yang belum dibayar. Langkah ini bertujuan untuk menjadikan praktik jual beli berkas berbagai bidang tanah dalam skema perumahan menjadi masuk dalam jaring pajak.

Jika Pakistan menyetujui persyaratan ini, IMF diperkirakan akan mengucurkan sekitar USD 1,1 miliar atau setara Rp 17,3 triliun sebagai tahap terakhir dari paket penyelamatan yang diperoleh Pakistan musim panas lalu, yang membantu negara tersebut menghindari gagal bayar utang negara.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

IMF Turunkan Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Pakistan Jadi 2 Persen

Logo IMF
(Foto: aim.org)

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Pakistan menjadi dua persen untuk tahun fiskal saat ini.

Angka ini turun 0,5 poin persentase dari perkiraan Oktober, sebesar 2,5 persen, dilaporkan oleh surat kabar Dawn.

Pemberi pinjaman global dalam laporan terbaru World Economic Outlook (WEO) yang dirilis pada Selasa lalu merevisi perkiraan pertumbuhan tahun fiskal berikutnya menjadi 3,5 persen, turun sebesar 0,1 persen, dikutip dari laman Business Standard, Jumat (2/2/2024).

Perkiraan pertumbuhan yang direvisi didasarkan pada tinjauan triwulanan rinci IMF baru-baru ini mengenai posisi makroekonomi Pakistan sebagai bagian dari Pengaturan Siaga (Standby Arrangement/SBA) senilai USD 3 miliar yang akan berakhir pada Maret.

Perkiraan pertumbuhan IMF secara signifikan lebih rendah dibandingkan target pertumbuhan PDB pemerintah Pakistan sebesar 3,5 persen untuk tahun ini, namun secara umum sejalan dengan ekspektasi Bank Negara Pakistan sebesar 2 hingga 3 persen yang diumumkan sehari sebelumnya sebagai bagian dari kebijakan moneter.

IMF dalam laporan WEO, menaikkan tingkat pertumbuhan global untuk tahun 2024 menjadi 3,1 persen, 0,2 persen lebih tinggi dari perkiraan bulan Oktober sebesar 2,9 persen.

Pemberian Pinjaman Global

Dikatakan: "Pertumbuhan global diproyeksikan sebesar 3,1 persen pada tahun 2024 dan 3,2 persen pada tahun 2025, dengan perkiraan tahun 2024 0,2 poin persentase lebih tinggi dibandingkan perkiraan pada WEO bulan Oktober 2023 karena ketahanan yang lebih besar dari perkiraan di Amerika Serikat dan beberapa negara emerging market dan negara berkembang yang besar, serta dukungan fiskal di Tiongkok."

Pemberi pinjaman global tersebut mencatat bahwa perkiraan pertumbuhan untuk kedua tahun (2024 dan 2025) berada di bawah rata-rata historis (2000-2019) sebesar 3,8 persen, dengan kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral untuk melawan inflasi, penarikan dukungan fiskal di tengah beban utang yang tinggi.

Inflasi turun lebih cepat dari perkiraan di sebagian besar wilayah di tengah melemahnya permasalahan sisi penawaran dan kebijakan moneter yang restriktif.

“Inflasi utama global diperkirakan turun menjadi 5,8 persen pada tahun 2024 dan menjadi 4,4 persen pada tahun 2025, dengan perkiraan tahun 2025 direvisi turun,” katanya, seperti dilansir Dawn.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya