Pencucian Uang Lewat Kripto Semakin Marak, Kok Bisa?

Menurut Chainalysis, pencuci uang menggunakan berbagai metode seperti pencampur kripto, jembatan lintas rantai, dan lompatan antar dompet.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Jul 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2024, 06:00 WIB
Ilustrasi Kripto atau Penambangan kripto. Foto: Freepik
Ilustrasi Kripto atau Penambangan kripto. Foto: Freepik

Liputan6.com, Jakarta Penggunaan mata uang kripto dalam praktik pencucian uang dilaporkan semakin marak, untuk menyembunyikan asal-usul dan pergerakan dana yang diperoleh secara ilegal,

Hal itu diungkapkan dalam laporan yang disusun oleh perusahaan analisis blockchain yang berbasis di New York, Chainalysis. Laporan tersebut mempelajari tren dan cara-cara baru dalam tindak pidana pencucian uang.

Mengutip CNBC International, Selasa (16/7/2024) Chainalysis menyebutkan bahwa kripto digunakan untuk kejahatan off-chain seperti perdagangan narkoba dan penipuan karena aset digital tersebut bersifat lintas batas, hampir instan, dan umumnya murah untuk bertransaksi.

"Meningkatnya keberadaan kripto telah menjadikannya alat untuk mencuci hasil dari berbagai kejahatan off-chain, seperti perdagangan narkotika dan penipuan. Pada tahun 2024, pencucian uang dalam kripto mencakup semua kejahatan, tidak hanya kejahatan yang secara inheren terkait dengan ekosistem kripto," ungkap Chainalysis dalam laporan yang dirilis pada Juli 2024.

Hal ini terjadi ketika nilai mata uang kripto terbesar di dunia, Bitcoin, mengalami lonjakan hampir 55% sepanjang tahun ini, menurut LSEG.

Menurut Chainalysis, pencuci uang menggunakan berbagai metode seperti pencampur kripto, jembatan lintas rantai, dan lompatan antar dompet untuk menyembunyikan aliran dana.

Pencampur kripto, atau tumbler, melibatkan pencampuran kripto dari berbagai sumber untuk mempersulit pendeteksian asal dan kepemilikannya.

Pelaku kejahatan juga memanfaatkan jembatan kripto untuk menyembunyikan asal dana dengan memindahkannya di antara jaringan blockchain yang berbeda.

Sejak tahun 2019, dana bernilai USD 100 miliar atau Rp.1,6 kuadriliun telah ditransfer dari dompet terlarang ke layanan konversi,  di mana kripto dikonversi menjadi mata uang fiat, menurut data Chainalysis. Jumlah tertinggi yang teridentifikasi adalah USD 30 miliar atau Rp.485,9 triliun pada tahun 2022.

Dapat Dilacak

Ilustrasi crypto, kripto atau perdagangan kripto. Foto: Freepik
Ilustrasi crypto, kripto atau perdagangan kripto. Foto: Freepik

Pertukaran kripto Rusia yang terkena sanksi, Garantex, sebagian besar berada di balik rekor jumlah tersebut karena layanannya menawarkan kepada para pencuci cara untuk mengubah kripto yang diperoleh secara tidak sah menjadi uang tunai.

Namun aktivitas ilegal ini masih bisa dilacak, ungkap Chainalysis.

Dijelaskannya, pencucian kripto dapat dilacak dan dianalisis dengan tingkat akurasi dan kecepatan yang lebih tinggi, berkat transparansi blockchain, dibandingkan dengan sistem keuangan tradisional.

 

Akan jadi Praktik Umum

Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)
Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)

Namun, pencucian uang dalam bentuk kripto diperkirakan akan menjadi lebih umum, kata Chainalysis dalam laporannya.

"Seiring dengan meningkatnya penerimaan global terhadap mata uang kripto dan berkurangnya hambatan untuk masuk, Chainalysis memperkirakan jenis pencucian uang ini akan menjadi lebih signifikan, karena para pelaku ilegal secara historis mengkooptasi teknologi baru untuk tujuan mereka sendiri," kata perusahaan analisis blockchain tersebut.

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya