Liputan6.com, Jakarta - Laporan terbaru dari Bernstein mengungkapkan Bitcoin berada di jalur yang tepat untuk mencapai USD 200.000 atau setara Rp 3,15 miliar (asumsi kurs Rp 15.753 per dolar AS) pada akhir 2025. Potensi ini terlepas dari siapa yang menduduki Gedung Putih baik itu Donald Trump maupun Kamala Harris.
“Bitcoin sudah keluar dari botol, dan sulit untuk membalikkan arah ini," kata analis Bernstein dalam laporannya, dikutip dari Yahoo Finance, Rabu (6/11/2024).
Baca Juga
Di sisi lain, Mitra Umum di Dragonfly, Rob Hadick menyampaikan sentimen serupa dalam percakapan baru-baru ini dengan Coinage. Ia menekankan meskipun peristiwa politik dapat memengaruhi pergerakan pasar jangka pendek, prospek jangka panjang untuk Bitcoin didorong oleh faktor ekonomi makro yang lebih luas.
Advertisement
Hadick menunjukkan tindakan Federal Reserve, termasuk potensi penurunan suku bunga dan peningkatan likuiditas, merupakan pendorong signifikan apresiasi harga Bitcoin.
"Dari perspektif ekonomi makro, semuanya menandakan kemungkinan peningkatan eksposur terhadap aset berisiko bagi investor besar," ujar Hadick.
Singkatnya, baik analis Bernstein maupun Hadick setuju lintasan kenaikan Bitcoin lebih erat kaitannya dengan tren ekonomi makro daripada hasil politik.
Dengan meningkatnya likuiditas, kebijakan moneter yang menguntungkan, dan meningkatnya minat terhadap aset berisiko di kalangan investor besar, Bernstein dan analis lainnya tetap yakin bahwa jalur Bitcoin menuju USD 200.000 tampak stabil terlepas dari hasil pemilu.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Donald Trump Unggul Hasil Sementara Suara Pilpres AS 2024 di 6 Swing States, Bagaimana Nasib Kamala Harris?
Sebelumnya, saat para pemilih menentukan pilihan akhir mereka, memberikan hak suara Pilpres AS 2024 antara Kamala Harris dan Donald Trump pada Selasa 5 November 2024 waktu setempat.
Situs Forbes menyebut bahwa mayoritas tempat pemungutan suara Pemilu AS 2024 di negara swing states telah ditutup.
Nevada menjadi negara swing states terakhir yang menutup pemungutan suaranya pada hari Selasa (5/11) pukul 10 malam EST. Kendati demikian hasil di tujuh negara bagian medan pertempuran yang jadi penentu itu masih tertunda.
Beberapa TPS di Arizona kabarnya diperpanjang waktu bukanya hingga pukul 11 malam EST setelah kerusakan printer dan mesin pemungutan suara, dan para pemilih masih mengantre di beberapa bagian Nevada.
Adapun hasil sementara didapati bahwa Donald Trump unggul di enam negara swing states.
Hingga pukul 11 malam, Donald Trump dilaporkan unggul tipis di Pennsylvania (67% suara), Wisconsin (59%), Michigan (27%), Georgia (90%), Arizona (50%) dan North Carolina (86%). Hasil di Nevada masih menunggu. Associated Press belum mengumumkan pemenang di negara bagian mana pun.
Sementara itu, Ketua Kampanye Kamala Harris, Jen O'Malley Dillon menyatakan optimisme tentang peluang Harris untuk memenangkan negara-negara medan pertempuran utara.
Advertisement
Pertempuran Ketat
O'Malley Dillon mengatakan kampanye Harris telah "mengetahui sejak lama" bahwa blue wall (tembok biru)—Michigan, Wisconsin, dan Pennsylvania—adalah "jalan paling jelas" perolehan suara bagi Donald Trump dari Partai Republik.
Menurut O'Malley Dillon, kampanye Harris mengantisipasi jumlah pemilih yang lebih tinggi dari yang diharapkan di Philadelphia dan jumlah pemilih yang kuat di Detroit,.
"Ketatnya pertempuran ini adalah persis apa yang kami persiapkan," ucap O'Malley Dillon.
Sebelumnya, Kamala Harris diketahui membuntuti perolehan Donald Trump di ketiga negara bagian medan pertempuran utara.