Liputan6.com, Jakarta - Dalam laporan Stabilitas Keuangan 2024 yang baru-baru ini dirilis, Bank Sentral Tiongkok (PBOC) membahas pentingnya mengatur aktivitas kripto di tengah upaya global yang sedang berlangsung.Â
Dilansir dari Coinmarketcap, Minggu (5/1/2025), laporan tersebut mencakup bagian yang secara khusus membahas lanskap regulasi untuk mata uang kripto dan merinci rezim lisensi kripto yang sedang berkembang di Hong Kong.
Baca Juga
Bank Sentral Tiongkok mencatat 51 yurisdiksi di seluruh dunia telah memberlakukan larangan atau pembatasan pada aset mata uang kripto. Ini termasuk Tiongkok daratan, tempat larangan menyeluruh terhadap semua perdagangan dan penambangan kripto diterapkan pada September 2021.
Advertisement
Sebaliknya, Hong Kong telah mengadopsi pendekatan yang berbeda, dengan secara aktif menyambut perusahaan kripto. Pada Juni 2023, kawasan tersebut telah secara resmi meluncurkan rezim lisensi untuk platform perdagangan kripto, yang mengizinkan bursa berlisensi untuk menyediakan layanan perdagangan eceran.
Laporan tersebut juga menyoroti lembaga keuangan besar, termasuk HSBC dan Standard Chartered Bank, sekarang diharuskan untuk memantau transaksi kripto sebagai bagian dari protokol pengawasan pelanggan standar mereka.
Langkah ini menandakan adanya pergeseran dalam praktik regulasi di Hong Kong, yang bertujuan untuk mengintegrasikan mata uang kripto ke dalam kerangka keuangan yang ada.
Selain itu, PBOC berkomitmen untuk meningkatkan kerangka regulasi internasional untuk aset kripto, seperti yang disarankan oleh Dewan Stabilitas Keuangan.
Meskipun bank sentral mengakui hubungan antara aktivitas kripto dan lembaga keuangan yang penting secara sistemik mungkin terbatas, Bank Sentral Tiongkok memperingatkan kripto dapat menimbulkan risiko dalam ekonomi tertentu, terutama karena penggunaannya dalam sistem pembayaran dan investasi ritel meluas.
Â
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Hacker China Bobol Data Bernilai Tinggi Milik Departemen Keuangan AS, Apa Itu?
Departemen Keuangan Amerika Serikat mengakui adanya pelanggaran keamanan yang signifikan, di mana dokumen dan perangkat kerjanya diakses oleh pihak eksternal.
Serangan siber yang terjadi pada Desember lalu ini, menurut surat Departemen Keuangan kepada anggota parlemen, dikategorikan sebagai "insiden keamanan siber besar" dan diduga kuat dilakukan oleh "aktor Ancaman Persisten Tingkat Lanjut yang disponsori negara China."
Laporan The Washington Post, dikutip Jumat (3/1/2024), mengungkap bahwa hacker China berhasil menyusup ke "kantor yang sangat sensitif" di dalam Departemen Keuangan yang bertanggung jawab atas perumusan dan penerapan sanksi pemerintah AS.
Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (Office of Foreign Assets Control/OFAC), sebagai kantor yang dimaksud, menyimpan informasi krusial yang berpotensi bernilai tinggi bagi pemerintah negara lain.
Meskipun data yang dicuri bersifat tidak terklasifikasi, hacker diduga berhasil memperoleh identitas target sanksi potensial.
Mereka juga kemungkinan mencuri bukti yang dikumpulkan OFAC sebagai bagian dari investigasi terhadap entitas yang dipertimbangkan untuk dikenakan sanksi.
Secara keseluruhan, serangan ini berpotensi memberikan informasi penting kepada peretas tentang bagaimana AS merancang sanksi terhadap entitas asing.
Advertisement
Kantor Riset Keuangan Juga Terdampak
Selain OFAC, kantor Sekretaris Departemen Keuangan dan Kantor Riset Keuangan juga terdampak oleh pelanggaran ini.
Peretas menyusup ke sistem Departemen Keuangan melalui akses ke kunci yang digunakan oleh BeyondTrust, layanan berbasis cloud yang menyediakan dukungan teknis bagi departemen tersebut.
Pemerintah AS telah berulang kali menuding aktor yang disponsori negara China atas sejumlah serangan siber terhadap agensi pemerintah dan perusahaan Amerika.
Tanggapan Pejabat China
Tahun lalu, FBI menyalahkan "aktor yang berafiliasi dengan RRC" atas peretasan besar-besaran terhadap perusahaan telekomunikasi AS.
Aktor yang dikenal sebagai Salt Typhoon, dilaporkan menargetkan perangkat seluler diplomat, pejabat pemerintah, dan individu yang terkait dengan kedua kampanye presiden.
Menanggapi tuduhan keterlibatan dalam serangan terhadap Departemen Keuangan, pejabat China menyebut klaim tersebut "tidak berdasar" dan menegaskan bahwa pemerintah mereka selalu menentang segala bentuk serangan peretas. Demikian dilansir The Washington Post.
Â
Advertisement