Liputan6.com, Jakarta Tiga wirausahawan disabilitas pendiri Kopi Kito Rato memiliki cerita masing-masing. Jauh sebelum Kito Rato terbentuk, Wahyu Alistia (25), Saldi Rahman (23), dan Rendy Agusta (25) adalah non-disabilitas. Kecelakaan membuat ketiganya kehilangan salah satu anggota tubuh.
Wahyu berkisah, ia kehilangan tangannya semenjak SMK kelas satu. Kala itu tangannya tersengat listrik dan tak dapat ditolong. Pada akhirnya, tangan kanan pria yang akrab disapa Alis ini pun harus diamputasi.
Kisah Alis hampir serupa dengan Rendy, pria asal Riau ini berkisah, tangan kanannya pun harus diamputasi karena tersengat listrik.
Advertisement
Sore itu, Rendy yang bekerja di pencucian mobil baru saja selesai melakukan pekerjaannya. Sebagian besar tubuh Rendy basah terciprat air. Kemudian, temannya meminta bantuan untuk mengangkut barang karena ingin pindah kos.
Dibantu lah temannya itu, barang-barang sudah selesai diangkut dan ia pun bergegas istirahat di lantai tiga kosan sesuai rekomendasi temannya. Karena kelelahan, Randy menggeliat dan merentangkan tangannya ke atas.
“Ternyata di atas ada kabel, tangan saya yang basah otomati tertarik listrik dan mencengeram kabel itu hingga sulit dilepaskan. Listrik menjalar ke punggung kemudian ke kaki dan setelah listrik menyentuh bumi, akhirnya saya terpental,” ujar Rendy ketika ditemui di Kito Rato, Tangerang Selatan, Kamis pagi (23/1/2020).
Akibatnya, Rendy mengalami luka serius di tangan kanan, luka bakar di punggung dan paha. Ia harus merelakan tangan kanannya diamputasi hingga di bawah siku.
Akibat Kebut-Kebutan
Saldi memiliki kisah disabilitas tersendiri. Ia harus kehilangan kaki kirinya akibat kecelakaan motor pada saat SMP kelas 2.
Ia ingat betul, hari itu adalah Jumat, kecelakaan terjadi sebelum jumatan. Pria pengguna kaki palsu ini dibonceng oleh temannya. Satu teman menyetir, ia di tengah, dan satu teman lagi di belakang.
Mereka mengebut karena hendak mengambil kartu ujian. Namun nahas, di sebuah turunan ada mobil yang hendak berbelok tanpa menggunakan lampu sen. Motor dengan kecepatan tinggi menghantam mobil tersebut dengan keras.
Bahkan, salah satu teman terpental melewati atap mobil. Di antara ketiganya, hanya Saldi yang harus kehilangan anggota tubuh.
“Saat itu rasanya cita-cita dan harapan saya berhenti sampai di situ,” katanya.
Advertisement
Kembali Bangkit dan Menginspirasi
Butuh waktu lama bagi mereka menerima keadaan. Namun, pada akhirnya mereka pun sadar bahwa hidup harus diperjuangkan.
“Saya juga inget keluarga sih, lagipula saya anak pertama,” ujar Saldi.
Ketiga pemuda ini pun bangkit dan mengikuti sebuah program pelatihan disabilitas di Cibinong, Bogor. Program ini diusung pemerintah khususnya Kementerian Sosial.
Di tempat pelatihan itulah ketiganya saling bertemu. Mereka dilatih berbagai keterampilan hingga 10 bulan lamanya hingga berhasil disalurkan untuk bekerja.
Namun, bekerja di perusahaan ternyata bukan lah tujuan akhir. Ketiganya memiliki minat di bidang bisnis.
“Dengan modal nekat dan kemampuan seadanya hasil dari melihat Youtube, kami akhirnya membuka usaha Kopi Kito Rato,” kata Saldi.
Kito Rato adalah bukti bahwa usaha tidak mengkhianati hasil. Ketiganya saling melengkapi dan bekerjasama dalam membangun bisnis. Alhasil, mereka bisa mendapatkan omset hingga Rp 35 Juta.
Tak hanya itu, Kito Rato juga sudah membuka kampus pelatihan bagi para penyandang diabilitas. Tujuannya untuk melatih para difabel mengasah keterampilan.
“Kami berharap, dari 21 juta penyandang disabilitas di Indonesia, setidaknya kami dapat memberdayakan 1000 orang,” pungkas Saldi.