Liputan6.com, Jakarta Menyuarakan hak-hak disabilitas bukanlah hal mudah. Menurut aktivis disabilitas Ulya Mutmainnah, tantangan terbesar dalam menyuarakan hak disabilitas adalah pandangan dari orangtua disabilitas itu sendiri.
“Tantangan terbesar adalah pandangan atau perspektif dari orangtua disabilitas itu sendiri. Karena walaupun kita menyuarakan hak mereka kalau orangtuanya tidak memberikan izin akan sulit,” ujar Ulya dalam Kongkow Inklusif Konekin (25/7/2020).
Baca Juga
Ia menambahkan, orangtua yang tidak memberikan izin adalah orangtua yang masih terpapar stigma bahwa memang anak disabilitas itu sudah biasa dianggap yang bukan-bukan oleh masyarakat.
Advertisement
Selain pandangan orangtua, tantangan lain yang memberatkan adalah stigma masyarakat.
“Stigma masyarakat tuh menganggap disabilitas itu adalah penyakit atau aib yang akan berdampak pada penyembunyian anak disabilitas itu sendiri. Atau sebuah kutukan dan sebagainya tergantung ragam disabilitasnya.”
Simak Video Berikut Ini:
Lawan Marjinalisasi
Hj. Yuningsih, M.MÂ dari Komisi 2 DPRD Provinsi Jawa Barat memberi tanggapan terkait stigma masyarakat terhadap difabel. Ia mengakui masih adanya marjinalisasi terhadap disabilitas di dunia kerja bahkan di sekolah.
“Ini tidak boleh, perlu kita lawan,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Ia juga menyinggung tentang pendorongan tenaga kerja disabilitas untuk mendapat porsi 2 persen di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
“Alhamdulillah Peraturan Presiden 68 tahun 2020 sudah keluar terus nanti kita akan menyuarakan, karena pada hakikatnya kita semua sama.”
Advertisement