Liputan6.com, Jakarta Universitas Brawijaya (UB) adalah salah satu perguruan tinggi yang ditunjuk sebagai penyelenggara Ujian Tulis Berbasis Komputer atau UTBK ramah difabel.
Hal ini disampaikan Sekretaris Direktorat Administrasi dan Layanan Akademik UB, Arif Hidayat, S.Kom., M.M., Kamis, 10 April 2025.
Baca Juga
Menurutnya, sebanyak 16 peserta difabel akan mengikuti UTBK di Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) pada 23 April hingga 3 Mei 2025.
Advertisement
“Kami telah menyiapkan satu ruangan khusus bagi peserta difabel di Laboratorium 1 FISIP. Peserta yang terdaftar terdiri dari penyandang disabilitas daksa, disabilitas rungu, dan disabilitas netra,” jelas Arif melansir laman resmi Kominfo Jawa Timur, Jumat (11/4/2025).
“Khusus penyandang disabilitas netra akan mengikuti UTBK di sesi ke-3 karena memerlukan peralatan khusus, sedangkan penyandang disabilitas lainnya akan dijadwalkan pada beberapa sesi berbeda. Mereka tidak membutuhkan alat bantu khusus, hanya aksesibilitas menuju ruangan yang ramah difabel,” tambahnya.
Tugaskan Pengawas Khusus
Arif menambahkan, dalam pelaksanaan UTBK tahun ini, UB juga menugaskan para pengawas yang memiliki keterampilan khusus dalam pendampingan. Mereka berasal dari tim Subdirektorat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif (SLDPI).
Ketua SLDPI UB, Zubaidah Ningsih AS., Ph.D., menjelaskan bahwa bentuk pendampingan dilakukan melalui kerja sama antara SLDPI dan tim petugas lapangan di lokasi ujian masing-masing.
“Pendampingan dimulai dari pemetaan kebutuhan akomodasi. Misalnya untuk disabilitas netra, apakah low vision atau netra total. Jika low vision, akan dibantu pengaturan tampilan komputer, seperti penggunaan font besar dan kontras warna yang sesuai.”
“Sementara untuk netra total, kami memastikan materi ujian dapat terbaca dengan screen reader agar peserta bisa memahami soal dan menjawab secara mandiri,” jelas Zubaidah.
Advertisement
Pendampingan bagi Difabel Daksa dan Tuli
Untuk penyandang disabilitas daksa, pendampingan mencakup bantuan mobilitas menuju lokasi ujian serta dukungan teknis jika diperlukan, seperti dalam proses duduk atau mengetik.
Sedangkan peserta disabilitas rungu umumnya lebih mandiri, tapi tetap dibantu untuk memahami aba-aba dari pengawas serta informasi berbasis suara seperti peringatan waktu ujian.
Zubaidah menegaskan bahwa para pendamping hanya bertugas membantu kelancaran teknis selama ujian berlangsung dan tidak terlibat dalam pengerjaan soal.
“Calon mahasiswa tetap mandiri dalam memahami soal dan memberikan jawaban,” tutup Zubaidah.
