Penyebab Tunanetra, Glaukoma Diperkirakan Mencapai 76 Juta Kasus pada 2020

Glaukoma adalah penyakit mata yang menjadi penyebab tunanetra tertinggi kedua setelah katarak. Data Kementerian Kesehatan RI memprediksi jumlah pengidap glaukoma secara global pada 2020 mencapai 76 juta orang.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 19 Mar 2021, 18:00 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2021, 18:00 WIB
Ilustrasi Mata Pixabay
Ilustrasi Mata Tunanetra. Foto: Nika Akin Pixabay.

Liputan6.com, Jakarta Glaukoma adalah penyakit mata yang menjadi penyebab tunanetra tertinggi kedua setelah katarak. Data Kementerian Kesehatan RI memprediksi jumlah pengidap glaukoma secara global pada 2020 mencapai 76 juta orang.

Angka tersebut menunjukkan peningkatan sekitar 25,6 persen dari angka satu dekade lalu yang masih 60,5 juta orang.

Di Indonesia, data yang sempat dirilis secara resmi menunjukkan prevalensi glaukoma sebesar 0,46 persen atau setiap 4 sampai 5 orang per 1.000 penduduk. 

Di sisi lain, JEC Eye Hospitals and Clinics hingga 2020 telah menangani lebih dari 51.810 pasien glaukoma selama sebelas tahun terakhir.

Khusus pada 2020, ketika pandemi COVID-19 mulai berlangsung, JEC mengalami penurunan jumlah kunjungan pasien glaukoma sebesar 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Menurut Dokter Subspesialis Glaukoma JEC, Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K), alasan penurunan jumlah pasien glaukoma yang memeriksakan diri ke rumah sakit sangat bisa dipahami.

“Berkurangnya kuantitas dan frekuensi kunjungan pasien sepanjang 2020 sangatlah bisa dipahami. Sebab, keselamatan diri dan keluarga dari paparan wabah COVID-19 tentunya menjadi prioritas seluruh masyarakat,” ujar Iwan dalam keterangan pers dikutip Jumat (19/3/2021).

Simak Video Berikut Ini

Tak Perlu Takut Periksa Mata

Menurut Iwan, di masa pandemi COVID-19, pelayanan kesehatan mata turut beradaptasi dengan kondisi yang ada.

Guna meminimalisasi paparan virus di rumah sakit mata, pelayanan kesehatan mata dilakukan dengan pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat dan tegas. Ia berharap masyarakat tetap leluasa mendapatkan penanganan kesehatan mata secara aman.

“Tak terkecuali bagi penyandang glaukoma yang membutuhkan pemeriksaan berkelanjutan dan pengawasan dokter ahli secara konstan,” katanya.

Beberapa protokol kesehatan yang diterapkan sesuai imbauan pemerintah adalah pemeriksaan suhu kepada seluruh individu yang datang (jajaran dokter, tim medis, karyawan, serta pasien dan keluarga pengantarnya), peningkatan frekuensi pembersihan fasilitas gedung secara lebih intensif, juga penyediaan cairan hand sanitizer dan masker.

“Di ruang periksa, JEC menambahkan pembatas antara dokter dengan pasien guna menambah proteksi. JEC juga menempatkan HEPA Filter di setiap ruang dokter dan area tunggu pasien.”

Layanan konsultasi daring juga bisa dimanfaatkan untuk konsultasi terkait kesehatan mata. Melalui layanan ini, kondisi glaukoma pasien bisa terus terpantau. Dengan demikian, dokter juga bisa segera memberikan rekomendasi tindakan lebih lanjut apabila kondisi glaukoma pasien memburuk, tutup Iwan.

 

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya