Liputan6.com, Jakarta Limbah puntung rokok hingga pecahan kaca dapat disulap jadi barang yang lebih bermanfaat di tangan desainer Fariz Fadhlillah dari Indonesia dan Chloe Xingyu Tao dari Inggris.
Keduanya berkolaborasi dengan Conture Concrete Lab dalam program Design Matters Lab dan mengubah limbah menjadi guiding block alias ubin pemandu untuk penyandang disabilitas netra.
Advertisement
Fariz adalah salah satu desainer terpilih yang disandingkan dengan Chloe. Keduanya memiliki keahlian di bidang masing-masing. Fariz memiliki latar belakang sebagai desainer produk yang biasa bergerak di ranah inklusivitas tunanetra. Sementara Chloe adalah seorang material engineer.
Advertisement
“Jadi pekerjaan saya memang mengembangkan sebuah teknologi baru untuk tunanetra. Kami berdiskusi apa yang bisa dilakukan dengan keahlian masing-masing, lalu terpilihlah untuk menyeimbangkan konsentrasi isu lingkungan dan sosial,” kata Fariz kepada Disabilitas Liputan6.com dalam pembukaan pameran Design Matters Lab di Erasmus Huis, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2025).
Dengan menggabungkan antara limbah dan desain inklusif, terciptalah guiding block yang disebut Tac Tiles.
Beberapa limbah yang dijadikan 50 persen campuran untuk membuat ubin pemandu adalah busa puntung rokok, pecahan beton, kain bekas, dan pecahan kaca. Setiap material dieksplor satu per satu untuk menemukan hasil terbaik.
“Sejauh ini dari segi durabilitas (daya tahan) concrete (pecahan beton) itu yang paling bagus. Dari tes yang kita lakukan sebetulnya semua bisa mencukupi apa yang kita butuhkan. Bahkan ini bisa lebih kuat dari bahan jembatan pada umumnya,” jelas Fariz.
Kualitas Lebih Baik dari Guiding Block yang Kini Digunakan di Jalanan
Fariz optimistis, Tac Tiles memiliki kualitas lebih baik ketimbang guiding block yang kini banyak digunakan di jalanan.
“Karena saya basic dari mengembangkan ubin untuk tunanetra sebelumnya, untuk ubin ini saya bisa menjamin kualitas produk bahan itu lebih baik dari seperti pada umumnya yang kita temukan di jalanan.”
Ubin ini memiliki desain anti licin yang aman dan nyaman digunakan oleh penyandang disabilitas netra. Di tengah-tengah ubin ada cekungan yang disesuaikan dengan ukuran ujung tongkat tunanetra. Cekungan ini membantu menuntun penyandang disabilitas netra agar tetap berjalan sesuai jalur.
Advertisement
Bisa Diakses Tunanetra dengan Berbagai Jenis Tongkat Pemandu
Sebetulnya, lanjut Fariz, tongkat penuntun tunanetra di Indonesia standarnya belum diatur secara detail. Termasuk soal ukuran ujung tongkat.
“Untuk tongkat sendiri, ada beberapa negara di Eropa yang sudah memberikan standar besaran ujung tongkatnya. Kalau di Indonesia memang belum ada standar yang diatur jadi kami mencoba agar desain (ubin) ini bersifat futuristis dan bisa diaplikasikan di negara-negara lain.”
“Kami membuat sebuah perhitungan bagaimana jarak antara tekstur (cekungan ubin) bisa diakses oleh berbagai jenis tongkat tunanetra,” terang Fariz.
Bukan Hanya untuk Disabilitas Netra Total
Hal lain yang tak kalah menarik, ubin pemandu ini didesain agar dapat diakses oleh semua orang yang memiliki gangguan penglihatan, bukan hanya netra total.
Agar inklusif di semua ragam gangguan penglihatan, Fariz bermain di pemilihan warna.
“Untuk warna memang kita mencoba memberikan stimulasi visual untuk orang-orang yang awas. Karena gangguan penglihatan itu bukan hanya sebatas totally blind, tapi juga ada colour blindness (buta warna) yang harus kita perhatikan.”
“Dan warna-warna yang direkomendasikan untuk ubin pemandu ini adalah yang bersifat inklusif bagi teman-teman yang buta warna. Secara teoritik memang ada tiga warna yang diutamakan, warna grayscale (hitam putih), kuning, dan biru,” pungkasnya.
Advertisement
