Liputan6.com, Jakarta Masalah verifikasi data dinilai menjadi salah satu tantangan dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19 bagi penyandang disabilitas di Indonesia.
"Data itu susah, artinya data yang valid, terverifikasi. Data BPS mengatakan ada 38 juta (penyandang disabilitas) itu betul, tapi kita butuh data yang sangat detil," kata Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia.
Baca Juga
Dalam dialog virtual pada Kamis (8/4/2021), Angkie mencontohkan tantangan terkait pendataan muncul misalnya ketika penyandang disabilitas tiba di lokasi vaksinasi.
Advertisement
"Kita memang lebih banyak menginput data manual. Karena data-data yang ada di Dukcapil misalnya, dengan KTP memang terdaftar, tetapi kan kita tidak tahu ragam disabilitasnya apa," kata Angkie.
Angkie mengungkapkan bahwa terdapat lima ragam penyandang disabilitas yaitu: fisik, intelektual, mental, sensorik, dan ganda, yang memiliki kebutuhannya masing-masing.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Membantu Tenaga Kesehatan
Angkie mengatakan, mengetahui ragam disabilitas seseorang penting untuk menentukan jumlah pendamping yang harus dibawa ketika mereka melakukan vaksinasi COVID-19.
"Jadi seperti (disabilitas) mental atau intelektual kita tahu bahwa mereka ke tempat yang baru akan tantrum. Jadi butuh ditenangkan, di-support, ketika bertemu jarum suntik," kata Angkie.
"Untuk teman-teman disabilitas yang bisa datang mandiri itu bagus sekali, tetapi banyak sekali teman-teman disabilitas yang kesulitan untuk sendiri," ujarnya.
Selain itu, hal ini juga penting untuk membantu tenaga kesehatan apabila harus melayani penyandang disabilitas.
"Itu berpengaruh nantinya untuk dokter, assessment berikutnya. Dokter dan tenaga kesehatan berhadapan dengan siapa. Apakah berhadapan dengan (disabilitas) mental, intelektual, sensorik, atau ganda," katanya.
Selain itu menurut Angkie, masih banyak penyandang disabilitas yang sudah berusia 18 tahun tetapi masih bersekolah, dan tidak jarang di antara mereka yang masih belum memiliki KTP.
"Ini tantangan yang sangat luar biasa. Makanya kita sangat membutuhkan beberapa pihak seperti ASN, NGO untuk data yang lengkap. Karena di saat vaksinasi ini kita membutuhkan data yang sangat valid sekali sehingga memudahkan informasi," pungkasnya.
Advertisement