Liputan6.com, Jakarta Aktor senior Ray Sahetapy berbagi pengalaman tentang kedua anaknya yang menyandang disabilitas Tuli, Giska dan Surya Sahetapy.
Menurutnya, pada usia 5, Giska sempat dibawa ke Singapura untuk mengetahui kondisinya secara spesifik. Dokter bertanya apakah dari keluarga ada yang menyandang Tuli, ternyata dari pihak Ray maupun mantan istrinya, Dewi Yull, ada keluarga yang Tuli juga.
Advertisement
Baca Juga
Ray mengenang, di balik kondisinya yang Tuli, Giska telah memperlihatkan potensi di bidang seni terutama menggambar.
Advertisement
“Dia suka ambil buku saya yang kosong, terus dia menggambar dan gambarnya bagus. Lukisan itu saya bikin pameran buat ulang tahunnya,” kata Ray dalam seminar daring Konekin ditulis Sabtu (17/7/2021).
Beranjak usia sekolah, kehidupan Giska tak lepas dari stigma. Kondisinya yang Tuli membuat orang lain memandangnya sebelah mata dan ia acap kali mendapat cemoohan di lingkungan sekolah.
Simak Video Berikut Ini
Beri Kebebasan
Terkait pengasuhan, Ray memiliki prinsip untuk memberi kebebasan pada anak-anaknya untuk berekspresi.
“Anak-anak Tuli ini jangan ditahan, mereka sudah ditahan dari telinganya, bebaskan saja, yang berbahaya boleh dilarang tapi jangan segala hal dilarang. Kebebasan dibutuhkan oleh anak-anak itu supaya mereka mendapatkan hasil dari kebebasan itu.”
Sebagai seniman, Ray mengaku kebebasan itu sangat penting. Kebebasan adalah satu faktor yang membuat seniman bisa menghasilkan karya yang lebih baik, tambahnya.
Advertisement
Sempat Tak Naik Kelas
Ray menuturkan, putrinya yang telah meninggal pada 11 Juni 2010 akibat radang otak sempat tidak naik kelas.
Upaya komunikasi pun dilakukan dengan pihak sekolah, tapi hasilnya nihil. Giska tetap tak dapat naik kelas dan akhirnya dipindah ke sekolah lukis Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta Pusat.
“Di TIM juga ada masalah, dia enggak mau melukis gedung-gedung. Dia bilang gedung-gedung itu sudah ada dan dia ingin melukis yang belum ada.”
Karakter Giska berbeda dengan Surya yang baru-baru ini baru menyelesaikan pendidikan di Rochester Institute of Technology, New York, Amerika Serikat dengan predikat cum laude.
“Kalau ini memang anaknya cerdas, dia dua kali loncat kelas, dia berusaha sendiri hingga bisa lolos ke Amerika, bukan karena saya.”
“Jadi saya tekankan, anak-anak ini adalah pemberian Tuhan yang harus kita olah, pasti akan memberikan kekuatan bagi orang-orang yang mendengar, orang Tuli itu punya kekuatan luar biasa yang selama ini kita kurang perhatikan,” tutupnya.
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Advertisement