Liputan6.com, Jakarta Kamis 22 Mei 2015, dalam gelaran Jakarta Fashion & Food Festival 2015, menjadi momen dari debut Mens’s Collection dari label MUSA WIDYATMODJO. Fashion show dari seri terbaru milik desainer Musa Widyatmodjo ini menampilkan full collection berisi 70 set busana pria.
Lagu `Whistle` dari rapper Flo Rida yang dikemas ulang dengan sentuhan elemen tradisional seperti gamelan menjadi penghantar menarik dari kemunculan para model di runway. Yang juga tak kalah menarik dari aransemen hybrid hiphop-etnik tersebut adalah cerita Musa pada konferensi pers soal 2 jenis klien pria yang dihadapinya.
“Saya cukup terkejut menemukan banyak klien pria yang suka fesyen. Ada yang kemudian memutuskan untuk tidak mengenakan sesuatu yang `aneh-aneh` karena malu dengan istri. Tapi ada juga yang justru di-support oleh istrinya untuk mengeksplorasi fesyen,” kisah desainer kelahiran tahun 1965 itu.
Advertisement
Cerita tersebut tak hanya bicara tentang satu wajah fesyen sebagai non-solitary experience, yakni antara pemakai busana dan orang-orang di sekitarnya. Lebih dari itu, apa yang dikisahkan Musa mengungkap soal kadar penentuan masyarakat terhadap normalitas suatu fashion design.
Musa tampaknya sadar betul bahwa fesyen adalah satu entitas yang eksis melalui konsumsi publik – walau tak harus berarti masal – dan konsekuensi hal tersebut adalah dialog antara sisi artistik desainer dengan penerimaan masyarakat, dengan apa yang masih dianggap normal oleh umumnya orang. Koleksi busana pria dari desainer yang juga memiliki label M by Musa dan Musa Co ini juga dijelaskannya sebagai busana siap pakai yang “wajar” tanpa meninggalkan konsiderasi fesyen.
Melihat bagaimana kini dunia fesyen pria mulai berjalan dengan progres langkah yang lebih cepat serta mengamati desainer-desainer seperti Musa yang kini masuk ke wilayah itu, pikiran tersulut untuk bertanya. Akankah di kemudian hari, adibusana – dengan citranya yang terkenal berisi rancangan “aneh-aneh” menjadi fenomena lumrah di dunia fesyen sebagaimana telah lama adibusana perempuan hidup di dalamnya?
Merujuk pada kisah tentang klien-klien prianya, Musa yang kala itu hadir bersama penyanyi Nino Prabowo, tv personality Tarra Budiman, dan chef Yuda Bustara sebagai muse-nya menilai bahwa masa depan adibusana pria tak mustahil menjadi sama kuatnya dengan adibusana perempuan. Untuk sampai pada level itu, menurutnya, perlu ada edukasi pada konsumen. Lalu, apakah pernyataan Musa mengenai edukasi itu dapat juga ditemukan pada koleksinya ini?
Luxury Man dan Pandangan Musa Widyatmodjo tentang Adi Busana
Luxury Man dan Pandangan Musa Widyatmodjo tentang Adi Busana
Guna mengaksentuasi jawaban atas pertanyaan sebelumnya, peragaan busana bertajuk `Luxury Men` yang berlangsung di Hotel Harris Kelapa Gading tersebut bisa dibahas dari sequence terakhir terlebih dahulu, yakni parade kemeja batik lengan panjang.
Selain elegan dan eksklusif dengan penggunaan bahan mengkilat dan warna yang lebih gelap, kemeja batik lengan panjang karya Musa di koleksi ini berkonsep kawin campur antar budaya tradisional Indonesia di mana batik bertemu dengan kain etnik lainnya, contohnya Tenun NTT.
Rangkaian jas yang telah tampil lebih dulu juga diberinya sentuhan tradisional Indonesia pada area kantong, lengan, juga kerah. Pada rangkaian setelan jas tersebut cukup terasa bagaimana desainer pendiri PT Musa Atelier ini “menuntut” satu sikap mode yang mau bereksplorasi.
Pasalnya meski jas-jas tersebut memiliki desain umum, elemen-elemen kain tradisional Indonesia yang hanya ditempatkan pada area-area tertentu nyatanya memberi satu kesan berbeda yang kuat.
Puncak dari aspirasi Musa akan busana pria siap pakai yang fashionable membuka peragaan busana ini dalam rupa rangkaian kemeja lengan pendek berdesain simple yang styling-nya trendi dan fun.
Kemeja lurik hijau dengan lengannya berbahan sarung yang dipadu celana panjang model gulung, kemeja lurik-batik sebagai pelapis kemeja putih lengan panjang berpadu celana capri, batik dengan celana pendek mengikuti bentuk paha, batik bergaris kancing diagonal yang dipasangkan dengan celana di atas lutut, menjadi wujud nyata akan sebuah visi mengenai atmosfer dunia fesyen pria yang playful, open, dan respectful.
Itulah edukasi yang disuguhkan oleh desainer lulusan Drexel University, Amerika serikat, melaui MUSA WIDYATMODJO Men's Collection berjudul Luxury Man. Kembali ke bahasan soal adibusana, koleksi busana pria rancangan MUSA ini merupakan satu mild approach yang baik agar masyarakat “siap” dengan suguhan adibusana pria. Mengapa penting untuk bertanya tentang masa depan adibusana pria?
Di Prancis, tak sembarang seorang desainer fesyen atau label dapat menggunakan istilah `Haute Couture`. Di negri beribukota Paris yang merupakan world's fashion capital, haute couture berada dalam naungan Chambre Syndicale de la Haute Couture dan hanya mereka yang mendapat persetujuan dari Kementrian Industri Prancis yang boleh menggunakan istilah tersebut. Set kriteria ketat dipalikasikan pada keanggotaannya. Bukan sekadar made-to-measure, busana-busana haute couture lazim dirancang dengan material berkualitas sangat baik dan dengan desain-desain yang intricating.
Mengutip artikel `Haute Couture fact file` yang diterbitkan oleh Telegraph.co.uk pada 26 Januari 2015, sisi bisnis dari busana-busana haute couture tidaklah menggiurkan. Hanya sedikit orang yang mampu membeli busana super-mahal karena biaya produksi dan tingkat keahlian tinggi yang diperlukan untuk membuatnya. Akan tetapi, untuk desainer papan atas dan rumah mode ternama, haute couture berarti menjaga brand image yang pada akhirnya juga berujung pada perihal profit bisnis penjualan ready-to-wear fashion.
Lepas dari aspek bisnis fesyen, haute couture atau adibusana perlu dilihat dalam perannya sebagai wujud luhur dari sisi artistik fesyen. Adibusana merupakan wilayah dimana seorang desainer mengeksploitasi proses rancang estetika berwujud busana sekaligus wilayah para penikmat fashion lain mengapresiasinya dan melatih sensitifitas rasa dan kemampuan interpretasinya akan keindahan.
Edukasi secara mild seperti yang dilakukan oleh Musa memang merupakan satu jalan yang bisa ditempuh agar nantinya rancangan-rancangan adibusana pria yang dibuat para desainer mendapat apresiasi yang appropriate dari masyarakat fesyen Indonesia yang teredukasi.
Nilai tambah yang bisa ditemukan pada seorang Musa Widyatmodjo selaku desainer ialah bahwa sejak dini proses edukasi yang dilakukannya, ia menempatkan kebudayaan tradisional Indonesia sebagai elemen signifikan. Melalui hal tersebut diharapkan kekayaan budaya etnik Indonesia yang mengagumkan tak punah untuk dieksplorasi dalam dunia fesyen, baik yang siap pakai maupun yang adibusana. (bio)
(Fotografer: Faizal Fanani)
Advertisement