Ciri-Ciri Historiografi Tradisional: Pengertian, Karakteristik, dan Contohnya

Pelajari ciri-ciri historiografi tradisional, pengertian, karakteristik, dan contoh-contohnya. Pahami perkembangan penulisan sejarah di Indonesia.

oleh Liputan6 diperbarui 18 Des 2024, 17:11 WIB
Diterbitkan 18 Des 2024, 17:11 WIB
ciri-ciri historiografi tradisional
ciri-ciri historiografi tradisional ©Ilustrasi dibuat AI
Daftar Isi

Liputan6.com, Jakarta - Historiografi tradisional merupakan salah satu bentuk penulisan sejarah yang memiliki karakteristik unik dan berkembang pada masa-masa awal peradaban di Indonesia. Memahami ciri-ciri historiografi tradisional penting untuk mengetahui bagaimana nenek moyang kita memandang dan merekam peristiwa-peristiwa penting di masa lalu.

Mari kita telusuri lebih dalam mengenai historiografi tradisional ini.

Pengertian Historiografi Tradisional

Historiografi tradisional dapat didefinisikan sebagai penulisan sejarah yang berkembang pada masa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara, baik pada era Hindu-Buddha maupun Islam. Karya-karya ini umumnya ditulis oleh para pujangga istana atau cendekiawan kerajaan dengan tujuan utama untuk merekam dan mewariskan kisah-kisah kerajaan serta kehidupan para penguasa kepada generasi berikutnya.

Beberapa poin penting terkait pengertian historiografi tradisional:

  • Merupakan bentuk awal penulisan sejarah di Indonesia
  • Berkembang pada masa kerajaan Hindu-Buddha hingga kerajaan Islam
  • Ditulis oleh pujangga istana atau cendekiawan kerajaan
  • Bertujuan merekam dan mewariskan sejarah kerajaan
  • Memiliki karakteristik yang khas dan berbeda dengan historiografi modern

Historiografi tradisional menjadi cerminan cara pandang masyarakat tradisional dalam memahami dan memaknai peristiwa-peristiwa sejarah. Karya-karya ini tidak hanya sekedar catatan faktual, tetapi juga mengandung unsur-unsur mitologi, legenda, dan kepercayaan yang berkembang pada masa itu.

Karakteristik Utama Historiografi Tradisional

Historiografi tradisional memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari bentuk penulisan sejarah lainnya. Karakteristik ini mencerminkan cara pandang dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat pada masa itu. Berikut adalah ciri-ciri utama historiografi tradisional:

1. Istana-sentris

Salah satu ciri paling menonjol dari historiografi tradisional adalah sifatnya yang istana-sentris. Artinya, fokus utama penulisan sejarah berpusat pada kehidupan istana, raja, dan keluarga kerajaan. Kisah-kisah yang ditulis umumnya berkaitan dengan:

  • Asal-usul kerajaan dan silsilah raja
  • Kehidupan dan perjuangan para penguasa
  • Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di lingkungan istana
  • Hubungan antar kerajaan dan ekspansi kekuasaan

Sementara itu, kehidupan rakyat biasa jarang mendapat porsi dalam penulisan sejarah tradisional. Hal ini mencerminkan struktur masyarakat feodal di mana raja dan bangsawan dianggap sebagai pusat kehidupan bernegara.

2. Religio-magis

Karakteristik lain yang menonjol adalah sifat religio-magis dalam penulisan sejarah tradisional. Unsur-unsur supernatural, mitos, dan legenda sering kali dimasukkan ke dalam narasi sejarah. Beberapa contoh manifestasi sifat religio-magis ini antara lain:

  • Raja digambarkan memiliki kekuatan supranatural atau titisan dewa
  • Peristiwa-peristiwa penting dikaitkan dengan campur tangan kekuatan gaib
  • Penggunaan ramalan dan pertanda alam dalam menjelaskan kejadian sejarah
  • Pencampuran antara fakta sejarah dengan mitos dan legenda

Sifat religio-magis ini mencerminkan cara pandang masyarakat tradisional yang masih kental dengan kepercayaan mistis dan supernatural.

3. Etnosentrisme

Historiografi tradisional juga memiliki kecenderungan etnosentris, di mana penulisan sejarah berfokus pada suku atau kelompok etnis tertentu. Karakteristik ini terlihat dari:

  • Penekanan pada keunggulan suku atau etnis tertentu
  • Penggambaran kelompok lain sebagai inferior atau "yang lain"
  • Penggunaan bahasa dan istilah lokal yang khas
  • Penjelasan sejarah dari sudut pandang etnis dominan

Etnosentrisme ini mencerminkan realitas politik dan sosial pada masa itu di mana identitas kesukuan masih sangat kuat.

4. Sifat Anakronistis

Ciri lain yang sering ditemui dalam historiografi tradisional adalah sifat anakronistis atau ketidaksesuaian waktu. Hal ini terlihat dari:

  • Pencampuradukan urutan waktu dalam penyajian peristiwa
  • Penggunaan sistem penanggalan yang tidak konsisten
  • Penggabungan tokoh-tokoh dari era yang berbeda dalam satu narasi
  • Ketidakjelasan batas antara masa lalu, kini, dan masa depan

Sifat anakronistis ini menunjukkan bahwa konsep waktu linear belum sepenuhnya diadopsi dalam penulisan sejarah tradisional.

5. Tidak Kritis

Historiografi tradisional umumnya bersifat tidak kritis terhadap sumber-sumber yang digunakan. Beberapa manifestasi dari karakteristik ini antara lain:

  • Penerimaan mitos dan legenda sebagai fakta sejarah
  • Kurangnya verifikasi terhadap kebenaran informasi
  • Absennya analisis kritis terhadap motivasi dan kepentingan penulis
  • Pengabaian terhadap sumber-sumber yang bertentangan dengan narasi utama

Sifat tidak kritis ini berkaitan erat dengan tujuan penulisan sejarah yang lebih menekankan pada legitimasi kekuasaan daripada pencarian kebenaran historis.

Perkembangan Historiografi Tradisional di Indonesia

Historiografi tradisional di Indonesia mengalami perkembangan yang panjang, sejalan dengan dinamika politik dan budaya di Nusantara. Berikut adalah tahapan perkembangan historiografi tradisional di Indonesia:

1. Masa Hindu-Buddha (Abad 4-15 M)

Pada masa ini, historiografi tradisional mulai berkembang di kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha seperti Sriwijaya, Mataram Kuno, dan Majapahit. Karakteristik utama historiografi pada masa ini antara lain:

  • Penggunaan bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno
  • Penulisan dalam bentuk prasasti dan naskah lontar
  • Tema-tema yang berkaitan dengan mitologi Hindu-Buddha
  • Penggambaran raja sebagai titisan dewa

Contoh karya historiografi dari masa ini antara lain Kitab Pararaton dan Negarakertagama.

2. Masa Transisi Hindu-Buddha ke Islam (Abad 15-16 M)

Periode ini ditandai dengan masuknya pengaruh Islam ke Nusantara. Karakteristik historiografi pada masa transisi ini meliputi:

  • Percampuran unsur Hindu-Buddha dengan Islam
  • Penggunaan aksara Arab-Melayu (Jawi)
  • Mulai munculnya tema-tema Islami dalam penulisan sejarah
  • Penggambaran raja sebagai khalifah atau wakil Allah di bumi

Contoh karya dari masa ini adalah Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu.

3. Masa Kerajaan Islam (Abad 16-19 M)

Pada periode ini, historiografi tradisional semakin berkembang di kerajaan-kerajaan Islam seperti Aceh, Demak, dan Mataram Islam. Ciri-ciri historiografi masa ini antara lain:

  • Penggunaan bahasa Melayu dan bahasa daerah
  • Penulisan dalam bentuk hikayat, babad, dan tambo
  • Tema-tema yang berkaitan dengan penyebaran Islam
  • Penggambaran raja sebagai pemimpin agama dan negara

Contoh karya historiografi dari masa ini adalah Babad Tanah Jawi dan Hikayat Aceh.

4. Masa Kolonial (Abad 19-20 M)

Meskipun sudah mulai terpengaruh historiografi Barat, tradisi penulisan sejarah tradisional masih bertahan pada masa kolonial. Karakteristik historiografi tradisional pada masa ini meliputi:

  • Munculnya tema-tema perlawanan terhadap kolonialisme
  • Penggunaan bahasa dan aksara lokal sebagai bentuk resistensi
  • Penggabungan unsur-unsur modern dengan tradisional
  • Mulai munculnya kesadaran nasionalisme dalam penulisan sejarah

Contoh karya dari masa ini adalah Babad Diponegoro dan Hikayat Perang Sabil.

Contoh-Contoh Historiografi Tradisional

Untuk memahami lebih jauh mengenai ciri-ciri historiografi tradisional, mari kita telaah beberapa contoh karya historiografi tradisional yang terkenal di Indonesia:

1. Kitab Negarakertagama

Kitab Negarakertagama merupakan salah satu karya historiografi tradisional paling terkenal dari masa Kerajaan Majapahit. Ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 M, kitab ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Menggunakan bahasa Jawa Kuno dalam bentuk puisi (kakawin)
  • Berfokus pada kehidupan Raja Hayam Wuruk dan kebesaran Majapahit
  • Menggambarkan struktur pemerintahan dan wilayah kekuasaan Majapahit
  • Memuat unsur-unsur mitologi dan kepercayaan Hindu-Buddha

Kitab Negarakertagama menjadi sumber penting untuk memahami sejarah dan peradaban Majapahit.

2. Babad Tanah Jawi

Babad Tanah Jawi adalah karya historiografi tradisional yang menceritakan sejarah Jawa dari masa awal hingga masa Kerajaan Mataram Islam. Karakteristik Babad Tanah Jawi antara lain:

  • Ditulis dalam bahasa Jawa dengan berbagai versi
  • Menggabungkan unsur sejarah, mitologi, dan legenda
  • Menceritakan silsilah raja-raja Jawa
  • Memuat kisah-kisah supernatural dan ramalan

Babad Tanah Jawi menjadi sumber penting untuk memahami pandangan orang Jawa terhadap sejarah mereka.

3. Hikayat Raja-Raja Pasai

Hikayat Raja-Raja Pasai adalah karya historiografi tradisional yang menceritakan sejarah Kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Ciri-ciri karya ini meliputi:

  • Ditulis dalam bahasa Melayu dengan aksara Jawi
  • Menggambarkan proses Islamisasi di Sumatera
  • Memuat kisah-kisah keajaiban dan mukjizat
  • Menjelaskan asal-usul raja-raja Pasai

Hikayat ini menjadi sumber penting untuk memahami sejarah awal Islam di Nusantara.

4. Sejarah Melayu

Sejarah Melayu atau Sulalatus Salatin adalah karya historiografi tradisional yang menceritakan sejarah Kesultanan Malaka. Karakteristik karya ini antara lain:

  • Ditulis dalam bahasa Melayu klasik
  • Menggabungkan unsur sejarah dengan legenda
  • Menceritakan asal-usul raja-raja Melayu
  • Memuat kisah-kisah moral dan kebijaksanaan

Sejarah Melayu menjadi sumber penting untuk memahami sejarah dan budaya Melayu.

Perbandingan dengan Jenis Historiografi Lainnya

Untuk memahami lebih jauh mengenai ciri-ciri historiografi tradisional, penting untuk membandingkannya dengan jenis historiografi lainnya yang berkembang di Indonesia. Berikut adalah perbandingan antara historiografi tradisional dengan historiografi kolonial dan modern:

Historiografi Tradisional vs Historiografi Kolonial

Historiografi kolonial berkembang pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Beberapa perbedaan utama antara keduanya:

  • Sudut pandang: Historiografi tradisional berpusat pada kerajaan lokal, sementara historiografi kolonial berfokus pada kepentingan kolonial Belanda.
  • Bahasa: Historiografi tradisional menggunakan bahasa lokal, sedangkan historiografi kolonial umumnya dalam bahasa Belanda.
  • Sumber: Historiografi tradisional banyak menggunakan tradisi lisan dan naskah kuno, sementara historiografi kolonial lebih mengandalkan dokumen-dokumen resmi kolonial.
  • Tujuan: Historiografi tradisional bertujuan mewariskan sejarah dan legitimasi kekuasaan lokal, sedangkan historiografi kolonial bertujuan mendukung kepentingan kolonial.

Historiografi Tradisional vs Historiografi Modern

Historiografi modern mulai berkembang di Indonesia setelah kemerdekaan. Beberapa perbedaan utama dengan historiografi tradisional:

  • Metodologi: Historiografi modern menggunakan metode ilmiah dan kritis, sementara historiografi tradisional lebih mengandalkan tradisi dan otoritas.
  • Objektivitas: Historiografi modern berusaha objektif dan netral, sedangkan historiografi tradisional cenderung subjektif dan memihak.
  • Cakupan: Historiografi modern mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, sementara historiografi tradisional lebih berfokus pada elite penguasa.
  • Sumber: Historiografi modern menggunakan berbagai sumber primer dan sekunder, sedangkan historiografi tradisional lebih terbatas pada sumber-sumber tertentu.

Meskipun memiliki perbedaan, ketiga jenis historiografi ini memiliki peran penting dalam membentuk pemahaman kita tentang sejarah Indonesia.

Kritik dan Keterbatasan Historiografi Tradisional

Meskipun memiliki nilai penting, historiografi tradisional juga menghadapi berbagai kritik dan keterbatasan yang perlu dipahami:

1. Kurangnya Objektivitas

Salah satu kritik utama terhadap historiografi tradisional adalah kurangnya objektivitas. Hal ini disebabkan oleh:

  • Kecenderungan untuk melebih-lebihkan kebesaran raja dan kerajaan
  • Pengabaian terhadap peristiwa atau tokoh yang dianggap tidak menguntungkan
  • Pencampuran antara fakta sejarah dengan mitos dan legenda
  • Penulisan yang dipengaruhi oleh kepentingan politik penguasa

2. Keterbatasan Cakupan

Historiografi tradisional memiliki keterbatasan dalam cakupan peristiwa dan tokoh yang diceritakan. Beberapa keterbatasan ini meliputi:

  • Fokus yang terlalu sempit pada kehidupan istana dan elite penguasa
  • Kurangnya perhatian terhadap kehidupan rakyat biasa dan kelompok marginal
  • Pengabaian terhadap aspek-aspek ekonomi dan sosial yang lebih luas
  • Keterbatasan geografis yang hanya mencakup wilayah tertentu

3. Inkonsistensi Kronologis

Salah satu kelemahan historiografi tradisional adalah inkonsistensi dalam menyajikan urutan waktu. Hal ini terlihat dari:

  • Pencampuradukan peristiwa dari periode yang berbeda
  • Ketidakjelasan dalam menentukan kapan suatu peristiwa terjadi
  • Penggunaan sistem penanggalan yang tidak konsisten
  • Kesulitan dalam menyusun kronologi yang akurat

4. Kurangnya Verifikasi Sumber

Historiografi tradisional sering kali tidak melakukan verifikasi yang ketat terhadap sumber-sumber yang digunakan. Implikasi dari hal ini antara lain:

  • Penerimaan informasi tanpa kritik yang memadai
  • Kesulitan dalam membedakan antara fakta sejarah dan fiksi
  • Potensi terjadinya distorsi dalam penyajian peristiwa sejarah
  • Tantangan dalam menggunakan historiografi tradisional sebagai sumber sejarah yang dapat diandalkan

Upaya Pelestarian dan Pengkajian Historiografi Tradisional

Meskipun memiliki berbagai keterbatasan, historiografi tradisional tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya Indonesia. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk melestarikan dan mengkaji karya-karya ini:

1. Digitalisasi Naskah Kuno

Salah satu upaya penting dalam pelestarian historiografi tradisional adalah digitalisasi naskah-naskah kuno. Proses ini melibatkan:

  • Pemindaian (scanning) naskah-naskah asli ke dalam format digital
  • Penyimpanan data digital dalam sistem yang aman dan mudah diakses
  • Pembuatan katalog digital untuk memudahkan pencarian
  • Pengembangan platform online untuk mengakses naskah-naskah digital

2. Penelitian dan Pengkajian Akademis

Berbagai lembaga akademik dan peneliti terus melakukan kajian terhadap historiografi tradisional. Upaya ini meliputi:

  • Analisis kritis terhadap isi dan konteks historiografi tradisional
  • Perbandingan antara sumber-sumber historiografi tradisional dengan sumber sejarah lainnya
  • Pengembangan metode untuk menginterpretasikan karya-karya historiografi tradisional
  • Publikasi hasil-hasil penelitian dalam jurnal ilmiah dan buku-buku akademis

3. Penerjemahan dan Publikasi

Untuk memudahkan akses dan pemahaman terhadap karya-karya historiografi tradisional, dilakukan upaya penerjemahan dan publikasi. Hal ini mencakup:

  • Penerjemahan naskah-naskah kuno ke dalam bahasa Indonesia modern
  • Publikasi edisi kritis yang dilengkapi dengan catatan dan penjelasan
  • Penyusunan buku-buku populer yang mengadaptasi kisah-kisah dari historiografi tradisional
  • Pengembangan materi pembelajaran berbasis historiografi tradisional

4. Pemanfaatan dalam Industri Kreatif

Historiografi tradisional juga dimanfaatkan dalam berbagai bentuk industri kreatif, seperti:

  • Adaptasi cerita-cerita sejarah dalam bentuk film dan serial TV
  • Pengembangan game dan aplikasi digital berbasis sejarah tradisional
  • Penciptaan karya seni rupa dan pertunjukan yang terinspirasi dari historiografi tradisional
  • Pengembangan wisata sejarah dan budaya yang mengangkat tema-tema dari historiografi tradisional

Pertanyaan Umum Seputar Historiografi Tradisional

1. Apa perbedaan utama antara historiografi tradisional dan modern?

Perbedaan utama terletak pada metodologi dan sudut pandang. Historiografi tradisional cenderung bersifat istana-sentris dan mengandung unsur mitos, sedangkan historiografi modern menggunakan metode ilmiah dan berusaha objektif.

2. Apakah historiografi tradisional dapat dianggap sebagai sumber sejarah yang valid?

Historiografi tradisional dapat menjadi sumber sejarah yang berharga, namun perlu diinterpretasikan secara kritis dan dibandingkan dengan sumber-sumber lain untuk memverifikasi kebenarannya.

3. Mengapa historiografi tradisional sering mengandung unsur mitos dan legenda?

Hal ini mencerminkan cara pandang masyarakat tradisional yang belum memisahkan secara tegas antara sejarah, mitos, dan kepercayaan. Unsur-unsur ini juga sering digunakan untuk melegitimasi kekuasaan.

4. Bagaimana cara membaca dan memahami historiografi tradisional dengan benar?

Untuk memahami historiografi tradisional dengan baik, perlu memperhatikan konteks historis, budaya, dan politik saat karya tersebut ditulis. Penting juga untuk membandingkannya dengan sumber-sumber lain dan menggunakan pendekatan kritis.

5. Apakah masih ada penulisan historiografi tradisional di era modern?

Meskipun sudah jarang, beberapa komunitas tradisional masih mempraktikkan penulisan sejarah dengan gaya historiografi tradisional, terutama untuk tujuan pelestarian budaya dan identitas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya