Kembalinya si 'Maut' Hitam

Wabah 'hitam' adalah maut yang memakan korban jiwa pada era abad 17. Di abad modern, penebarannya menurun. Kini ia kembali.

oleh Indy Keningar diperbarui 15 Okt 2015, 18:07 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2015, 18:07 WIB
Kembalinya si Wabah Hitam Maut
Wabah hitam maut memakan korban jiwa para era abad 17. Menurun penyebarannya di abad modern, kini si wabah kembali.

Liputan6.com, Washington DC - Pada abad ke-14, lebih dari 50 juta jiwa di dunia terenggut.

Mereka meninggal karena penyakit yang disebut dengan black plague--wabah hitam. Penyakit ini dipicu oleh bakteria yang menyerang organ pernapasan manusia.

Gejala awal penyakit ditandai dengan munculnya benjolan seperti tumor pada bagian leher, paha dan ketiak, berisi nanah-- karena pembengkakan kelenjar. Ini merupakan vonis mati. Setelah mengalami sesak nafas, penderita akan muntah darah dan mengalami demam tinggi. Kemudian, meninggal dunia dalam selang waktu dua hari. Saat meninggal, kulit penderita akan menghitam.

Wabah dibawa oleh hewan pengerat seperti tikus, dan menyebar dengan sangat cepat. Bermula dari Eropa di tahun 1330-an, wabah menghapuskan 45 persen penduduk dalam jangka waktu hanya 4 tahun, dikutip History Today.

Puncak menyebarnya wabah terjadi pada rentang tahun  1346 - 1353. Hal ini membuat jumlah penduduk Eropa berkurang drastis sehingga mengubah struktur sosial benua.

Pada tahun 1600-an, wabah ini menyerang kembali. Terjadi di London yang menyebabkan lebih dari 50 persen penduduk. Mereka menamakan Great Plague 1665.  Pandemik juga terjadi di China dan Inda pada abad ke-19. Lebih dari 12 juta penduduk tewas. Baca juga: 3.500 Kerangka Manusia Ditemukan Terpendam di Bawah London

Seiring dengan pergantian abad, wabah berangsur berkurang. Namun bukan berarti menghilang sepenuhnya. Di Madagaskar, penyakit ini masih menjadi endemi. Sedangkan, di AS, tahun ini wabah menyebar dan kematian yang diakibatkannya meningkat.

Ditemukan 15 kasus kematian karena wabah di AS pada tahun 2015. Menurut survey dari CDC, jumlah ini merupakan tertinggi dalam satu abad terakhir. 

Bakteri yang 'bertanggung jawab', yersinia pestis menyebar sampai AS karena kapal uap yang dihuni tikus, menurut Daniel Epstein dari WHO.

"Wabah ini cukup menyebar secara endemik di kota pelabuhan bagian Barat. Namun, wabah yang ditemukan di kota terakhir ada pada tahun 1925, menyebar melalui tikus kota," ungkap Daniel Epstein pada BBC.

Pada era kini, penyakit bisa ditangani dengan antibiotik, jika pasien didiagnosa di tahap awal. Pun begitu, tingkat kematiannya ada di angka 30-60 persen.

Penyebaran Wabah Terbaru di AS

Kembalinya si Wabah Hitam Maut
Bakteri penyebab wabah.(foto: BBC)

Penyebaran Wabah Terbaru di AS

Tingkat kematian tertinggi terjadi pada musim panas. Saat orang-orang menghabiskan waktu di luar rumah lebih sering.

"Sarannya, waspada terhadap gigitan kutu, dan jangan dekat-dekat mayat hewan di area penyebaran wabah," jelas Epstein.

Area yang disebutkan adalah New Mexico, Arizona, California, dan Colorado. Kasus yang terjadi di tahun ini berasal dari negara bagian tersebut, atau di negara bagian Barat di garis bujur 100. Dr Anesh Adalja, spesialis penyakit menular dari Pusat Keamanan Kesehatan Universitas Pittsburghmenyebutkan 'garis wabah' untuk ketiga negara bagian itu. 

"Anjing petani merupakan pembawa wabah utama. Mereka umumnya ada di bagian barat garis bujur ke-100," ungkap Dr Adalja. "Fakta bahwa mereka 'hewan sosial' membantu penyebaran kutu yang sudah terinfeksi."

Musang, hewan yang membawa penyebaran wabah. (foto: BBC)

Musang kaki hitan dan lynx Kanada merupakan spesies yang perlu dicurigai, menurut Dr Danielle Buttke, ahli epidemi di US National Park Service.

Keberadaan hewan pembawa wabahlah yang membuat pandemi sulit dihapuskan.

Penyakit manusia yang telah dihapuskan sejauh ini, cacar air, tidak ditemukan pada hewan. Sama dengan polio, yang sedang dalam proses dihapuskan oleh WHO, namun masih menjadi endemi di tiga kota: Nigeria, Afghanistan dan Pakistan.

"Sampai kita membuat punah hewan pengerat, wabah akan selalu ada," ungkap Epstein.

Di sisi lain, ilmuwan dari National Wildlife Health Center bekerja dengan taman nasional dalam mengembangkan vaksin oral untuk melindungi musang kaki hitam dan anjing pertanian. Vaksin suntik untuk musang kaki hitam juga diciptakan. Sehingga, ada kemungkinan menghilangkan penyakit dari hewan-hewan tersebut. Setidaknya di taman nasional yang sering dikunjungi.

Pada umumnya, riset pada penyakit sedang 'ramai-ramainya' ini menurut Adalja membuat para ilmuwan mencoba mempercanggih diagnosis, dan mengembangkan vaksin manusia yang efektif.

Alasannya? Wabah ini telah diklasifikasikan sebagai 'senjata biologi kategori A', meski jumlah korban jiwa rata-rata hanya 7 kasus per tahun.  

Menurut Insititut Nasional untuk Penyakit Menular, departemen kesehatan AS, kategori A adalah kategori paling berbahaya. Sehingga, membuat pemerintah AS memikirkan resiko pengembangan virus ini untuk dijadikan senjata biologi, meskipun kemungkinannya masih kecil. (Ikr/Rie)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya