Liputan6.com, Pentagon - Sebelum melakukan aksinya dengan menebar teror di 6 titik di Kota Paris dan sekitarnya, para teroris melakukan kegiatan surveillance atau pengamatan di beberapa lokasi.
Menurut laporan intelijen Amerika Serikat, tindak tanduk para teroris Paris,menunjukkan, aksi mereka telah terencana dengan matang, terlatih bak militer profesional.
Baca Juga
Laporan tersebut dikeluarkan oleh FBI, Departemen Keamanan Dalam Negeri, dan Badan Antiteror AS yang memperingatkan aparat keamanan AS untuk mengevaluasi latihan mereka bagaimana menghadapi penembak jitu dan pelaku teror seperti di Paris.
Advertisement
Ketiga badan itu juga telah memperingatkan otoritas keamanan agar berlatih cara menghadapi penembak aktif serta bagaimana 'mengunci' orang yang mencurigakan.
Laporan itu juga mewanti-wanti, bahwa serangan Paris mudah terjadi di mana saja di Eropa dan di AS karena faktor geografi dan sosial, demikian seperti dilansir CNN, Selasa (24/11/2015).
Sebuah telepon genggam ditemukan di tempat sampah tak jauh dari aula gedung pertunjukan Bataclan. Alat komunikasi itu dipercaya milik salah satu teroris. Di dalamnya terdapat peta gedung tersebut. Tak hanya itu, telepon itu memiliki beberapa aplikasi dengan enkripsi. Banyak pesan-pesan percakapan yang mengindikasi metode dan koordinasi penyerangan.
Para teroris itu menyewa mobil di Belgia atas nama Salah Abdeslam, sebelum mereka bersembunyi di safe house di Saint Danis, Utara Prancis.
Baca Juga
Buletin itu menuliskan bahwa serangan Paris adalah serangan ISIS yang semakin canggih kerena banyak taktik sehingga mengakibatkan kerusakan yang besar.
Target yang banyak dan dilakukan nyaris bersamaan menunjukkan mereka telah berlatih dengan sungguh-sungguh dan menguasai medan.
Intel Eropa juga menemukan fakta bahwa pelaku pernah pergi ke Suriah. Penggunaan senjata serta bom sabuk mengindikasikan kepada siapa mereka pernah berlatih.
Cikal Bakal ISIS
Sebelumnya juga dilaporkan cikal-bakal ISIS lahir dari Kamp Bucca, di Irak. Para ahli yakin, kamp itu memainkan peran penting dalam perkembangan kelompok teroris itu. "Seperti sebuah inkubator," kata peneliti Quillam Foundation Rachel Bryson, yang memiliki spesialisasi soal ISIS dan jihad, seperti dikutip dari News.com.au, Senin 23 November 2015.
Ia mengatakan, kamp luas itu seakan menjadi 'universitas' bagi para teroris, yang memungkinkan lebih dari 26.000 tahanan untuk membuat jejaring dan menyusun cetak biru dari organisasi yang kini dikenal sebagai ISIS.
"Mereka yang radikal menjadi 'dosennya' dan tahanan lain adalah mahasiswanya," kata Bryson. "Seperti ISIS, tujuan mereka adalah membangun sebuah negara...Itu (Kamp Bucca) adalah tempat di mana ahli agama, ahli pendidikan, ahli militer, dan mereka yang menguasai berbagai bidang bisa bertemu dan merancang sesuatu."
Tahanan di kamp di padang pasir tersebut adalah wakil dari berbagai latar belakang masyarakat.
"Kamp tersebut memfasilitasinya, membuat visi tentang sebuah negara menguat." (Rie/Ein)*