Ditemukan, Katak Pohon yang Punah 145 Tahun Lalu

Penemuan ini memberi harapan bahwa katak-katak pohon itu mungkin bisa ditemukan di area lain dari China hingga Thailand.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 21 Jan 2016, 17:00 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2016, 17:00 WIB
Katak Pohon yang Punah 100 Tahun Lalu, Ditemukan Kembali di India
Katak Pohon yang Punah 100 Tahun Lalu, Ditemukan Kembali di India (Guardian)

Liputan6.com, Delhi - Katak pohon yang dikira telah punah 1 abad lalu ternyata ditemukan lagi di India. Penemuan luar biasa ini ditemukan oleh ahli biologi Sathyabhama Das Biju dan timnya di pedalaman hutan timur laut India.

Penemuan ini memberi harapan bahwa katak-katak pohon itu mungkin bisa ditemukan di area lain China hingga Thailand. Tak hanya itu, studi atas temuan tersebut membuat para ahli harus mengklasifikasikan ulang keseluruhan genus itu.

Katak berukuran sebesar bola golf itu tinggal di lubang pohon setinggi 6 meter dari tanah. Itulah mengapa keberadaan mereka tersembunyi dan sulit terdeteksi.

Jenis katak ini unik. Betinanya tidak melepas telur ke air, melainkan mengeraminya di lubang pohon yang berisi air. Saat menjadi kecebong, ia memberi makan 'anak-anaknya' dengan telur-telur yang gagal menetas.

Tak seperti katak lain yang makan jentik dan serangga, katak pohon dewasa memakan lumut.

Peneliti Biju akhirnya terkenal sebagai Frog Man dari India, karena ia telah menukan 89 dari 350 jenis katak.

"Saat itu, kami mendengar suara orkestra yang mengalun indah. Terdengar sangat magis, dan saat memeriksanya kami menemukan mereka," kata Biju seperti dilansir dari BBC, Kamis (21/1/2016).

Setelah uji DNA, Biju dan koleganya menyatakan katak pohon itu merupakan jenis baru. Dengan kata lain, hewan itu berhak mendapatkan nama baru.

Katak yang awalnya bernama Polypedates Jerdonii itu kemudian diberi nama dari penemunya Thomas Jerdon. Jerdon adalah ahli biologi Inggris yang pertama kali menemukan spesies ini pada 1870 atau 145 tahun lalu.

Kini amfibi itu dinamakan Frakixalus Jerdonii -- diambil dari nama ahli amfibi dan reptil, Frank Bossuyt, penasihat Biju ketika ia belajar di Belgia.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya