3 Fakta Aneh Raibnya Kapal dan Pesawat di Segitiga Bermuda

Mulai dari teori hilangnya pesawat Angkatan Laut AS, badai, hingga gas metana.

oleh Citra Dewi diperbarui 22 Mar 2016, 10:18 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2016, 10:18 WIB
Keanehan Segitiga Bermuda Akan Segera Terjawab!
Beberapa kawah besar ditemukan di Laut Barents

Liputan6.com, New York - Segitiga Bermuda adalah wilayah imajiner yang menghubungkan tiga titik, yaitu Florida, Puerto Rico dan Pulau Bermuda. Total, area tersebut mempunyai luas 4 juta kilometer persegi.

Area tersebut berkaitan erat dengan hilangnya kapal maupun pesawat secara misterius. Salah satunya adalah satu skuadron berisi lima pesawat Angkatan Laut AS yang menghilang tanpa jejak pada 1945.

Banyaknya kasus hilangnya pesawat dan kapal di segitiga bermuda, menimbulkan banyak spekulasi. Fenomena tersebut dibahas dengan menggunakan teori populer, fiksi ilmiah, hingga dihubungkan dengan kejadian supernatural.

Namun menurut Aviation Safety Network dan penjaga pantai AS (USCG), fenomena hilangnya kapal dan pesawat dapat dikaitkan dengan adanya badai atau kondisi kendaraan yang tak aman.

Di situs USCG, sering terdapat pertanyaan "Apakah Segitiga Bermuda benar-benar ada?". Menanggapi hal itu, mereka menjawab, "Dalam kejadian hilangnya pesawat dan kapal selama bertahun-tahun, tidak ditemukan alasan lain selain penyebab fisik."

Dengan kata lain, proses-proses di laut yang terjadi secara normal dan kesalahan dari manusia merupakan penyebab kemungkinan terjadinya fenoma tersebut.

Seperti yang dikutip dari Live Science, Selasa (22/3/2016), berikut beberapa kemungkinan yang menyebabkan hilangnya kapal dan pesawat di Segitiga Bermuda:

Teori Hilangnya Pesawat Angkatan Laut AS

Menurut National Ocean Service, 70 persen permukaan bumi terdiri dari lautan, dengan kedalaman rata-rata 3.700 meter hingga yang paling dalam 11.000 meter. Laut mengandung sekitar 1.338 kilometer kubik air, sehingga tak mengherankan jika kapal dan pesawat terbang dapat menghilang dan tak meninggalkan jejak.

Pads 1964 seorang wartawan, Vincent Gaddis, menjuluki laut di sebelah tenggara pantai Atlantik AS dengan nama 'the Bermuda Triangle'. Gaddis memberi judul tersebut untuk sebuah artikel mengenai hilangnya pesawat Angkatan Laut AS, Flight 19, secara misterius di tahun 1945.

Ilustrasi Kapal (Foto: Reuters).

Pesawat Angkatan Laut AS lainnya dengan 13 awak yang dimaksudkan untuk mencari Flight 19 juga menghilang. Hal tersebut dilaporkan oleh veteran AL Amerika Serikat, Howard L. Rosenberg, yang menulis tentang Segitiga Bermuda pada sebuah artikel untuk Naval History and Heritage Command (NHHC).

Ia berkata bahwa Flight 19 kemungkinan tersasar dan akhirnya kehilangan bahan bakar. Jika jatuh, pesawat itu akan rusak dan tenggelam, serta air laut yang terlalu dingin membuat para kru tak dapat bertahan.

Pesawat penyelamat yang diterjunkan guna mencari burung besi tersebut adalah PBM, dengan julukan 'tangki gas terbang' karena jenisnya yang mudah terbakar. Rosenberg mengatakan, kemungkinan besar mereka mengalami kecelakaan yang membuat pesawat itu terbakar.

"Area Segitiga (Bermuda) menjadi salah satu tempat yang paling sering dilalui di dunia. Semakin besar jumlah kapal dan pesawat yang melintas, semakin besar pula kemungkinan terjadinya sesuatu," tulis Rosenberg.

Badai Penyebab Hilangnya Kapal dan Pesawat

Badai tropis dan angin topan sering terjadi di area tersebut. Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), hal itu menjelaskan mengapa terdapat banyak laporan hilangnya pesawat maupun kapal selama bertahun-tahun di Segitiga Bermuda.

Pada masa lalu, kapal yang melintasi area itu lebih rentan terhadap perubahan cuaca yang mendadak dibanding dengan kapal di masa sekarang. Berdasakan pejabat NOAA, hal tersebut disebabkan karena pada saat ini moda transportasi dilengkapi dengan perkiraan cuaca yang lebih akurat.

Ilustrasi badai di laut (Foto: Reuters).

Badai singkat namun ganas yang dinamakan badai meso-meteorogical, juga tiba-tiba dapat muncul. Menurut Rosernberg, Hal itu dapat mengganggu komunikasi kapal dan menyebabkan gelombang besar.

Berdasarkan NOAA, banyaknya pulau di Laut Karibia yang menyebabkan laut menjadi dangkal juga dapat menyebabkan masalah bagi kapal-kapal besar. Arus deras dapat dengan mudah menghancurkan kapal dan melenyapkannya.

"Lautan selalu menjadi tempat yang misterius bagi manusia, dan ketika cuaca dan navigasi yang buruk bergabung, hal tersebut dapat mematikan," tulis NOOA.

"Tidak ada bukti bahwa ada daerah lain yang lebih banyak melenyapkan kapal dan pesawat secara misterius daripada Segitiga Bermuda, karena area tersebut paling sering dilintasi," tambahnya.

Gas Metana

Pada 2015, penelitian mengeluarkan 'koleksi' kawah di Laut Barents lepas pantai Norwegia. Para peneliti menunjukkan bahwa kawah tersebut mungkin disebabkan karena ledakan gas metana.

Beberapa media menghubungkan hal itu dengan Segitiga Bermuda. Hal tersebut dapat membuat ledakan keras gas metana yang menciptakan lubang-lubang serta membentuk gelembung gas dan dengan cepat akan menenggelamkan kapal.

Namun, menurut seorang ahli geofisika dan kepala peneliti geologi Gas Hydrates Project, Carolyn Ruppel, menjelaskan hal tersebut sangat mustahil.

Kawah raksasa di dasar Laut Barents (Foto: Live Science).

"Kami tahu bahwa gas metana yang berasal dari dasar laut itu cukup luas," ujar Ruppel kepada Live Science. Sementara kebocoran gas laut merupakan hal umum, namun ledakan gas berskala besar yang mungkin terjadi pada zaman es belum pernah tercatat.

Gas hidrat tak akan meledak kecuali ada tekanan ekstrem akibat perubahan iklim yang dramatis. Hal tersebut juga hanya terjadi pada perairan yang cukup dangkal di mana gas hidrat terpengaruh oleh perubahan suhu air, seperti di Laut Barents di mana kawah ditemukan.

Faktanya, gas metana yang bocor dari lautan dapat terjadi karena diproses oleh mikroba menjadi karbon dioksida jauh sebelum mencapai permukaan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya