Kedai Kopi Jadi Simbol Kemewahan Baru di Korea Utara

Popularitas minuman kopi meroket di Korea Utara. Memicu kompetisi sengit di kalangan pemilik kedai.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 07 Apr 2016, 11:15 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2016, 11:15 WIB
Lebih Sehat Mana Antara Espreso, Latte atau Cappucino?
Berbagai jenis kopi mengandung jumlah protein, kafein dan kalori yang berbeda.

Liputan6.com, Pyongyang - Pyongyang, ibu kota Korea Utara itu mungkin menjadi salah satu dari sedikit lokasi di muka Bumi, di mana coffee shop waralaba seperti Starbucks atau The Coffee Bean & Tea Leaf tak bisa ditemukan.

Awalnya, hanya ada sejumlah kedai kopi kecil, yang remang-remang  beroperasi selama bertahun-tahun di Pyongyang.

Namun, kini popularitas minuman kopi meroket. Memicu kompetisi sengit di kalangan pemilik kedai kopi. Mereka berlomba-lomba membuat tempat jualannya berkelas dan menyediakan berbagai macam varian kopi.


"Selama beberapa tahun belakangan, orang yang punya pengetahuan baik soal kopi bertambah. Mereka berkeliling kota untuk menemukan tempat terbaik," kata Ri Hyon, barista dari kafe populer seperti dikutip dari News.com.au, Kamis (7/4/2016).

R Hyon menjalani pelatihan di China, untuk  belajar cara membuat minuman berbasis kopi. "Kami punya banyak pelanggan," kata dia.

Meskipun Pyongyang jauh lebih makmur dan memiliki suplai barang yang baik dibandingkan wilayah lain di Korut, kompetisi terbuka yang terjadi saat ini, untuk memikat pelanggan dan menghasilkan keuntungan, mencerminkan transformasi besar di Korea Utara.

Di saat kapitalisme masih jadi hal 'haram' dan perekonomian dikontrol ketat pemerintah, semangat wirausaha tak hanya bertumbuh, namun juga menjadi sebuah kebutuhan untuk sejumlah warga Korut.

Kim Jong-un tampak menyampaikan sesuatu kepada sejumlah stafnya saat melakukan kunjungan dan keliling ke pusat perbelanjaan Mirae Shop yang baru dibangun di kompleks Mirae Shop di Korea Utara (28/3). (REUTERS/KCNA)

Hingga kelaparan hebat melanda pada 1990-an, Pemerintah Korut menyediakan semua kebutuhan dasar dan pekerjaan pada warganya.

Namun, krisis ekonomi yang menjadi dampak kelaparan memberi pelajaran berharga bagi warga Korut -- untuk berjuang memberi makan dirinya sendiri dan tidak terlalu bergantung pada pemerintah. Itu mengapa, secara bertahap, rakyat menggelar aktivitas yang bergaya kapitalis.

Perekonomian akar rumput yang telah tumbuh menciptakan sesuatu untuk dinikmati kalangan kelas menengah di Pyongyang dan beberapa kota lainnya -- yang memiliki cukup uang untuk mendapat 'kemewahan' minum kopi atau menikmati makanan ringan. Restoran-restoran baru dan kedai-kedai kopi pun menjamur.

Kedai kopi milik Ri termasuk ratusan bisnis baru yang bermunculan di Pyongyang. Mulai buka Januari lalu, kafe tersebut menjual aneka minuman, dari caramel macchiato hingga strawberry smoothies.

 

-


Ri mengaku, pasokan biji kopi kedainya diterbangkan dari China sekali dalam sebulan.

"Cappuccino sangat populer di kalangan warga," kata dia. "Kalau aku suka kopi saring.

Perempuan tersebut mengaku, saat menjalani pelatihan sebagai barista di Beijing, ia sempat mampir ke Starbucks, kedai waralaba dari Amerika Serikat.

"Saya sudah mencobanya dan tidak suka," kata dia. "Menurutku, apa yang dijual di sana ditujukan bagi mereka yang tak terlalu paham kopi. Namun, aku kagum menyaksikan banyak orang yang pergi ke sana."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya