Liputan6.com, Kolkata - Dunia mengenangnya sebagai Bunda Teresa dari Kolkata, India. Namun nama aslinya adalah Anjece Gonxhe Bojaxhiu. Kelak pada 4 September ia akan dikanonisasikan menjadi St. Teresa of Kolkata atau Santa Teresa dari Kolkata.
Kanonisasi adalah sebuah proses yang melibatkan pembuktian bahwa kandidat telah menjalani kehidupan dengan kebijakan heroik, sehingga layak dinyatakan sebagai santo atau santa--gelar bagi orang suci.
Profesor studi liturgi di Sekolah Teologi dan Studi Agama di Catholic University of America di Washington, Michael Witczak, mengatakan salah satu "warisan" Bunda Teresa adalah komunitas Misionaris Cinta Kasih yang masih lestari.
Advertisement
Menurut Witczak, hari ini terdapat sekitar 4.500 tempat di seluruh dunia yang melanjutkan pekerjaan mulia biarawati Katolik Roma keturunan Albania itu. Termasuk di antaranya penampungan, panti asuhan, rumah bagi penderita AIDS dan kecanduan narkoba, dan sebagainya.
Terinspirasi Bunda Teresa
"Setiap hari kami melayani, kecuali untuk hari Kamis. Sejumlah orang memasak, beberapa relawan datang dan melayani. Kami mulai memasak pada pukul 08.30," ujar salah seorang biarawati, Nishi Gidt, yang menjalankan komunitas Misionaris Cinta Kasih di Jalan Wheeler di tenggara Washington.
Satu jam kemudian, mereka mulai berdoa sesaat sebelum makanan disajikan untuk orang-orang yang datang ke tempat itu.
"Ketika saya melihat hidupnya dan bagaimana ia memimpin dengan mencontohkan, hal-hal baik yang dia lakukan, dan kesuciannya. Kata-katanya menginspirasi saya setiap hari," urai Gidt mengenang Bunda Teresa.
Namun diakui Gidt, keinginannya untuk melayani mereka yang membutuhkan tidak muncul dalam dirinya dalam waktu yang singkat.
"Suatu hari sebagai seorang anak saya tengah bermain, lalu saya mendengar beberapa gadis bicara tentang Bunda Teresa. Saya mendengar kehidupannya sangat sulit, sangat berat."
Ketika itu saya berpikir tidak akan bergabung dengan Bunda Teresa. Namun ketika saya tumbuh, saya membaca buku tentangnya di sekolah. Saya tersadar bagaimana saudara saling membantu sebagai sukarelawan. Itu mengilhami saya dan perlahan-lahan saya mengembangkan doa kehidupan saya," kata biarawati itu.
Menjadi relawan
Salah satu yang menjadi relawan di komunitas Misionaris Cinta Kasih di Washington adalah Houston Roberson. Dalam lima tahun terakhir, Roberson telah bekerja sukarela selama sebulan sekali, lalu ia membuatnya menjadi seminggu sekali.
"Saya melakukan apa pun yang diminta oleh perempuan yang bekerja di dapur. Kebanyakan saya memasak, membantu menyiapkan makanan, juga mengepel lantai ketika semuanya selesai," ucap Roberson.
Menurut Roberson, Bunda Teresa adalah suara kaum miskin dan "suara"-nya masih terus bicara kepada relawan seperti dirinya.
"Bunda Teresa hidup dalam diri kita semua. Ia menunjukkan pada kita bagaimana caranya menjadi Kristen Katolik. Dia mengambil kemiskinan dari orang-orang miskin dan memperlakukan mereka secara bermartabat. Itulah yang kami lakukan di sini. Kami tidak memandang rendah orang lain. Kami di sini untuk melayani dan memberi bantuan kepada mereka," ucap pria itu.
Pada 2003 lalu, Bunda Teresa dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II. Orang yang mendapat pengakuan kelak disebut beato bagi laki-laki dan beata bagi perempuan.
Kritikan
Meski Bunda Teresa dipandang sebagai ikon amal internasional di mana ia disegani kepala negara dan dipuja jutaan orang, proses kanonisasinya juga mendapat kritikan. Salah satunya seperti yang dimuat Christopher Hitchens, penulis buku Missionary Position: Mother Teresa in Theory and Practice.
"Ada peran dalam proses kanonisasi yang disebut dengan 'devil's advocate' di mana tugas mereka adalah memberikan alasan-alasan tentang mengapa hal ini tidak baik dilakukan dan Hitchen diundang dalam proses itu," kata profesor Witczak.
Devil’s advocate adalah seseorang yang mengambil posisi berlawanan dengan argumen orang lain. Bukan karena tak setuju dengan argumen itu, melainkan hanya ingin menguji keabsahan atau validitas argumen tersebut.
"(Menurut Hitchens) Bunda Teresa tidak benar-benar tertarik dengan orang miskin melainkan pada kemelaratan dan ia tidak menyediakan kualitas perawatan medis terbaik bagi orang-orang. Ia terlihat lebih tertarik terhadap kematian ketimbang kehidupan," ujarnya mengutip pernyataan dalam buku Missionary Position: Mother Teresa in Theory and Practice.
Menangkis pendapat Hitchens, profesor Witczak mengatakan motivasi Bunda Teresa adalah spiritual bukan medis.
"Kritik selalu ada dan hal tersebut dianggap serius, tapi tidak dipertimbangkan oleh gereja. Apa yang Bunda Teresa lakukan bertujuan pada kebaikan dan terutama untuk orang lain dan kepentingan kehidupan gereja, ia memberikan contoh yang dapat diikuti orang lain," imbuh Witczak.
Bunda Teresa meninggal dunia pada 5 September 1997. Ia tutup usia setelah mengalami sejumlah serangan jantung dan pada 1991 ia diketahui juga berjuang melawan pneumonia.
Biarawati yang dicintai banyak orang itu sempat jatuh pada April 1996. Peristiwa itu mematahkan tulang selangkanya. Lantas ia juga pernah menderita malaria dan gagal jantung di ventrikel kiri.